Daddy 5: Tergoda

1307 Words
Sepanjang acara, Ghani terus menempel pada istrinya. Dia tidak membiarkan sedetik pun istrinya berdiri sendiri. Dan siapa pun yang menatap istrinya tanpa kedip akan mendapatkan tatapan mematikan darinya. Ghani tidak peduli siapa pun itu, baik rekan bisnis atau calon potensial untuk perusahaannya. Siapa pun yang menatap istrinya lebih dari lima detik, Ghani pasti langsung memberikan tatapan mematikan. Ghani merasa acara amal ini berlangsung sangat lama seolah-seolah jam enggan untuk bergerak. Berulang kali dia mengecek Tag Heuer miliknya, tapi penunjuk menitnya hanya bertambah tiga atau lima menit saja. Sandra menyadari kalau suaminya sudah tidak nyaman berada di acara malam ini. Tapi dia tidak bisa berbuat banyak karena memang acara belum selesai. Tidak mungkin tuan rumah meninggalkan tempat acara, bukan? Saat Sandra dan Ghani sedang berbincang dengan Diana Shiddiq, CEO perusahaan kosmetik terkenal Luxinda, dan asistennya, tiba-tiba terdengar suara menginterupsi. “Ternyata kalian di sini.” Sandra dan Ghani sontak menoleh. Roni, ayah Sandra, dan Dimas, ayah Ghani, berdiri di depan mereka. Sandra melepas pegangan tangannya dan menyerbu kedua papanya itu. Sandra tampak semakin bahagia dengan kedatangan dua pria yang disayanginya itu. “Papa!” “Kamu tampak cantik, Nak,” kata Roni. “Iya, dia memang cantik. Pantas saja Ghani terus menggandengnya selama acara,” sahut Dimas. Roni tertawa mendengar penuturan besannya. Sandra yang mendengar itu menjadi malu. Apa benar suaminya merasakan itu? Merasa bahwa dirinya cukup cantik untuk dilepaskan begitu saja? Pipinya memerah. Bibirnya tersenyum malu-malu. “Bukan begitu, Pa. Ini ‘kan acara Sandra. Jadi, aku harus terus menyandingnya saat bersalaman dengan para tamu.” Ghani mencoba berkilah. “Ya, kau bisa mengatakan itu di depan anak SD agar dia memercayaimu.” Roni dan Dimas semakin tertawa lebar. Sandra semakin tersipu. Ia melirik suaminya yang berwajah masam tapi baginya selalu tampan. “Oh iya, nanti malam papa akan menginap di rumahmu. Besok papa harus ke Batam.” Dimas berkata pada Ghani. “Papa mau menginap lagi?” tanya Ghani. “Memangnya kenapa?” Dimas bertanya balik. “Iya, Pa. Tidak apa-apa. Sandra akan menyuruh Mbak Kartini untuk menyiapkan kamar.” Sandra berkata sambil memegang jemari Ghani. Rasanya tidak mungkin menolak kedatangan Dimas. Ghani tersenyum kecut. Dia sendiri juga tidak mempunyai alasan kuat untuk menolak Dimas karena memang di rumahnya ada dua kamar tidur kosong untuk tamu. Setelah semua rangkaian acara selesai, terkumpullah uang sebesar 5,5 milyar rupiah. Para tamu mulai berpamitan termasuk Dimas dan Roni. Sandra dan Ghani masih sibuk menyalami para tamu yang berpamitan. Setelah tempat acara sepi dari tamu, barulah Sandra dan Ghani pulang. -- Ghani memasuki kamar tidur mereka dengan wajah lelah. Sandra memasuki closet, mencari piama untuk dipakai suaminya. Sedangkan Ghani sendiri masih sibuk membuka sepatu dan jas Tom Fordnya. Setelah Sandra menemukan piama yang cocok, dia menggantungnya di pintu kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan mereka berdua kalau Ghani akan memakai kamar mandi terlebih dulu baru Sandra. Ghani hanya membutuhkan waktu sepuluh menit di kamar mandi. Sedangkan Sandara butuh sekitar tiga puluh menit. Oleh karena itu, Sandra selalu menyilakan Ghani untuk ke kamar mandi dulu. Setelah bergantian menggunakan kamar mandi, Sandra segera duduk di depan meja rias untuk mengaplikasikan krim perawatannya. Ghani masih saja setia dengan ponselnya untuk memeriksa pekerjaan. Dia duduk di sofa dan sepertinya enggan untuk beranjak dari sana. Tidak mungkin Ghani keluar dari kamar malam ini karena ada papanya menginap di sini. Jika sekali lagi papanya mengetahui Ghani tidur terpisah dengan Sandra, Dimas pasti akan sangat kecewa dan bersedih. Sedangkan Ghani tidak ingin melihat lagi ada kesedihan di mata ayahnya. “Kau yang menyiapkan air putih ini?” Ghani menunjuk sebuah teko berisi air minum di atas meja. Sandra menatap suaminya dari pantulan kaca lalu menggeleng. “Mungkin Mbak Kartini. Aku biasanya hanya menyiapkan satu botol untukku semalaman.” Ghani segera menuang air di teko ke dalam gelas dan meminumnya. Setelah itu, dia kembali sibuk membaca email-email yang masuk. Sandra sudah selesai dengan semua ritual di wajahnya. Dia berdiri dan mendekati meja, bermaksud untuk mengambil minum. Sandra mengisi gelas yang lain sampai penuh dan berjalan ke kasur. Setelah duduk di tepi kasur, Sandra meminum air itu hingga setengah gelas dan menaruhnya di nakas. Setelah dirasa gelas itu tidak akan jatuh, Sandra pun berbaring dan bersiap tidur. Sandra yang sudah terlelap merasa terganggu karena tidak bisa menggerakkan tangannya. Dia juga merasa seseorang menciumi leher dan telinganya. Dia juga merasa angin dingin menembus kulitnya. Sandra ingin memberontak tapi tidak bisa. Dia merasa lemas dan pasrah dengan ciuman-ciuman ini. Perlahan, dia membuka matanya. Sandra tercekat mendapati suaminya sudah berada di atasnya. Dengan susah payah, Sandra menelan ludahnya. Matanya terpejam menikmati embusan nafas suaminya di leher, menikmati kecupan-kecupan kecil dibalik telinganya, di ceruknya. Tangannya meremas seprei menahan segala gejolak yang diciptakan suaminya. Bibirnya digigit agar tidak menimbulkan suara kenikmatan. Tapi segala usaha Sanda gagal saat Ghani mulai rakus mengisap leher dan tangannya mulai merambat ke d**a. Ghani mendengar desahan Sandra. Dia menatap wajah istrinya yang sudah memerah. Mereka berdua sama-sama terbakar gairah. Nafas mereka kembang kempis seolah dikejar gairah mereka sendiri. Gairah yang menunggu untuk dituntaskan. Setelah saling mengunci tatapan selama beberapa detik, dan Sandra hanya diam tanpa berbicara apa pun, Ghani menganggap kalau Sandra memberinya izin untuk berbuat lebih. Lalu dengan perlahan, Ghani duduk bertumpu pada kakinya di atas perut Sandra. Dia melepas piamanya dengan mata yang masih fokus pada istri cantiknya. Sandra menikmati pertunjukan itu. Matanya tidak berkedip seolah takut kehilangan momen berharga yang diberikan oleh suaminya untuk pertama kalinya. Sandra semakin gugup saat suaminya sudah setengah telanjang. Ini adalah pertama kalinya dia melihat tubuh seorang pria. Jantungnya semakin berdebar. Dia takut, tapi dia sangat bersemangat menunggu aksi lain suaminya. Mata Sandra terpejam saat telunjuk Ghani dengan lembut menyusuri lehernya, turun ke bahunya, dan berakhir di dadanya. Nafas Sandra terhenti saat Ghani meremasnya perlahan. Lagi-lagi suara kenikmatan lolos dari bibir Sandra. Ghani tersenyum miring melihat istrinya mulai resah dengan semua godaan yang diberikan olehnya. Wajahnya menoleh ke kiri dan ke kanan. Dadanya melengkung ke atas meminta lebih dari sentuhan. “Tidak sabar, huh?” tanya Ghani penuh godaan. Sandra tidak bisa menjawab. Otaknya sibuk mencerna semua sentuhan yang diberikan suaminya. Sandra hanya mampu menggumam tidak jelas. Ghani menuruti permintaan Sandra. Tangannya menarik piama daster Sandra ke atas. Gesekan kulit tangan Ghani dan perut Sandra membuat mereka berdua seperti tersengat listrik. Kupu-kupu seakan beterbangan di perut mereka berdua. Dan dengan segera Ghani menariknya terus ke atas melewati kepala Sandra. Kini Ghani dengan jelas bisa melihat tubuh atas istrinya. Gairah semakin menguasai mereka berdua. Ghani bingung kenapa dia menjadi sangat ingin menyetubuhi istrinya. Selama ini, dia selalu berhasil menguasai dirinya agar tidak terjebak pernikahan dengan Sandra selamanya. Tapi malam ini, Ghani sudah tidak bisa membendung keinginannya. Hasratnya sudah di ubun-ubun. Ghani harus menuntaskannya. Ghani seketika mendekat dan mencium Sandra dengan rakus. Mengecup, menghisap, dan melumat. Lidah mereka beradu dan saling membelit. Tangan Ghani bergerilya ke semua tubuh Sandra. Insting lelakinya menuntun dia untuk membelai dan meremas apa yang ada. Tangan Sandra pun tidak tinggal diam. Rambut Ghani berantakan akibat tangan Sandra yang nakal. Sesekali dia akan meremas rambut, merasai lengan suaminya yang kokoh, membelai leher dan bulu jambang suaminya yang seksi. Dan lenguhan Sandra terdengar jelas saat Ghani dengan gagah menekan bukti keperkasaannya di bawah perut Sandra. Sandra terkejut dengan kerasnya barang Ghani. Ketakutan mulai tampak di matanya. “Mas,” ucap Sandra di antara desahannya. Ghani masih menulikan pendengarannya. Bibirnya sibuk menciumi d**a istrinya. “Mas!” Suara Sandra sedikit meninggi. Ghani tersentak. Wajahnya menjauh dari tubuh Sandra. “I-ini yang pertama un-untukku,” ucap Sandra malu-malu di antara nafasnya yang memburu. Ghani tersenyum bahagia. Dia sama sekali tidak menyangka kalau istrinya masih perawan. “Aku akan pelan,” ucap Ghani penuh keyakinan. Akhirnya malam itu, mereka berdua bisa merasakan keindahan dari pernikahan. Tidak hanya sekali Ghani memasuki Sandra. Mereka melakukannya empat kali sampai pagi. Ghani tidak menyangka rasanya akan seistimewa ini. Setelah malam ini? Apakah Ghani masih yakin untuk melepas Sandra?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD