CHAPTER 2

1024 Words
Aaron melihat adik kembarnya tengah duduk di sofa ruang tamu sembari menonton televisi. Axelle itu adalah seorang dokter, asal tahu saja. Walau pribadinya begitu usil, Axelle memiliki otak yang cemerlang hingga kini dia berhasil menggapai mimpinya untuk menjadi dokter. "Bro, lain kali jika kau pergi, jangan diam-diam seperti itu. Kau tidak tahu saja bagaimana kusamnya wajah Brittany." Aaron menghembuskan napasnya, dia melepas jas kerjanya lalu berjalan menaiki undakan tangga, mengabaikan celotehan Axelle yang menyebalkan. Sampai kapan pun dirinya tak akan pernah menjadikan Brittany sebagai kekasih ataupun istri. Axelle berdecak kesal karena lagi-lagi kakaknya itu tak merespon ucapannya. "Axelle, sudah ku katakan untuk jangan mengganggu kakak mu seperti itu. Biarkan dia dengan pikirannya dulu," Sarah berkacak pinggang sembari menatap putra nakalnya yang terlihat santai duduk di sofa itu. Axelle mengendikkan bahunya lalu kembali menonton siaran televisi yang menayangkan saluran olahraga. Di kamar, Aaron membersihkan dirinya. Dia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih santai. Aaron meraih ponselnya yang sedari tadi bergetar lalu mengetahui kalau ada nomor tak dikenal yang menghubunginya. Pria itu menjawab telepon sembari beranjak keluar kamar. "Mr. Grissham? Ini aku— Dokter Tris— aku ingin mengabarkan padamu bahwa pasien ku sudah siuman." Aaron menuruni tangga dengan sedikit terburu-buru,"Ya, baiklah. Aku akan segera kesana," Ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya lalu berniat untuk kembali ke rumah sakit. Mata birunya menangkap orangtuanya tengah berkumpul di ruang tamu, tampaknya sedang menikmati waktu bersama. "Mom, Dad... Aku pergi dulu, ada urusan." Alex menatap pada putranya yang baru saja pulang itu dengan pandangan bingung,"Kemana? Kau baru saja pulang, Aaron." Sarah pun begitu, dia menatap tak suka padanya karena putranya itu sering sekali pergi,"Kau bahkan belum sarapan," Timpalnya. Aaron menggaruk hidungnya,"Aku harus ke rumah sakit, Mom. Tadi di jalanan, aku tak sengaja menabrak seorang gadis hingga ia terluka. Aku mesti bertanggung jawab." Alex dan Sarah saling pandang,"Kenapa kau tak katakan sedari awal? Bagaimana keadaannya?" "Aku belum tahu, Dad. Dia baru saja siuman. Ya sudah, aku pergi dulu ya?" Selepas itu, Aaron kembali melangkahkan kakinya menuju mobil lalu mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. ... Reanne memerhatikan seisi ruangan yang ditempatinya ini dengan pemandangan kosong. Awalnya ia mengira kalau dirinya sudah berada di dalam neraka, tapi nyatanya ia masih terjebak di dalam dunia penuh kekejaman ini. Wanita itu melayangkan tatapannya pada sebuah nampan berisi makanan rumah sakit yang baru saja ditaruh oleh seorang perawat sebelum dirinya kembali sendiri di ruangan ini. Sayang sekali ia tak punya nafsu untuk makan. Air matanya mengalir, Reanne merasa kalau hidupnya tak ada artinya lagi. Ia wanita kotor dan bahkan jauh lebih kotor lagi. Dia menekuk lututnya lalu menyembunyikan wajahnya disana, membuat rambut panjang Reanne yang kusut terlihat sangat mengerikan. Tadi ia mendengar dokter yang sedang menghubungi seseorang, apa jangan-jangan orang itu yang telah membawanya ke rumah sakit ini? Setelah beberapa lama memikirkan nasibnya ke depan, pintu ruangannya dibuka pelan. Reanne enggan untuk mendongak, ia tidak menyukai siapa pun sekarang ini. Dia hanya ingin mati. "Nona?" Ia merasa tertarik dengan suara yang berat itu, lantas Reanne mendongak lalu matanya bertatapan dengan mata biru seorang pria muda yang kelihatannya orang kaya. Orang itu meraih kursi lalu duduk di samping ranjang pasien yang ditempati Reanne. Dia mengulurkan tangannya, hendak menyapa Reanne. "Aku Aaron, Aaron Grissham. Tadi pagi aku tak sengaja menabrakmu dan-" "Kenapa Tuan menolong ku?" "Maaf?" Air mata Reanne kembali mengalir membasahi pipinya, ia menatap kesal pada pria bernama Aaron yang tampak baik-baik saja. "Kenapa Tuan tak membiarkan aku mati saja?!" Aaron semakin mengerutkan dahinya. Dia menarik tangannya lagi lalu mengeluarkan sapu tangan dari balik mantel yang ia kenakan sebelum memberinya pada Reanne. Wanita itu menepis tangan Aaron hingga sapu tangannya terjatuh. Reanne enggan untuk berbicara lagi, dia kembali tidur menyamping lalu menangis. "Maaf kalau kehadiran ku membuatmu tak merasa nyaman. Namun, aku sudah mendengar hasil diagnosa dari dokter bahwa kau-" "Jangan diteruskan. Aku tidak mau dengar dan ku mohon biarkan aku sendiri." Aaron dengan segera berdiri, dia meraih bahu Reanne dan menariknya perlahan. Dia tahu bagaimana cara melunakkan hati wanita keras kepala, karena ia sudah banyak mempelajari tentang wanita. "Nona, mari kita berbicara. Aku akan membantumu jika itu yang kau inginkan, tapi tolong, jangan buat dirimu seperti ini," Aaron mengusap bahu Reanne ketika mengetahui kalau wanita itu terlihat agak rileks. Sepertinya usahaku berhasil. Reanne kembali menatap Aaron, wanita itu mendudukkan dirinya dan menarik napas,"Namaku Reanne Lee." Itu sebuah kemajuan karena akhirnya Reanne mau kembali berbicara. "Reanne, aku minta maaf sebelumnya karena mengatakan ini, tapi dokter mengatakan kalau ada yang salah denganmu. Apa kau memang korban pemerkosaan?" Reanne menundukkan kepalanya, ia memainkan jemarinya yang bergetar, tapi perlahan ia menganggukkan kepalanya. Aaron tak lagi berbicara. Dia tahu ini pasti hal yang menyakitkan untuk Reanne. "Aku... Seorang pelacur. Apa... Apa kau tak merasa terganggu denganku, Tuan?" Lagi-lagi wanita itu bicara hal tak masuk akal. Aaron menarik kursinya lagi lalu duduk di atasnya,"Bagiku kau tetap manusia, Reanne. Tidak ada bedanya." Reanne merasa nyaman dengan kata-kata itu karena sebelumnya pria-pria yang menidurinya hanya menganggap dia seonggok daging pemuas nafsu, baru kali ini ada yang menghargainya sebagai manusia. "Tuan, terima kasih karena telah membantuku. Anda baik sekali." "Tidak masalah, lagipula aku bertanggung jawab karena telah menabrakmu. Kalau begitu, aku akan berbicara dengan dokter terlebih dahulu. Aku pergi dulu." Aaron berdiri dari sana, dia berjalan ke arah pintu lalu menekan tuasnya ke bawah, ia berniat untuk membicarakan perihal kesehatan mental yang diderita Reanne. Mana tahu wanita itu bisa menghilangkan bayangan pemerkosaan yang sudah ia alami itu. Sebelum pria itu benar-benar pergi, Reanne kembali bersuara. "Tuan Aaron, sekali lagi aku ucapkan terima kasih karena Anda telah menolong ku. Andai aku bisa membalas kebaikanmu." "Tidak masalah, Reanne." Aaron pun memilih keluar dari ruang perawatan Reanne untuk menemui dokter. Reanne merasa tak enak hati dengan pria yang sudah menolongnya itu, dia berpikir keras, apakah ada hal yang bisa ia lakukan untuk balas budi? Namun, apa? Aaron terlihat telah memiliki segalanya. Wanita itu lantas melirik sapu yang ada di sudut ruangan. Ada sebuah ide yang tercetus di kepala cantiknya itu. "Apa sebaiknya aku menawarkan diri untuk bekerja di rumahnya, ya? Hitung-hitung sebagai rasa terima kasih dan juga jika aku bekerja, aku pasti akan dapat uang." Terkutuk lah ia karena memanfaatkan keadaan ini. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD