"Kenapa Lo bisa masuk penjara gini, Ga?" Jenggala mengangkat bahunya.
"Kenapa lo nggak jujur kalau Lo nggak tahu apa-apa?" Jenggala menatap Chiko.
"Buat apa?"
"Pembelaan diri!" Chiko menatap Jenggala tajam.
Jenggala menarik satu sudut bibirnya, "Percuma!"
"Ga! Lo jangan cuman pasrah kaya gini, gimana pun juga Lo nggak tahu apa-apa tentang mayat itu cewek. Lo cuman jadi korban karena ada di tempat TKP."
"Kalau ternyata tuduhan polisi itu bener gimana?" Chiko menatap Jenggala tidak percaya.
Chiko tahu bagaimana Jenggala, laki-laki ini tidak akan semudah itu menyerahkan diri. Mereka sudah bertahun berteman dan dia tahu bagaimana sifat Jenggala.
"Gua tetep nggak akan percaya. Gua tahu gimana Lo, Ga. Lo nggak mungkin hilang kendali segimana pun keselnya elo. Gua tahu siapa elo dan gua tahu elo nggak akan mudah bisa ketangkep gitu aja." Jenggala melipat kedua tangannya di depan d**a.
"Cukup diam dan itu jalan terbaik bukan?" Jenggala menyeringai membuat Chiko mengerutkan kening bingung.
Biarkan mereka semua menuduhnya. Biarkan mereka mencaci sepuasnya. Karena setelah ini Jenggala lah yang akan menyerang balik mereka. Mereka pikir semudah itu untuk membuat dia mendekam di penjara. Mereka pikir dengan menuduhnya, Jenggala akan berontak. Jenggala hanya sedang mengulur waktu, kapan dia bisa membunuh mereka secara masal. Tidak masalah dia menjadi bahan gunjingan masyarakat di luar sana. Biarkan seorang anak Siswa SMA ini mendekam di penjara tanpa tahu tuduhan apa yang terjadi padanya. Jenggala tidak masalah semua orang menyudutkannya hanya karena saat itu dia yang berada di tempat korban. Tapi, siapa sangka di balik semua itu dia tahu apa yang terjadi.
Chiko mengusap wajahnya, kenapa Jenggala tidak pernah sekali saja menurut padanya? Kenapa Jenggala slalu melakukan apapun sesuka hatinya tanpa berdiskusi padanya? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Rasanya Chiko ingin sekali menarik kepala Jenggala lalu memenggalnya saat itu juga. Sayangnya, Chiko tidak bisa melakukan itu karena bagaimana pun mereka sudah bersama sejak lama. Hanya Jenggala lah yang dia miliki saat ini.
"Oke terserah. So, apa yang mesti gua bantu?" Jenggala tersenyum, dia menatap ke segala arah lalu merogok saku jaketnya.
"Tolong temui wanita ini." Chiko menerima sebuah foto, keningnya mengerut.
"Bukannya ini ...."
"Yeah, beri tahu dia kalau gua ada di penjara sekarang."
"Apa dia bisa bantu Lo keluar dari sini?"
"Entah. Tapi yang pasti saat gua keluar wanita itu yang akan menggantikan posisi gua." Chiko menganggukkan kepalanya paham.
"Kalau gitu, gua pergi."
"Hati-hati." Saat Jenggala akan di giring masuk ke sel tahanan seseorang kembali ingin bertemu dengannya.
Jenggala mengerutkan keningnya. Siapa yang ingin bertemu dengannya? Perasaan Jenggala tidak terlalu banyak bersosialisasi dengan banyak orang. Dengan masih di landa perasaan ingin tahu, dia kembali ke meja tempatnya tadi bersama dengan Chiko. Jenggala terdiam saat melihat seorang gadis berkucir kuda duduk di sana. Salah satu sudut bibirnya terangkat, gemas melihat pipi chubby itu yang memerah. Melangkah untuk mendekat, Jenggala duduk di hadapannya dengan senyum lebar di wajahnya.
"Baru juga nggak ketemu beberapa jam udah kangen aja." Ujar Jenggala.
Decakan terdengar di telinganya, "Nggak usah GR yah, gua dateng ke sini cuman memastikan aja."
Salah satu alis Jenggala terangkat, "Memastikan apa?"
"Kalau tuduhan itu nggak bener kan?" Jenggala menatap mata gadis di depannya yang terlihat khawatir dan cemas.
"Lo khawatirin gua nih ceritanya?"
"Jenggala nggak lucu yah! Gua serius nanya ini."
"Gua nggak apa-apa tenang aja."
"Tapi Lo beneran kan bukan pelaku dari pembunuhan itu?"
"Lo percaya nggak sama gua?" Yang di tanya menatapnya dengan lekat lalu kepalanya mengangguk heboh.
"Gua percaya. Karena semaleman Lo ada sama gua, ya walaupun gua nggak tahu pasti tentang luka yang Lo dapetin itu." Jenggala menatap ke arah luka yang terbalut rapih.
Jelita menatap Jenggala di depannya dengan pandangan menerawang. Tidak. Jenggala bukan pria yang akan melakukan hal sekejam itu. Bagaimana bisa Jenggala melakukan hal itu sampai menghilangkan satu nyawa yang tidak bersalah? Jelita yakin Jenggala hanya di jebak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jelita sangat yakin, semalaman suntuk mereka bersama bahkan tentang ciuman itu pun tidak mungkin bohong dan masa iya di lakukan oleh dirinya sendiri.
"Kalau ternyata pelaku pembunuhan itu gua, Lo tetep bakal percaya?" Jelita bungkam. Apakah dia akan percaya jika Jenggala pelaku pembunuhnya? Tapi bagaimana bisa? Jelita mengigit daging dalam mulutnya gelisah. Menarik nafas lalu menghembuskan nya secara perlahan.
"Gua tetep bakal percaya, Ga. Nggak peduli entah Lo atau siapa yang bunuh itu orang tapi gua yakin ada alasan di balik itu semua." Jantung Jenggala berdetak dengan kuat saat melihat Jelita menatapnya dengan penuh keyakinan.
Kenapa? Kenapa Lo percaya sama gua sepenuhnya Jelita? Apa Lo nggak tahu kalau pria yang mencintai Lo ini seorang pembunuh bayaran? Kenapa Lo nggak lari pergi ninggalin gua sebelum gua semakin mengurung Lo dalam lingkar kehidupan gua? Jelita, kalau gua jujur apa Lo bakal ninggalin gua? Apa Lo bakal Mandang gua setelah tahu alasan yang bakal gua kasih tahu kebenarannya? Tapi ... ini masih terlalu dini buat Jelita tahu tentang gua sebenarnya. Gua belum bisa ngambil hati dia sepenuhnya. Gua nggak bisa lepasin perempuan ini begitu aja. Sialnya! Kenapa gua harus terlibat kekonyolan ini? Bahkan gua belum memulainya.
Jelita juga tidak tahu kenapa dia harus repot-repot mendatangi Jenggala di kantor Polisi hanya ingin mengetahui apakan laki-laki ini baik-baik saja. Jelita ingin sekali menjedotkan kepalanya saat ini juga karena beraksi tanpa berpikir. Bagaimana bisa setelah pelajaran setelah dia langsung kabur begitu saja di saat masih ada guru di dalam kelasnya. Bahkan Gita yang notabe sahabatnya saja langsung menundukkan kepala bingung dengan tingkah pertama kalinya seorang Snowy Jelita. Jelita bahkan menyerobot sebuah Taxi dari seorang pria dan langsung meminta sang supir Taxi mengantarnya. Entahlah, saat pelajaran di mulai pun pikirannya terus berkelana pada sosok laki-laki di depannya ini. Sungguh mengesalkan bukan. Sudah tahu mereka teman yang tidak bisa akur tapi kenapa Jelita bisa sepanik ini coba?
Jenggala meraih tangan Jelita membuat gadis itu terkejut dan akan menarik tangannya. "Jengga—"
"Lo sadar nggak, perlakuan Lo yang kaya gini sama gua, buat gua berharap semakin besar." Jelita mengerjapkan matanya.
"B-berharap a-apa?"
"Mencintai Lo lebih dalam." Jelita meringis, ungkapan apa lagi ini? Jelita menatap mata Jenggala dan tiba-tiba jantungnya berdetak dua kali lipat seperti biasanya saat bertemu dengan Jenggala.
Jelita tidak tahu maksud dari semua ini. Dia benar-benar tidak mengerti dan tidak paham sama sekali. Maklumi saja, dari kapan tahun dia tidak pernah berpacaran. Mentok-mentok dia hanya berhalu ria bersama dengan para idolnya. Jika di pikirkan lagi memang seharusnya dia berkencan supaya tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Dan sekarang saat jantungnya berdetak dan rasanya berdebar halus, tanda apa ini? Apa benar dia jatuh cinta pada Jenggala? Tapi bagaimana bisa? Bahkan mereka slalu bertengkar di setiap pertemuan. Yeah walaupun akhir-akhir ini pertengkaran mereka memang bisa di katakan tidak terlalu sesering mungkin. Tapi rasanya benar-benar membuat Jelita tidak mengerti dengan dirinya sendiri.