2. Hilang dan Pergi

948 Words
Selepas pertemuannya dengan Leana, Daniel tidak langsung pulang ke rumah orangtuanya. Ia pulang ke rumahnya sendiri, rumah yang ia rancang, bangun, serta design sendiri segala tata letak ruang dan isinya sesuai selera Leana karena Daniel yang memang seorang arsitek. Daniel melempar ke sembarang arah sebuah kotak kecil berwarna biru tua yang berisi gelang, kalung, serta cincin yang tadi akan ia gunakan untuk mengikat Leana dan membawa dia kedalam hidupnya. Daniel tidak main-main saat mengatakan dirinya sudah siap untuk memperistri Leana baik dari segi mental maupun secara finansial. Daniel sudah memiliki rumah sendiri, lengkap dengan segala isinya, bahkan baju-baju untuk Leana pun sudah ia beli dan tersimpan rapi di lemari. Daniel juga sudah memiliki tabungan khusus untuk kebutuhan calon anaknya jika Leana hamil nanti. Membuat kartu debit terpisah agar ia bisa mudah dalam memberi nafkah pada Leana. Sayangnya semua kesiapan itu justru menyakiti hatinya. Daniel terlalu percaya diri jika Leana akan menjadi jodohnya. Lupa jika manusia hanya bisa membuat rencana tapi Tuhanlah penentu segalanya. Tak ingin membuat orangtuanya khawatir, Daniel akan tetap pulang kerumah, tapi nanti setelah hatinya sedikit tenang. Mereka memang tidak Daniel beritahu bahwa dia sudah memiliki rumah sendiri, karena ia punya niat Leana-lah orang pertama yang akan mengetahui segal apa yang dia punya. *** Ketika hari sudah malam dan Daniel pulang kerumah orangtuanya , wanita yang sudah membuat hatinya perih justru ada di sana. Memakai baju terusan pendek kesukaannya, tengah membantu sang Ibu mempersiapkan makan malam. Pemandangan ini sudah biasa, hanya saja mulai saat ini, hatinya tak bisa lagi merasa tenang dan berbunga-bunga dengan kehadirannya. Daniel mendengus, jika di lihat Leana sudah seperti menantu untuk Ibunya. Tapi ternyata semua itu hanya ilusinya semata. "Daniel, kamu dari mana aja? Kata Leana kalian pulang dari siang," tanya Davita Ibunya. "Tadi Daniel mampir ke rumah teman, Ma," jawab Daniel berbohong. "Daniel, aku masak ini. Kamu cobain deh." Leana datang dan menyodorkan sendok pada Daniel. Tapi Daniel hanya melirik tanpa mau membuka mulut dan mencobanya seperti biasa. "Aku ke kamar dulu ya Ma, mau mandi." "Oh iya, nanti turun lagi ya jangan pakai lama." Leana mencoba tersenyum, menurunkan sendok dan mencoba makanan itu sendiri meski hatinya terasa sesak. Daniel bersikap tidak seperti biasanya, entah karena apa. Daniel hampir saja membanting sendoknya ke lantai saat sekali lagi ia mendengar Leana mengumumkan pertunangan dan hari pernikahannya di tengah makan malam mereka. Rencana Leana di sambut dengan nada terkejut dari orang tua Daniel. Tapi setelahnya mereka mengucapkan selamat atas kebahagiaan Leana, tak terkecuali Bella adik perempuan Daniel. Dua minggu kemudian, Daniel mempersiapkan keberangkatannya ke luar negeri setelah menemukan pekerjaan dan universitas yang cocok untuk ia memperbanyak ilmu. Ia merasa di luar sana harus sangat sibuk agar pikirannya tidak terpaku hanya pada Leana seorang. Saat beberapa hari kemudian Daniel mengatakan niat pada Ayah dan Ibunya jika dirinya berniat pergi keluar negeri, mereka terkejut dan keberatan. Davita bahkan langsung masuk ke kamar tanpa memberi restu pada puteranya. "Sayang, dengerin aku dulu." Bram ayah dari Daniel mencoba menenangkan sang istri. "Nggak baik mencegah seorang anak menggapai cita-citanya, berikan restu kamu. Jaman sekarang luar negeri itu dekat, jalur komunikasi juga mudah. Bahkan aku punya uang lebih kalau kamu mau setiap bulan berkunjung kesana." Bukan tanpa alasan Bram mencoba membujuk istrinya agar mengizinkan Daniel pergi. Meski sebagai seorang ayah ia pun ikut merasa kehilangan. Tapi ada sesuatu yang membuat dirinya harus mengizinkan Daniel pergi, ia cukup bisa membaca situasi. Ia yakin rencana pernikahan Leana-lah yang membuat Daniel ingin pergi. Hanya saja untuk memberitahu Davita tentang ini ia tidak bisa. Wanita itu selain makhluk sensitif, mereka juga mudah marah. Bram tidak ingin Davita berjarak dengan Leana apalagi keluarga gadis itu jika tahu Daniel mencintainya dan dia tidak terima anaknya sakit hati. "Tapi tidak secepat ini juga. Aku belum siap." "Ya sudah, ayo kita keluar dan diskusikan lagi dengan Daniel." Davita mengangguk. Benar apa kata suaminya, Daniel ingin mengejar cita-citanya. Itu hal yang baik dan sebagai Ibu, restunya adalah yang paling utama. *** Leana tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya. Sementara di tempat lain Daniel sedang menyiapkan keberangkatannya. "Kamu beneran nggak mau hadir di pernikahan Leana dulu, Niel?" tanya Davita pada puteranya. "Kalian dulu se-dekat itu loh, sudah seperti Kakak-adik." "Itu 'kan dulu, Ma. Aku titip kado aja nanti ya. Ini udah mepet banget soalnya, aku udah dapat project yang harus di kerjakan segera di sana." "Nggak mau temuin dia dulu sebelum kamu pergi?" "Nggak usah lah Ma, takut ganggu acaranya. Lagian aku berangkatnya malam, dia pasti lagi sibuk buat acara siraman besok. Harus tidur cepat biar nggak kesiangan." "Ya sudah." Malam harinya Daniel di temani kedua orangtuanya berangkat ke Bandara. Sementara Bella adiknya sedang berada di rumah Leana untuk menemani gadis itu mempersiapkan acara pernikahan. Bella perempuan, di banding dengannya, dia lebih dekat pada Leana sejak kecil. Dan Daniel tidak pernah keberatan akan hal itu. "Kamu jaga diri baik-baik ya di sana, terutama untuk pergaulan. Jangan salah pilih teman dan tempat main," pesan Davita pada puteranya. "Iya, Mama tenang aja. InsyaAllah aku bisa jaga diri." Setelah berpelukkan dengan kedua orangtuanya. Daniel melangkahkan kaki meninggalkan mereka. Meninggalkan serta luka cintanya. Tanpa tahu di luar sana ada seorang gadis yang tengah berlari sekuat tenaga untuk mengejarnya. "Daniel mana tante?" tanya Leana dengan nafas tersengal. "Udah masuk, pesawatnya sebentar lagi take off, sayang." Leana terduduk lemas mendengar jawaban Tante Davita. Sekuat apapun ia berlari tak bisa mengejar Daniel untuk mengucapkan salam perpisahan. Padahal ia rela meninggalkan acara penting di rumahnya. Satu hari lagi dia akan menikah, ia akan hidup berbahagia dengan laki-laki yang memperistrinya. Tapi Daniel tak ada di sisinya, sesuatu yang membuat sebagian hatinya merasa sakit dan kehilangan. Daniel pergi keluar negeri tanpa sedikit pun mau mengucapkan kata pamit padanya. Sambil duduk di lantai dan mengusap air matanya Leana bertanya-tanya. Ia salah apa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD