CHAPTER-18. I WANT TO FUVK YOU.
UNTUK pertama kalinya Brady tidak keluar dengan teman-temannya setelah memenangkan balapan. Jika biasanya dia pergi ke club atau sekedar minum bersama rekan satu timnya untuk merayakan kemenangan, kali ini ia memilih untuk tinggal di hotel bersama seorang gadis berambut pirang panjang yang begitu memesona. Brady mengamati bagaimana Midnight dengan sengaja menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri saat memasuki dapur kecil di ruangan tersebut. Ia menghela napas, gadis kecil itu benar-benar menguji kesabarannya.
Sebuah suara dentingan gelas menarik perhatian Brady. Ia membayangkan bagaimana gadis itu mengambil gelas dan menuang anggur yang sengaja dipesannya lalu menyesap minuman tersebut dengan perlahan. Menyingkirkan jauh-jauh rasa penasarannya, Brady memilih berjalan menghampiri ponsel yang tergeletak di atas meja. Ia tahu sesuatu akan terjadi malam ini, maka dari itu ia memilih jalan aman untuk mereka berdua dengan menghubungi Lennon.
Butuh dua kali deringan hingga Lennon tersambung dengannya. “Ya?” pria itu bertanya dari ujung telepon.
“Aku kehabisan kondom.” Ucap Brady singkat.
“Berapa yang kau butuhkan?”
“Mungkin tiga.” Brady memasukkan salah satu tangan ke saku celana.
“Aku akan mengantarnya sepuluh menit dari sekarang.”
Panggilan telepon terputus, Brady memeriksa beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Kali ini sang ibu tidak lagi menggodanya. Jujur, ia merindukan pesan-pesan yang masuk dari keluarganya. Sepertinya mereka semua kompak tidak menghubunginya malam. Brady mulai bertanya-tanya, apa yang sedang direncanakan keluarganya?
Lima menit berlalu, terdengar suara ketukan. Brady berjalan menghampiri pintu dan menemukan Lennon berdiri di luar dengan membawa lima buah kondom di tangannya. Saat mendapati benda itu di telapak tangan pria itu, Brady hanya bisa mengangkat sebelah alis. “Lima?”
Lennon menahan senyuman. “Kurasa tiga tidak akan cukup.”
“Bagaiamana-“
Lennon mengangkat sebelah alis dan berkata dengan suara berbisik. “Tiga kali tidak akan membuatmu puas, Bung. Percayalah padaku.”
Kata-kata Lennon terdengar seperti ejekan. “Sebelumnya aku tidak berniat meniduri gadis itu.”
Pria itu hanya mengedikkan bahu singkat. “Aku tahu. Dia gadis kecil yang penasaran dengan seks dan kau adalah sasaran yang tepat. Kau akan menang banyak, Brady.”
“Kau tahu seleraku.” Brady membantah tuduhan Lennon. d**a besar, b****g sekal, bibir penuh dan wanita berpengalaman adalah tipenya. Sedangkan Midnight, dia hanyalah gadis polos yang tidak masuk dalam kategori wanita pilihannya.
“Saranku, jangan kecewakan dia.” Lennon berbalik sebelum Brady sempat mengucapkan sesuatu. “Jika kau tidak mau memberinya kepuasan. Tolong antar dia ke kamarku, aku akan dengan senang hati menerimanya di ranjangku.” Ucap pria itu sambil lalu.
“b******k!” Umpat Brady keras sambil membanting pintu dan berbalik dengan kesal. Baiklah, Mindight memang bukan tipenya tapi bukan berarti Lennon bisa meniduri gadis itu seenaknya. Sekali lagi, Midnight bukanlah piala bergilir yang bisa ditiduri oleh… Tuhan, tolong lindungi Brady!
Di sana, Midnight berdiri dalam balutan lingerie berwarna putih. Gadis itu membawa dua gelas anggur di tangannya. Belahan dadanya yang begitu rendah, nyaris membuat putting gadis itu terlihat. Brady meneguk salivanya kasar. Sebelumnya dia telah melihat bagian atas tubuh Midnight tapi lingerie itu entah bagaimana telah mengubah Si Kecil Midnight menjadi wanita dewasa hanya dalam sekejap mata. Brady bertanya-tanya dari mana Midnight mendapatkan pakaian itu? Pertanyaan itu tidaklah penting, ada hal yang jauh lebih penting dari sebuah baju; siapa yang telah membantu Midnight berdandan seperti itu?
Lipstik merah menyala, pipi merah muda natural dan bulu mata palsu di kelopak mata Midnight. Oh, jangan lupakan tatanan rambut yang semula lurus kini berubah bergelombang. Semua itu tak luput dari perhatian Brady. Setiap detailnya, gadis itu sungguh berbeda! Tiba-tiba seolah ada yang sengaja mengambil oksigen dari paru-parunya, d**a Brady terasa sesak. Terlebih saat Midnight menghampirinya dan menyerahkan segelas anggur padanya. Brady menerima gelas tersebut dengan tangan bergetar. Sial!
“Aku tidak mau minum sendiri.” ujar gadis itu dengan suara menggoda. “Ngomong-ngomong, apa itu di tanganmu?” Midnight menunjuk dengan dagunya sesuatu yang sejak tadi ia pegang. Lima buah kondom. Luar biasa!
Ia menurunkan pandangan dengan gerakan slow motion demi melihat lima buah kondom di tangannya sambil menahan rasa malu. Karena tidak tahu harus berbuat apa, Brady hanya bisa membuang muka. Terlihat sekali kalau dia tidak sabar memulai permainan ranjang dengan Midnight.
“Apa kita membutuhkannya?” Midnight kembali menyesap anggurnya. “Coba kuhitung, ada berapa kondom yang kita miliki? Apa Lennon yang mengantar benda-benda ini?” gadis itu merebut kondom dari tangan Brady dan mulai menghitung.
Semua sudah terjadi dan Brady tidak punya pilihan selain menghadapi gadis itu. Midnight mulai menghitung, senyum kecil bertengger di wajah cantiknya. Selesai menghitung, Midnight mendongakkan kepala. “Kau tidak menjawab pertanyaanku, Brady.”
Brady mengerjapkan mata berkali-kali. Ia berdeham singkat demi mengembalikan kesadarannya yang telah diambil paksa oleh pesona Iblis kecil bernama Midnight. “Mana yang perlu kujawab?”
“Tidak ada.” Midnight mengembalikan kondom-kondom itu ke tangan Brady. “Aku mendengar pembicaraanmu dengan Lennon. Oh, sungguh menyedihkan sekali aku ini.” Gadis itu berjalan meninggalkan Brady seorang diri. Lagi-lagi dengan sengaja menggerakkan pinggul. “Aku bukan tipemu. Jadi, seperti apa wanita yang selalu menarik perhatianmu?”
Merasa bersalah dengan ucapannya tadi, Brady buru-buru mengejar Midnight. “Mid, aku tidak bermaksud seperti itu. Kau tahu aku-“
“Sssttt…” gadis itu mengangkat sebelah tangannya. “Aku tahu aku tidak menarik, cantik, atau bahkan berpengalaman.” Ia menakankan satu kata terakhirnya. “Untungnya Lennon masih mau menerimaku jika kita berdua gagal memulai sesuatu. Sekarang aku benar-benar pesimis.” Midnight memutar tubuh, menghadap Brady. Kepalanya meneleng saat ia melihat wajah pria itu.
“Midnight, dengarkan aku!”
Midnight menggeleng pelan. “Aku tidak mau mendengar apa pun darimu, Brady. Aku sudah tahu di mana posisiku sekarang.”
“Mid,” Brady mulai kehilangan kesabarannya. Ia melangkah maju dan berhenti hanya beberapa centi di hadapan gadis itu. Satu tangan Brady terulur untuk menarik pinggang gadis hingga d**a Midnight menabrak dadanya dengan cukup beras.
“Aw!” Midnight mengaduh keras tapi Brady mengabaikannya.
“Kau harus mendengarkan ak-“
“Tidak!” Midnight menolak tegas untuk mendengarkannya. “Apa pun yang telah kau katakan padaku, aku sama sekali tidak tersinggung. Jangan khawatir, Bung!”
Bung? Sejak kapan Midnight memanggilnya seperti itu? Kini Brady tahu kalau dia telah melakukan kesalahan fatal. Ia telah menyakiti perasaan Midnight. Malam ini seharusnya mereka bersenang-senang dan karena kebodohannya, Brady tidak yakin ia sanggup membawa Midnight ke ranjangnya. “Kau salah paham, Mid.”
“Salah paham?” ulang Midnight. Ia menoleh ke samping dan menemukan sebuah meja tak jauh dari mereka. Midnight meneguk anggur di tangannya hingga tandas lalu meletakkan gelas kosong di meja. “Tidak ada yang salah dengan kata-katamu, Brady. Kau sepenuhnya benar, aku menyadari betapa tidak menarik dan tidak cantiknya diriku. Kau tahu kenapa aku memakai lingerie malam ini?”
Rasa bersalah kembali menguasai Brady. Ia merutuki sikap dan keteledorannya dalam berucap. “Midnight, aku minta maaf.”
Midnight membawa jemarinya untuk membelai rahang Brady. Gadis itu enggan menatap mata Brady dan lebih memilih untuk memusatkan perhatiannya pada bibir pria yang selama ini menarik perhatiannya. Midnight membelai bibir bawah Brady dengan telunjuk. Ia memamjukan wajah dan menjilat sisa anggur di sudut bibir Brady. “Manis.” Gumamnya sembari menarik diri. “Aku tidak tahu anggur bisa seenak ini.”
Merasa ada yang aneh dengan sikap Midnight, Brady menutuskan untuk tidak menanggapi. Sepertinya gadis itu terlalu banyak meminum anggur. Kali ini ia tidak mau gegabah, Brady akan menunggu Midnight menyelesaikan bagiannya. Ia akan berkonsentrasi dengan gadis itu. Ya, meski rasanya sangat sulit karena ada begitu banyak bagian tubuh Midnight yang menarik perhatiannya.
“Seharusnya kita membuka lebih dari satu botol anggur.”
Itu ide terbodoh yang pernah Brady dengar.
“Satu botol tidak akan cukup untuk malam panjang ini.” Gadis itu kembali menunduk dan mencuri satu ciuman singkat dari bibir Brady. “Apa Lennon juga punya anggur enak ini?”
“Kenapa kau memakai limgerie?” Demi menjaga kewarasannya Brady memilih melenyapkan nama Lennon dari pembicaraaan mereka. Sekarang dia benar-benar yakin kalau Midnight memang sudah mabuk. “Berapa banyak yang kau minum?”
“Cukup banyak tapi kau tidak perlu khawatir karena aku sama sekali tidak mabuk.”
Sebelah alis Brady terangkat cukup tinggi. “Kau yakin itu?”
“Sangat yakin.” Midnight sedikit berjinjit untuk bisa berdiri sejajar dengan Brady. “Jangan melihatku seperti itu.”
“Seperti apa?” jemari Brady bergerak menyusuri pinggul Midnight. Hanya kain broklat tipis yang memisahkan kulit mereka. Dalam benaknya, Brady mampu mengoyak lingerie itu hanya dengan satu hentakan.
“Seolah aku ini adalah makhluk asing yang baru saja turun ke bumi.” Sebuah kecupan kembali ia curi dari bibir Brady. Kali ini dengan kurun waktu yang mampu membangkitkan sesuatu di dalam celana Brady. Midnight memajukan tubuh, membuat d**a mereka bersentuhan. Meski ukuran d**a Midnight tidak terlalu besar, hal itu cukup membuat gairah Brady yang sudah tersulut semakin berkobar. Brady melirik dari ekor matanya, sepasang putting merah muda mengejek harga dirinya. Setan dalam kepalanya pun ikut andil dalam hal ini. Sepertinya, dunia sedang beraliansi mempermalukan Brady.
“Kau adalah Iblis Kecil yang sedang mabuk.”
“Sudah kubilang aku sedang tidak mabuk.” Bantah Midnight tegas. “Aku ingin menjadikan malam ini istimewa untuk kita berdua. Maka dari itu aku memilih lingerie ketimbang piyama. Kuharap kau tidak keberatan.”
Seharusnya memang tidak, bahkan Brady seharusnya senang dengan penamppilan baru Midnight. Hanya saja, ia tidak suka dikendalikan oleh orang lain, terutama gadis seperti Midnight. “Tapi aku memang keberatan.”
“Oh…” Midnight mendesah lemah dengan nada dramatis. “Lain kali aku akan memakai celana jeans saat tidur.”
“Itu konyol!” Brady mencondongkan wajah, berniat mencium Midnight tapi gadis itu berhasil mengelak dengan cepat.
“Ups!” Senyum penuh kemenangan terlukis jelas di wajah Midnight. “Apa yang akan kau lakukan?”
“Kau mempermainkanku?” Brady mencekeram erat pinggul Midnight. Ia melihat kilatan nakal di manik mata gadis itu. Hanya butuh satu gerakan kecil untuk mengunci bibir Midnight dengan bibirnya tetapi Brady tidak ingin tergesa-gesa. Ia tidak tahu apakah ia masih punya kesempatan membawa gadis itu ranjangnya atau tidak. Yang pasti, Brady tidak akan menyerah semudah itu. Jika biasanya ia selalu mendapatkan wanita mana pun yang diinginkannya, kali ini Brady yakin hal itu juga berlaku intuk kasus Midnight.
Midnight enggan menjawab pertanyaan Brady. Sebaliknya, gadis itu justru berjinjit dan mengecup bibir Brady dengan rakus. Satu tangan Midnight membelai lembut d**a pria yang kini hampir kehilangan kendali atas dirinya itu. Lidah Midnight menjelajah mulut Brady, mengabsen gigu-giginya pria itu sementara kedua tangannya mulai melepas satu per satu kemeja yang dikenakan oleh Brady.
Setelah sekian lama akhirnya Midnight berada di kancing terakhir. Ia menarik ke kemeja Brady dengan terburu-buru dan membuang benda itu ke lantai. Midnight menyusuri bagian tubuh Brady dengan jemari-jemari lentiknya. Ia mengerang di dalam mulut pria itu saat Brady melakukan hal serupa. Dengan satu hentakan, ia melepaskan diri dari pria itu. Napasnya terengah, dadanya naik-turun dan pandangannya hanya tertuju pada manik mata Brady. “Brady…” gumamnya tepat di depan bibir pria itu.
“Mid…” Brady kembali menerkam gadis itu. Ini adalah kesempatan emas yang dia miliki. Ia tidak akan membiarkan Midnight lari darinya sebelum mereka menyelesaikan apa yang sudah dimulai oleh gadis itu. Brady menarik tali kecil di bahu Midnight, lingerie yang semula menutup tubuh Midnight kini terjatuh begitu saja ke lantai. Benda itu kini teronggok tak berdaya di bawah kaki Midnight. Brady mengambil napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk melihat pemandangan terindah di hadapannya. Tubuh Midnight.
Sepasang kaki jenjang menyambut rasa penasaran Brady akan betapa indahnya tubuh Midnight. Brady membawanya pandangannya menjelajah tubuh gadis itu. Paha Midnight sehalus sutra, tatapan Brady terus melaju ke atas dan berhenti di bagian sensitive Midnight yang terbalut kain broklat tipis. Cepat-cepat Brady mengalihkan pandangannya dari sana, ia sampai di perut rata gadis itu, mulai membayangkan bagaimana rasanya jika kedua tangannya sampai di sana?
Kembali melanjutkan penjelajahannya, Brady sampai di gundukan kenyal di d**a gadis itu. Persis seperti yang diingatnya sebelum hari ini, ukurannya hanya sebesar buah apel dengan putting merah muda. Tidak terlalu besar tetapi cukup untuk memuaskan Brady. Ia mengulurkan tangan, menyentuh salah satu di antara mereka. Dengan ibu jari dan telunjuknya, perlahan Brady memelintir putting p******a Midnight.
“Arghtt…” geraman rendah itu lolos begitu saja dari tenggorokan Midnight. Brady mengangkat wajah untuk melihat gadis itu. Brady menyukai ekspresi Midnight saat ia menyentuh gadis itu. Gairahnya semakin berkobar hanya karena melihat permohohan yang tersirat dari mata Midnight.
Dengan tekad sekuat baja, Brady mengulurkan kedua tangannya dan meremas buah d**a Midnight. Gadis itu bergerak tak nyaman di bawah sentuhannya. Tepat sesuai dugaannya, p******a Midnight padat dan berisi, juga sekenyal yang ia bayangkan selama ini. Meski tidak sempat mengklaim kalau tubuh Midnight tidak termasuk dalam tipenya, kali ini Brady ingin meralat semua yang pernah ia ucapkan. Midnight jauh lebih baik dari wanita mana pun yang pernah ia tiduri. Gadis itu berbeda dari yang lain. Mereka bahkan belum memulai akan tetapi Brady bersumpah tidak akan pernah merasa puas menghabiskan seluruh waktunya bersama Midnight.
“Perfect.”
“Kau suka?” Midnight menangkap kedua tangan Brady dan menjauhkan dari dadanya. “Pasti jauh dari ekspektasim.”
“Ya. Kau benar.” Brady mengakui. “Benar-benar jauh dari ekspektasiku. Sangat jauh. Seperti langut dan bumi. Aku tidak pernah merasa sehaus ini sebelumnya.”
Midnight meletakkan kedua tangan Brady di pinggulnya. “Kurasa kau butuh anggur lagi.”
Satu-satunya yang Brady butuhkan bukanlah anggur melainkan gadis di hadapannya. “Aku sudah terlalu mabuk.”
Mendengar ucapannya, Midnight mengerutkan kening tidak percaya. “Maaf?”
“Kau membuatku mabuk.”
“Bagus. Jadi apa pendapatmu? Apa di matamu aku masih terlihat seperti anak-anak?”
Sejujurnya hanya sedikit perubahan yang ada pada diri Midnight. Hanya saja Brady tidak mau mengacaukan momen indah yang mereka miliki saat ini. “Tidak lagi.” dustanya.
Seringai licik terlukis di wajah Midnight. Gadis itu membelai perut kotak-kotak Brady dengan kedua tangannya. Ia berhenti sejenak untuk melepas kancing celana Brady dan menarik resletingnya turun. Midnight menarik turun celana Brady sembari menciumi leher pria itu. Ia berbisik di d**a Brady, “Aku penasaran seperti apa bentuknya. Apa kau akan mengijinkanku melihatnya?”
Kali ini Brady yakin kalau gadis ini adalah iblis. Kata-katanya berlumur dosa serta sentuhannya penuh dengan rayuan. Brady meneguk salivanya kasar, ia ragu apakah Midnight benar-benar masih suci atau sudah ternoda. Apa pun itu, ia sama sekali tidak peduli. Brady menyukai kepribadian Midnight, bukan kelamin gadis itu. “Kau boleh memeriksanya sendiri.”
Setelah mendengar jawabannya, tidak butuh waktu lama bagi Midnight untuk melucuti celananya. Gadis itu menyingkirkan kain-kain bodoh yang melilit bagian sensiif milik Brady. Ia memandang bagian yang sudah sangat keras dengan ukuran cukup besar itu dengan takjub. Puas menatapnya, Midnight mengangkat dagu, melihat ke dalam manik mata Brady. “I want to f4ck you.” Ucapnya tegas dan tak terbantahkan.