12. Melihat Buku Dari Cover

1609 Words
Avia memandang lauk di meja makannya, sama seperti biasa, masih sangat banyak padahal meraka hanya makan bertiga. Ah tidak! Ada satu lagi makhluk yang baru datang dengan gaun mewahnya. Sepertinya dia belum ganti baju setelah acara yang entah apa-tadi? Wanita bernama Jasmine itu mengecup pipi ayahnya lalu menghampiri sang ibu untuk mengecup pipi ibunya dengan penuh kasih sayang. Avia hanya berdecih, lalu Jasmine menghampiri Avia sambil meletakkan berkas di atas mejanya. Avia menggeser berkas itu agar tak mengenai piringnya, diiringi dengan tatapan kesal. “Aku sudah melakukan riset dan itu hasilnya,” tukas Jasmine sambil duduk di atas kursi tepat di samping Avia. Seorang asisten rumah tangga membalik piring untuknya dan dia hanya tersenyum ketus menatap wanita paruh baya yang menampilkan senyum terbaiknya. “Riset apa?” tanya Avia enggan melirik sedikit pun pada tumpukan kertas yang sudah dijilid dengan spiral. Sangat rapih seperti makalah! “Pesta pernikahan untuk kakak tersayang lah, aku susah payah menghubungi vendor, gedung dan lain sebagainya untuk pernikahan kakak minggu depan,” ucap Jasmine. Margaretha tersenyum bangga dan memegang tangan suaminya, “lihat Mas, Jasmine begitu menyayangi kakaknya, tapi kakaknya bahkan tidak menghargai usahanya,” ucapnya mengompori. Avia tersenyum miring dan mengangkat wajahnya dari piring di hadapannya, lalu dia mengambil berkas itu, membacanya sekilas. Dia menoleh pada Jasmine yang mencicipi makan malamnya, “Kamu mungkin hanya menjentikkan jari kamu dan meminta asisten kamu menyusun ini semua, tapi sayangnya aku enggak butuh!” ujar Avia menggeser kertas itu ke arah sang adik. “Kak, hargai usahaku,” geram Jasmine. Avia menoleh ke arah ayahnya dengan pandangan nanar. “Aku sudah bilang kan Pa, kalau aku enggak mau resepsi, hanya pernikahan sederhana! Sudah. Enggak perlu ada publikasi dan lain sebagainya,” ujar Avia. “Kak,” panggil Jasmine, “kakak itu anak sulung di keluarga ini, kakak harus dirayakan, agar semua orang tahu kalau kakak sudah menikah,” ungkap Jasmine berpura-pura begitu peduli pada kakaknya. “Agar semua bisa mempermalukanku tepatnya. Sudahlah Jasmine jangan beradu acting, aku enggak butuh niat busuk kamu, dan juga sampai sekarang enggak ada yang tahu aku anak Wishnu Santana, aku harap selamanya orang enggak akan tahu itu, bukankah memilikiku begitu memalukan keluarga ini?” “AVIA MAHARANI!” sentak Wishnu yang sedari tadi hanya mendengar perdebatan di ruang makan itu. Avia berdiri dan memandang ayahnya. “Hanya menikah Pa! Pernikahan sederhana!” ucapnya mengulang kata-katanya, lalu dia meninggalkan ruang makan itu dengan langkah cepat. Masih bisa terdengar suara pintu dibanting ketika dia memasuki kamarnya. Sang asisten rumah tangga yang sedari kecil merawatnya hanya menghela napas panjang. Lalu mengambil piring bekas makan Avia. “Sudahlah Mas, jangan emosi, nanti darah tinggi kamu kumat. Biar saja jika memang dia ingin seperti itu, masih ada Jasmine, pernikahannya haruslah meriah nanti,” ucap Margaretha. Wishnu hanya menghela napas panjang. Lalu melanjutkan makannya. Avia berbaring di ranjangnya dengan wajah penuh amarah, dicengkram seprai kuat-kuat lalu dia memukulkan tangannya di kasur yang sangat empuk itu. Dia kemudian mengecek ponselnya, ada pesan masuk dari Dirga yang mengirim fotonya bersama adik-adiknya di depan rumah baru yang akan mereka tempati sebentar lagi. “Bagaimana pendapat mereka dengan rumah itu?” tanya Avia dalam pesannya. “Mereka sangat menyukainya, terima kasih Avia,” balas Dirga bahkan tak sampai satu menit setelah Avia mengirim pesan. “Good!” Avia kemudian memutuskan untuk berdiri, menyibak tirai di kamarnya untuk melihat ke arah kolam renang yang memantulkan cahaya rembulan malam ini. Cuaca begitu cerah, namun hatinya begitu muram, tatapannya mengarah ke atas nakas, di mana terdapat foto seorang wanita cantik memakai gaun berwarna biru muda, tengah merangkul anak kecil dengan gaun yang senada dengannya. Ibunya! Begitu cantik dan sangat baik, mungkin benar kata orang. Bahwa seorang yang baik akan sangat cepat dijemput Tuhan. Tapi Tuhan ... Avia masih belum puas mendapat kasih sayangnya. *** Pada hari yang dijanjikan, Avia menjemput Dirga dan ketiga adiknya, ini kali pertama dia bertemu adiknya secara lengkap. Gang rumah Dirga bahkan tak bisa dilalui kendaraan roda empat, sehingga Avia harus menunggu di depan minimarket depan gang. Dari depan minimarket itu dia kemudian melihat sosok pria dewasa yang merangkul adiknya yang paling kecil. Avia merasa perlu turun dari mobil. Lalu dia menatap gadis manis yang berjalan di belakang Dirga. Dia sudah beberapa kali melihatnya di rumah sakit. Gadis dengan pandangan tajam sama seperti Avia. Lalu, ah anak itu sudah jauh lebih segar, matanya cukup tajam ketika terbuka. Karena selama Avia melihatnya dia selalu sedang terlelap. Ada satu yang mengganggu pandangan Avia, mereka menggunakan apa sebenarnya? Lihatlah pakaian itu? Mengapa begitu kusam? Bukankah dia menggaji Dirga cukup besar? Mengapa dia tak bisa membelikan adik-adiknya baju yang layak? “Hai,” sapa Dirga. Gadis kecil yang berada digenggaman tangannya tersenyum lebar sambil mendongak menatap Avia. “Halo,” sapa Avia dengan senyum terpaksa yang membuat wajahnya persis seperti penculik anak. “Ini adik terakhirku, Ersha, ini Kenzo, dan kamu sudah kenal Sierra,” ucap Dirga. Avia mengangguk lalu menyalami Ersha. “Hai Elsa,” sapa Avia. “Ersha,” ulang Ersha. “Ah iya, Elsa, lalu ini Kenzo?” ujar Avia menyalami Kenzo yang tak bisa menahan tawa melihat bibir adiknya mengerucut sebal, dia bukan tokoh dalam kartun! “Hai kak Avia, kakak akan menikahi bang Dirga ya?” ujar Kenzo ramah. “Bagimana dengan luka operasi kamu? Sudah control?” tanya Avia. “Sudah tadi pagi, perbannya sudah diganti,” ucap Kenzo yang saat ini menggunakan topi. “Hmm syukurlah,” jawab Avia, meski dia sebenarnya enggan berbasa-basi. Lalu dia menyalami Sierra yang hanya tersenyum tipis. Avia menggeleng pelan, kasihan sekali, dia masih remaja namun pakaiannya, apa tidak terlalu ketinggalan jaman? Kemeja yang digulung dan juga celana jeans yang tampak belel. “Ayo kita berangkat,” ucap Avia. “Biar aku yang menyetir,” ujar Dirga. “Oke,” jawab Avia, Dirga membukakan pintu untuk Avia yang duduk di depan, sementara ketiga adiknya duduk di belakang. Ersha terlihat sangat senang dan mengagumi interior mobil mewah itu, begitu pula dengan Kenzo. Hanya Sierra yang menatap sarkastik pada Avia yang kini memasang seat belt. Dirga menyalakan mobil itu, meski ini kali pertama dia membawa mobil mahal ini, namun dia cukup tahu beberapa hal. Mobil pun mulai melaju, Avia bisa mendengar bisik-bisik di belakang dan suara cekikikan Ersha dan Kenzo yang merasa sangat nyaman duduk di kursi mobil. Suara mesinnya yang halus nyaris tak terdengar. “Jangan lewat kanan, kita lewat kiri saja,” ucap Avia ketika Dirga ingin menyalakan lampu sein. “Lho tokonya kan di kanan?” tanya Dirga. “Aku mau singgah ke suatu tempat,” ucap Avia. Dirga tak bisa menolak permintaan Avia, dia memandu perjalanan Dirga, lalu memintanya menepi di depan sebuah butik. “Ada yang mau aku beli, ayo anak-anak kita turun,” ajak Avia ketika mobil sudah terparkir. Sierra melihat ke arah butik itu dan membuka pintu. Kenzo turun dari pintu satunya, Ersha keluar belakangan dan langsung menggandeng tangan Dirga. Avia berjalan di depan, memasuki toko pakaian itu yang kemudian mendapat sapaan hormat dari manager butik itu. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya manager itu. “Dandani mereka, ah enggak semua, kecuali laki-laki dewasa itu,” tunjuk Avia. Sierra hanya memandang pakaiannya dan terdiam hingga manager itu memanggil para pegawainya. “Satu orang beri tiga stel dan pakai-kan mereka satu stel pakaian, lengkap dengan aksesoris dan alas kaki. Jangan terlalu lama karena kami harus pergi ke suatu tempat,” ucap Avia tegas. “Baik Kak, kami akan mempersingkatnya,” ucap sang manager mengangguk pada para pegawainya yang sudah paham dengan permintaan Avia. Sierra melewati Avia, tinggi mereka bahkan hampir sama. “Apa kamu malu membawa kami yang kumuh ini?” tanya Sierra. Avia menoleh dan tersenyum miring. “Sejujurnya iya, jadi turuti saja permintaanku,” ucap Avia seperti tak bisa dibantah. Sierra sedikit mengentakkan kakinya ketika berjalan. Avia menggeleng pelan lalu menoleh ke arah Dirga yang menghampirinya. “Kenapa?” tanya Dirga. Avia berjalan menuju stand flat shoes dan melihat sepatu berwarna putih itu lalu memegangnya untuk mengamatinya. “Aku ingin mereka tidak dipandang sebelah mata nanti,” ucap Avia pelan. Dirga tersenyum tipis dan mengangguk. “Maaf aku enggak tahu kalau ... ya sebenarnya itu adalah pakaian terbaik mereka,” ucap Dirga tak enak hati. “Aku selalu mendengar peribahasa, jangan memandang sebuah buku dari covernya, tapi ... yang terjadi di area publik selalu sebaliknya, sebanyak apa pun kita memiliki uang, jika penampilan kita tidak baik, kita akan tetap dipandang sebelah mata. Dan mereka enggak berhak mendapat pandangan seperti itu.” “Tapi tiga pasang apa enggak terlalu banyak?” tanya Dirga. “Aku bahkan ingin memenuhi lemari pakaian mereka dengan baju-baju baru nantinya,” ujar Avia, lalu dia mengangkat tangannya untuk memanggil sang manager dan menghampirinya. Avia dan tak bisa dibantah selalu menjadi satu kesatuan. Pasti dia sedang meminta kartu nama sang manager untuk mengisi lemari adik-adiknya dengan pakaian baru nantinya. Dirga melihat ketiga adiknya yang tampak sudah berganti dengan pakaian yang sangat jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Avia hanya mengangguk setuju, dan para pegawai mencopot label harga di semua pakaian yang mereka kenakan dan membawa ke kasir. Mereka mendapat dua set pakaian lagi. Avia membayar dengan black cardnya tentu saja, lalu dia memandang ketiga adik Dirga yang sudah tampak jauh lebih baik dibanding sebelumnya. “Ayo berangkat,” ujar Avia melihat jam tangannya. Dirga berbisik pada ketiga adiknya. “Terima kasih kak Avia,” tukas Ersha yang memakai baju terusan sangat cantik berwarna putih dengan aksen bunga kecil. “Ya sama-sama Elsa,” jawab Avia. “Ersha,” ralat Sierra. Avia hanya mengangkat bahu acuh dan lagi-lagi berjalan lebih dulu ke luar dari butik itu. Dirga menatap Sierra seolah memintanya memaklumi tingkah laku calon kakak iparnya yang sesuka hati itu! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD