CHAPTER-8. TOXIC.

2359 Words
CHAPTER-8. TOXIC. BRADY lagi-lagi mencium Midnight dengan bodohnya. Astaga, sampai kapan ia akan bersikap kekanak-kanakan seperti ini? Dia adalah laki-laki dewasa yang sudah berpengalaman dengan wanita. Kenapa dia tiba-tiba begitu menyukai bibir manis Mindinigt, tawa riangnya, wajah baby face dan… dan… dan… Brady menyukai semua yang ada dalam diri Midnight. Semuanya tanpa terkecuali Oh, God! Tolong ampuni semua kesalahan dan kebodohan Brady. “Let me be a part of your life.” Ulang Midnight tepat di depan mulutnya. Napas Brady seolah terhenti di tenggorokannya. Tatapannya menjelajah wajah Midnight dengan cara paling b******k yang ditunjukkan oleh seorang laki-laki. Ia bertanya-tanya dalam hati, kenapa Midnight tidak pernah memprotes tindakan bodohnya? Kenapa Midnight hanya diam ketika dia mencium gadis itu? Apakah dia merasakah hal serupa, seperti yang dirasakan oleh Brady? “Ya.” sahutnya dengan susah payah. “Mungkinkah?” “Apa maksudmu?” Keraguan yang begitu jelas tampak di mata Midnight. “Tidak ada alasan yang tepat kenapa aku harus mengijinkanmu menjadi bagian dari hidupku.” gadis itu menghela napas panjang seolah sedang berpikir keras. “Hubungan kita berawal dari dendam yang…” Ketika Midnight tidak sanggup melanjutkan kata-katanya, Brady akhirnya mengambil alih percakapan. “Aku tahu kau membenciku karena kematian Drake. Tolong beri aku satu kesempatan untuk menghapus kebencian itu. Aku tidak bisa membawa kakakmu kembali ke dunia ini. Tapi aku bisa mewujudkan impianmu. Anggap saja itu bagian dari permintaan maafku. Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu saat ini, Mid.” Dengan kedua lengannya yang bebas, Midnight memeluk tubuhnya sendiri. Gadis itu menyandarkan kepala di sofa dan memejamkan mata. Kerutan yang begitu dalam di keningnya menjadi pertanda kalau dia sedangf berpikir sangat keras. “Tidak seharusnya ini terjadi.” Gumamnya. Ya, tidak seharusnya. Namun mereka tidak punya pilihan. Brady menurunkan kedua tangan dari wajah Midnight. Ia butuh sesuatu untuk menjernihkan pikirannya. “Mungkin kau butuh waktu sendiri.” Brady bangkit dari duduknya. Sebelum meninggalkan Midnight, ia lebih dulu mencium pucuk kepala gadis itu. “Kau mungkin tidak punya alasan untuk bersamaku, Mid. Tapi aku akan terus mencari alasan yang tepat untuk selalu bersamamu.” Setelah mengucapkannya, Brady pun meninggalkan Midnight seorang diri di salah satu ruangan terbaik di pesawat itu. Tepat saat itu, dua orang pramugari datang dengan membawa pesanan mereka. Brady menyuruh mereka menaruh jus milik Midnight dan membawa botol winenya. “Beritahu pelayan untuk datang kemari dan menemani Midnight.” “Baik,” sahut keduanya kompak. Brady melirik Midnight sekali lagi sebelum melangkah keluar. Gadis itu tampak jauh lebih baik dari sebelumnya. Brady bersyukur karena hal itu. Ketika kau sedang jatuh cinta, hal-hal sepele pun bisa membuatmu tersenyum. ** Midnight melihat kepergian Brady yang diikuti oleh dua pramugari di belakangnya. Kedua pramugari itu tampak sangat cantik dalam balutan baju formal mereka yang terlalu terbuka. Tubub mereka sepenuhnya berisi di bagian d**a dan pantatnya. Sesuatu yang entah bagaimana membuat Midnight merasa tidak nyaman. Tak lama setelah itu, seorang pelayan datang. Sialnya, pelayan itu juga cukup cantik untuk ukuran pria dewasa seperti Brady. “Apakah Anda membutuhkan sesuatu?” tanya wanita itu ramah. Saat ini, tidak ada yang lebih dibutuhkan Midnight selain kehadiran Brady di sisinya. Meski begitu, ia tidak mau serta-merta mengatakan kepada pria itu kalau dia membutuhkan  Brady. Apa yang terjadi di antara mereka sama sekali tidak pantas. Urusan mereka belum selesai, bahkan jauh dari kata selesai. Midnight sengaja mendatangi Brady karena ingin membalaskan dendam kakaknya yang telah mati di tangan Brady, tapi kenapa dia tiba-tiba menjadi sangat lemah saat berhadapan dengan pria itu? Kenapa saat bersama Brady ia seolah melupakan insiden yang melibatkan sang kakak? Ada yang salah dari diriku. Gumam Midnight dalam hati. Midnight berdeham, “Apa aku bisa menonton film?” “Tentu.” Wanita itu menjawab dengan riang. “Karena kita akan melakukan penerbangan yang cukup panjang. Kami sudah menyiapkan  berbagai macam pilihan film yang bisa Anda tonton. Apa genre kesukaanmu?” Berpikir sejenak, Midinight akhirnya berkata, “Tolong tunjukkan padaku bagaimana caranya. Aku akan memilih sendiri apa yang ingin kulihat.” Pelayan itu mengangguk dengan penuh semangat. Ia menunjukkan kepada Midnight apa saja yang harus dia lakukan. Setelah dirasa paham, ia kembali bertanya. “Ada lagi yang bisa kubantu? Berhubung Midnight sudah mengerti, ia berkata, “Tidak. Cukup.” “Aku akan berada di sini untuk menemanimu.” Karena merasa tidak nyaman dengan kehadiran seseorang yang bahkan  belum dikenalnya, Midnight akhirnya meminta wanita itu untuk pergi saja. “Terima kasih untuk tawaranmu. Tapi aku benar-benar ingin sendiri. Tolong katakan pada Brady untuk segera kemari jika dia sudah selesai dengan urusannya.” Sekelebat perasaaan kecewa tampak di mata pelayan itu. “Baik.” “Tunggu!” seru Midnight saat wanita itu hendak pergi. “Boleh aku bertanya sesuatu?” “Ya?” “Apa Brady punya kekasih?” Pelayan itu tersenyum tipis. “Aku tidak yakin akan hal itu, tapi dia menjalin hubungan singkat dengan beberapa wanita.” “Apakah kau dan teman-temanku termasuk dari  salah satu wanita yang menjadi kekasih satu malam Brady?” Wanita itu tampak tidak nyaman dengan pertanyaan Midnight, “Kami selalu berharap seperti itu meski pada kenyataannya dia sepertinya tidak tertarik dengan salah satu di antara kami.” Dengan informasi itu Midnight bisa menyimpulkan satu hal. Brady memiliki penggemar wanita yang cukup banyak. Sayangnya tidak ada satu pun dari mereka menarik perhatian pria itu. Brady hanya membutuhkan kepuasan fisik semata, tidak lebih. Bukan salah Brady jika para wanita itu rela melempar tubuh mereka ke ranjang hanya untuk memuaskan idolanya. Sungguh sial! “Kau boleh pergi.” Wanita itu bergegas meninggalkan Midnight. Suasana hatinya mendadak kacau setelah mendengar penuturan si pelayan. Midnight menyesali pertanyaan yang meluncur dari mulutnya sendiri. Kenapa pula dia harus bertanya seperti itu? Tidakkan ada topik lain yang bisa dibahas dengan orang yang barus aja dia temui itu? Dan kekasih? Pentingkah informasi tentang kekasih Brady? “Penting.” Midnight meyakinkan dirinya sendiri. Mencoba mengalihkan perhatiannya dari fakta mengenai kebiasaan Brady yang tidur dengan sembaranag wanita, Midnight mengambil remote tv lalu memilih film apakah yang ingin dia tonton. Lama memilah akhirnya menemukan salah satu tontonan yang layak untuk dilihat. Pilihannya jatuh pada The Hunger Games. Meski sering mendengar kehebatan dari film tersebut. Midnight sama sekali belum pernah menontonnya secara langsung. Kali ini, karena dia memiliki banyak waktu, Midnight akan menggunakan waktu luangnya untuk menonton dan menyibukkan diri dengan Brad- “Bodoh!” Mindight memaki dirinya sendiri. “Berhenti memikirkan dia, Mid. Kau terlihat sama bodohnya dengan para pelayan dan pramugari itu.” Ketika film dimulai, Midnight masih memikirkan kemungkinan Brady akan menggunakan tubuh salah satu pekerjanya untuk menyalurkan hasratnya sebagai seorang laki-laki normal. Inilah saat-saat terburuk ketika dia merasa memiliki banyak kekurangan sebagai seorang wanita. Meskipun berusia dua puluh dua tahun, secara fisik Midnight tampak seperti seorang remaja. Bisa dibilang dia terlihat seperti anak sekolah menengah atas. Bagian d**a dan pantatnya sungguh menyedihkan. Midnight menunduk, memandangi dadanya yang sama sekali tidak bisa dibilang menarik. Ia lalu mengangkat wajah dan betapa terkejutnya Midnight saat menemukan Brady tengah memandanginya dengan tatapan terheran-heran. Kening pria itu mengerut, seakan ada banyak pertanyaan bersarang di benaknya. “Kau baik-baik saja?” tanya pria itu saat Midnight tak kunjung bicara. Demi menutupi rasa malunya, Midnight memutar bola mata. “Apa kau pikir ada yang salah denganku?” “Pelayanmu memintaku datang kemari. Kupikir kau membutuhkan sesuatu.” Ya. Midnight memang membutuhkan sesuatu. Dan satu-satunya yang dia butuhkan adalah p******a yang indah agar para pria di luar sana bisa melihatnya dengan versi Midnight yang lebih baik. “Aku tidak suka ditemani oleh orang asing.” Brady mengambil duduk di sisi Midnight. “Aku akan menemanimu.” “Tidak ada sesuatu yang harus kau urus? Kau tidak perlu-“ “Setelah tiba di Melbourne, aku mungkin akan sedikit sibuk.” Brady menyandarkan punggung di sofa. “Kurasa tidak ada salahnya menghabiskan waktu bersamamu sebelum kesibukan melandaku. Apa kau sudah memikirkan kata-kataku.” Sudah dan Midnight siap untuk mengungkapkan perasaannya pada Brady. “Ya.” “Bagus.” “Apa yang akan kaulakukan jika aku memaksa pergi darimu?” “Kau sudah berjanji dan aku akan menagih janjimu. Mana mungkin aku membiarkanmu lolos begitu saja? Itu terlalu mudah, Mid.” “Tepat seperti dugaanku. Jadi, kuputuskan untuk memberimu kesempatan.” “Dan mewujudkan impianmu.” “Gunakan kesempatan itu dengan sebaik mungikin, Brady.” “Siap!” Brady mencuri satu kecupan di pipi Midnight dan langsung mendapat hadiah berupa cubitan kecil di lengannya. “Auh!” Midnight mendengus, “Rasakan!” Bukannya marah, Brady justru tampak senang. “Ngomong-ngomong, kenapa kau melihat dadamu seperti itu?” Pertanyaan Brady sontak membuat Midnight terkejut. Ia merasa malu dipergoki tengah memandang dadanya sendiri seperti itu. “Tidak.” Midnight mengelak. “Aku tidak melakukannya.” Brady melirik padanya sekilas. “Tidak ada gunanya kau berbohong, Mid. Aku jelas-jelas melihatnya.” Sembari menghela napas, Midnight akhirnya berkata, “Aku mengakui. Aku memang melakukannya.” “Kenapa?” “Berjanjilah kau tidak akan menyimpan rahasia ini.” Wajah Brady mendadak pucat. “Kau menyidapn kanker p******a? Sejak kapan? Stadium berapa? Di mana kau berobat? Apa kata dokte?” Karena kesal dengan tuduhan Brady, Midnight menoyor kepala pria itu. “Jangan mengada-ada! Aku tidak sakit! Tidak ada kanker atau apa pun di tubuhku!” “Jadi, kenapa kau melihat payudaramu seperti itu?” Brady mengmbuskan napas lega. “Syukurlah. Kau membuatku takut dan nyaris terkena serangan jantung.” “Kau berlebihan, Brady. Aku tidak menyuruhmu untuk merasa setakut itu.” Brady meringis. “Kau memang tidak memintaku untuk takut, tapi aku tidak bisa membayangkan sesuatu yang buruk menimpamu. Kau terlihat kacau tadi.” “Aku memang kacau.” Ucapnya parau. Ia menautkan jemari-jemarinya. “Kenapa aku terlahir seperti ini? Menyebalkan sekali.” “Seperti ini? Aku masih tidak mengerti apa maksudmu, Mid.” “Sampai kapan pun kau tidak akan mengerti.” Midnight mendengus keras. “Kau tidak akan mengerti.” “Hey,” Brady tersinggung dengan tuduhannya. “Aku selalu bisa memahami perasaa orang-orang di sekitarku. Jangan menuduhku sembarangan!” “Karena kau tidak punya p******a sepertiku, kau tidak akan pernah memahami perasaanku!” “Jadi, kita sedang membicarakan payudaramu? Begitu?” Midnight membulatkan tekad untuk membuat Brady mengerti. Baiklah, pria itu boleh saja mendapatkan apa pun yang dia inginkan tanpa harus bekerja terlalu keras. Sangat berbeda dengan dirinya yang tidak mungkin bisa mengubah bentuk p******a karena biayanya cukup tinggi. “Ya. Kita sedang membicarakan payudaraku. Jadi, kau tidak akan mengerti bagaimana perasaanku.” “Karena aku tidak punya p******a, jadi kau menganggap aku tidak akan memahamimu.” Brady melipat kedua tangaan di depan d**a. “Baiklah, coba jelaskan