Mira mempertimbangkan tawaran Tama, tapi Mira masih ragu kalau itu serius, siapa yang akan percaya tiba-tiba ada seorang pria mengatakan mencintainya dan menawarkan diri untuk balas dendam pada keluarga suaminya.
“Kau masih meragukanku, Nona?” tanya Tama menggoda Mira.
Sepertinya Tama bisa membaca pikiran dalam kepala Mira dengan sangat mudah hanya dengan melihat wajah cantik wanita itu.
“Aku tahu, kau masih gengsi kembali ke rumah nerakamu itu, kan? Kalau begitu tinggal saja di sini, aku akan membiayaimu dengan baik dan tidak kekurangan,” ucap Tama dengan entengnya.
Mira jadi mengingat kejadian sebelumnya di mana Tama membayar semua barang belanjaannya dengan begitu mudahnya mengeluarkan uang hanya untuk dirinya.
“Bagaimana …?” tanya Tama lagi menuntut jawaban.
“Maaf, Pak. Ini terlalu terburu-buru dan Bapak tidak mungkin menyukaiku karena aku sudah bersuami, itu sangat sulit aku terima, entah itu fakta atau hanya omong kosong belaka ….”
“Jadi kau sedang merendahkan rasa sukaku? Begitu …?” Tama menatap lekat sepasang manik cokelat milik Mira.
“Tapi siapa yang percaya? Tiba-tiba ada pria baru dikenal menyatakan cinta juga menawarkan segalanya, aku masih tidak percaya dengan semua ini, Pak,” balas Mira.
Tama menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. “Baiklah, pertama biar aku luruskan semuanya. Aku menyukaimu dan itu mutlak sudah beberapa tahun lamanya, aku sampai harus mengawasimu dengan menaruh mata-mata di sekelilingmu dan menolongmu sampai ke sini, tidakkah kau melihat kesungguhanku ..?”
Mira berpikir sebentar, semua yang dikatakan Tama ada benarnya. Tama sudah menolongnya sampai ke sini dan membiarkannya berteduh di tempat yang nyaman terlindung dari dinginnya hujan, mungkin bisa disebut menyukai.
“Aku mengatakannya dengan serius, aku tidak akan menuntutmu percaya, tapi aku sungguh-sungguh, aku juga tidak akan memaksamu. Begini saja sudah cukup, melihatmu baik-baik saja di tempat yang aman,” ungkap Tama.
Hati Mira terasa gamang, apa ini semua jawaban dari penderitaannya selama ini? Mira memang membenci suami dan mertuanya, tapi dia belum sampai berniat untuk membalas dendam pada Mira.
“Kau bisa memanfaatkanku, aku akan dengan senang hati melakukan semua yang kau perintahkan,” ucap Tama.
“Terima kasih, tapi aku belum berpikir sejauh itu,” balas Alena.
“Tinggallah di sini dulu, jangan kembali ke sana, biarkan mereka menyesal dulu kehilangan dirimu.” Tama menyesap kopinya tanpa melepas pandangannya dari Mira.
“Bolehkah aku tinggal di sini? Jujur saja aku tidak ingin kembali ke sana,” ucap Mira menundukkan wajahnya, dia terlihat murung kembali.
Tama jelas tahu kalau Mira sedang memikirkan kejadian buruk yang dia alami tadi, tapi melihat Mira baik-baik saja di hadapannya Tama jadi merasa sedikit lega.
“Tentu … apa pun untukmu, syaratnya kau harus berhenti memanggilku dengan sebutan Bapak,” ujar Tama.
“Lalu aku harus memanggil dengan sebutan apa?” cicit Mira menunduk.
Tama tersenyum puas melihat respon Mira yang sudah sedikit luluh padanya, cepat atau lambat Tama sudah bertekad untuk memiliki Mira seutuhnya dari raga dan juga hatinya.
“Tama … namaku saja sudah cukup,” jawab Tama.
Sepertinya Tama harus meninggalkan Mira di sini karena jika Tama terus bersamanya, dia sendiri tidak yakin bisa menahan diri untuk diam saja melihat wanita yang dia sukai satu ruangan bersama dengannya.
"Jika dia sudah jadi milikku dan menaruh kepercayaan padaku, aku akan menerkamnya sekarang juga," batin Tama.
***
Zergan mengetuk pintu dengan sangat kuat sampai bunyinya terdengar begitu jelas sekali. Agak lama Zergan terus menghantam pintu itu dengan tangannya sampai pemilik rumah membukakan pintunya.
“Apa-apaan kau mengetuk pintu sekeras itu di rumah orang, sungguh tidak punya sopan santun!” Dewi langsung mencaci Zergan yang ada di hadapannya.
“Di mana anakmu yang br*ngs*k itu?!” tanya Zergan menantang Dewi.
Tidak peduli Dewi jauh lebih tua darinya, dia tidak akan bersikap sopan pada wanita tua bermulut tajam itu karena dia sudah tahu kelakuan Dewi pada Mira, kakaknya.
“Heh …! Sopan santunmu sudah hilang, ya? Datang ke rumah orang dengan cara kasar seperti itu, kemudian mengumpat anakku, otakmu benar-benar sudah hilang, ya?!” pekik Dewi.
Zergan menatap Dewi dengan tajam. “Kau pikir aku peduli? Mau kau lebih tua seratus tahun dariku pun aku tidak akan menunjukan kesopananku pada wanita tua peot yang mulutnya berbisa sepertimu! Suruh anakmu yang b*jing*n itu keluar dan temui aku!” maki Zergan.
Tentu saja Dewi melotot mendapati perlakuan tidak menyenangkan dari Zergan, dia jadi ikutan tersulut emosi ingin memakai Zergan sekali lagi.
“Jangan sembarang bicara! Anakku itu pria baik-baik bukan b*jing*n seperti apa yang kau katakan, yang b*jing*n itu kau karena tidak punya tata krama bertamu ke rumah orang!” maki Dewi balik.
Zergan meludah di depan Dewi menandakan kalau dirinya benar-benar jijik pada wanita tua itu. “Pria baik-baik mana yang menduakan istrinya pada saat hamil?! Dia berselingkuh dan berz*na dengan wanita lain di saat istrinya sudah menjadi istri yang sangat baik!” teriak Zergan lantang.
“Semua itu salah Mira karena tidak becus menjadi istri sampai anakku harus selingkuh, andai saja anakku tidak menikah dengannya dari awal, pasti dia tidak akan berselingkuh dalam pernikahannya,” bela Dewi untuk perselingkuhan Bima.
Hal itu benar-benar membuat Zergan menggeram kesal. “Kalau begitu kenapa si anj*ng itu tidak menceraikan kakakku saja?! Kenapa dia lebih memilih menduakannya?! Anakmu itu memang benar-benar b*jing*n yang serakah!” hardik Zergan.
“Tidak usah mengatakan anakku seperti itu! Mira yang bersalah atas semua ini, dia yang seperti pel*cur sama seperti ibunya itu dan sekarang dia tengah menjalani karma, harusnya kau berterima kasih pada anakku karena bisa membalas dendam ibumu yang belum tersampaikan!” cecar Dewi.
Ingin sekali Zergan menampar mulut beracun milik Dewi jika saja dia bukan wanita, tapi tujuan utama Zergan ke sini adalah untuk menghajar Bima dan bertemu dengan Mira.
“Berani sekali kau mengatakan kakakku seperti itu?! Aku akan membuat anakmu hancur nanti! Sekarang di mana kakakku suruh keluar, biar aku yang membawanya pergi dari rumah ini!” bentak Zergan.
“Aku sudah mengusirnya karena kelakuan buruknya, siapa yang mau punya menantu berkelakuan sampah begitu, dia sudah pergi dan tidak ada lagi di rumah ini!” terang Dewi.
Zergan merasa emosinya jadi makin naik ke ubun-ubun membayangkan bagaimana rasa sakit yang diderita Mira saat ini, tidak hanya di selingkuhi dan mempunya mertua jahat, tapi ternyata Mira juga mendapat pengusiran yang tidak layak dia dapatkan.
“Apa …?! Berani sekali kau melakukan itu pada kakakku br*ngs*k …!” Zergan mencengkram baju Dewi bersiap ingin meninju wanita tua itu.
“Siapa yang datang, Bu? Berisik sekali.” Tiba-tiba Bima datang keluar melihat Zergan yang sudah dalam posisi ingin memukul ibunya.
Zergan melihat Bima yang baru saja keluar dari rumah langsung mengubah sasarannya menjadi Bima, tanpa membuang waktu lagi Zergan menyentak tangannya dari Dewi hingga wanita tua itu terjatuh dan langsung menjatuhkan tinjunya ke wajah Bima, hingga dia ikut tersungkur bersama dengan ibunya.
“B*jing*n …! Beraninya kalian memperlakukan kakakku seperti bukan manusia!” Zergan menghantam lagi wajah Bima yang masih belum siap menerima pukulan.
“Hentikan, br*ngs*k! Apa salahku padamu sampai kau memukulku seperti ini!” Bima berusaha menepis pukulan dari Zergan.
“Kau membuat kakakku tekanan batin dan sakit hati sepanjang waktu karena kelakuanmu dan ibumu! Salahmu adalah menikahinya dan menyia-nyiakan wanita seperti kakakku, b*jing*n …!” Zergan masih terus melayangkan beberapa pukulan ke arah wajah Bima.
“Berhenti memukuli anakku …!” pekik Dewi.
Dewi mencoba memisahkan Zergan yang berada di atas anaknya, dengan kilatan amarah di mata Zergan itu membuatnya tidak sadar kalau sedari tadi Dewi berteriak meminta untuk melepaskan anaknya.
Telinganya seperti ditutup setan, entah sudah ke berapa kalinya Zergan memukuli Bima, pikirannya sekarang hanya ingin membalas rasa sakit hati Mira selama ini pada Bima.
“Aku akan membuat kalian semua menyesal …!”