padaku di mana letak kesalahan payudaramu itu. Kau punya masalah dengan mereka?” “Aku butuh uang.” Midnight menjawab ketus. “Kita belum selesai membahas tentang payudaramu. Kenapa kau mengubah topik? Jangan mengalihkan pembicaraan.” Tiba-tiba Brady berhenti. Pria itu tampak panik. “Tidak. Tunggu. Kau menjual tubuhmu demi mendapatkan uang? Begitukah? Astaga Mid-“ “Brady, stop it!” Midnight mengambil bantal dan menimpuk wajah pria di sampingnya dengan benda itu. “Kenapa kau selalu berpikir negatif tentang aku? Tidak bisakah kau membuang otak kotormu itu ke tempat sampah.” Pria itu mendengus keras. “Kau yang memulainya. Jangan memberi informasi hanya setengah-setengah jika kau tidak mau orang lain menyalah artikan maksudmu.” “Pertama aku tidak menjual tubuhku. Ingat itu!” “Catat!” Brady menyahut dengan nada ketus. “Lanjutkan dengan topik tentang payudaramu. Kenapa kau melihatnya dan kenapa kau terlihat sedih saat kau memandangi bagian tubuhmu yang itu.” Midnight seketika sadar. “Pembicaraan ini sama sekali tidak pantas.” Ucapnya. “Kau tidak bisa berhenti sekarang, Miss Winters.” “Ya… ya… ya… aku tahu.” Ia memperbaiki posisi duduknya. “Aku butuh uang untuk membiayai operasi implant payudaraku.” “Ha?” kali ini Brady benar-benar terkejut dengan ucapannya. “Apa kau bilang?” “Karena ukuran payudaraku terlalu kecil, kurasa sebaiknya aku melakukan implant p******a. Bukankah itu ide brilian?” Brady melongo. Mulutnya membentuk huruf O besar. “Kau baik-baik saja?” “Aku sedang dalam keadaan baik dan sehat.” Brady menggeleng tidak percaya. “Jadi, kenapa kau ingin sekali melakukan implant p******a? Bukankah itu berbahaya?” Midnight menggeleng. “Tidak. Banyak sekali model melakukan hal serupa demi mendapatkan penampilan terbaik mereka. Kurasa tidak ada salahnya aku mencoba cara mereka. Aku sempat berpikir, payudaraku gagal tumbuh.” “Jika itu yang kau inginkan, Mid.” Brady lagi-lagi merangkum wajah Midnihgt dengan telapak tangannya yang lebar. “Aku akan memberimu uang untuk memperbaiki bentuk payudaramu. Tapi, sungguh, aku butuh alasan terbaik kenapa kau tidak menyukai bentuk tubuhmu sendiri.” “Mereka gagal tumbuh, Brady. Sebagai seorang wanita dewasa, aku justru terlihat seperti anak-anak. Mungkin itulah alasan kenapa para pria di luar sana tidak tertarik padaku.” “Kau berpikir dengan d**a berisi para pria akan lebih melihatmu? Begitu?” “Tentu saja. Aku baru saja membuktikannya.” Midnight memberanikan diri menatap mata Brady. “Kau memilih pramugari dan pelayan paling sexy karena keindahan tubuh mereka, bukan?” “Dan ini sama sekali tidak ada hubungannya denganku.” “Memang.” Midnight membenarkan. “Tapi kau dan semua laki-laki di luar sana sama saja.” “Jika kau bertanya pendapatku, aku akan mengatakan kau sempurna.” Ucapan itu membungkam telak mulut Midnight. Bagaimana pria seperti Brady justru mengatakan kalau dirinya sempurna? Apakah pria itu sedang berusaha menghiburnya? Midnight meneguk salivanya kasar. Tidak. Brady pasti sedang membual. “Aku bersumpah atas nama ibuku, kau sempurna, Midnight Emmaline Winters.” “Kau membual.” Midnight membantah. “In my eyes you are a form of perfection. You are like a Goddess that all men in this world need.” “Brady…” Midnight semakin tidak nyaman dengan pembicaraan mereka. “Midinight,” Brady mengusap rambut panjangnya. Pria itu tersenyum simpul. “Jangan biarkan pandangan orang mengubah jati dirimu. Ingatlah, racun itu tidak hanya datang dari orang lain saja. Tubuh dan pikiran kita sendiri bisa menghasilkan racun yang sangat berbahaya. Cobalah untuk menerima diri sendiri dengan sebaik mungkin. Kau berhak bahagia tanpa harus melukai dirimu sendiri.” Kau berhak bahagia, Midnight. Ia mengulang kata-kata Brady di hati dan benaknya. Mungkinkah apa yang dikatakan Brady ada benarnya?  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD