Story Of Love - Bab 7

1436 Words
Bab 7 Selama perjalanan Davis terlihat semakin gundah gulana, tak sedikit perasaannya ingin sesegera mungkin sampai di rumahnya sendiri. Ia ingin segera memeluk istri dan anaknya, Davis pun terus-menerus memandangi foto Naira yang terlihat tersenyum itu. “Sayang, entah mengapa aku sudah tak tahan menahan rindu ini.” ucap Davis sembari menatap lekat wajah Naira, “Aku mencintai mu dan sangat-sangat mencintaimu,” ucapnya kembali. Beberapa jam kemudian, Davis sudah sampai di Bandara yang Soekarno-Hatta. Supir pribadinya terlihat sudah menunggunya, “Naira tau saya pulang gak pak?” tanya Davis. “Enggak Tuan muda,” jawab nya dengan singkat. “Ya Sudah pak, ayo jalan.” titah Davis, mobil pun melaju dengan kecepatan yang cukup bagi Davis. Namun perasaan tak sabar hadir kembali, ia berulang kali menggerakan sebelah kakinya seraya menahan rasa tidak sabarnya itu. Saat di perjalanan menuju rumah, ia meminta Supir pribadinya untuk mengantarkan nya terlebih dahulu ke sebuah tempat penjual bunga, ia ingin membeli sebucket bunga untuk Naira. Sebucket bunga mawar yang sangat di sukai Naira itu pun sudah berada di dalam genggaman Davis, Davis cukup romantis saat ini, harapannya hanya satu, Ia berharap saat ini Naira tidak lagi marah kepadanya. “Pak, Naira gimana dirumah?” tanya nya kepada supir. “Nona muda selalu di dalam Tuan, saya kurang tahu tapi kalau kemarin ke rumah sakit jemput Den Devano, saya yang antar.” sahutnya kembali. “Tapi anak saya sehat kan Pak?” “Se-sehat Tuan,” “Pak Wir pasti aneh mengapa aku menanyakan kesehatan anak ku pada nya,” gumam nya dalam hati. “Sebentar lagi sampai Tuan muda,” ucap supir kembali, Hati Davis berdegup dengan kencang. Ia tak tahu mengapa hal ini terjadi, mungkin karena Davis masih takut jika Naira marah kepadanya. Akhirnya Davis sampai di halaman rumahnya, ia segera keluar dari dalam mobil. Namun Naira terlihat sudah terlihat menyambutnya di depan pintu utama, Davis tersenyum dan Naira membalas senyuman yang di berikan oleh Davis dari kejauhan. “Haloooo Papa, lihat sayang Papa pulang tuh.” sambut Naira sembari tersenyum, Davis pun mencium kening Naira lalu memandang wajah sang anak yang sudah mulai terlihat mirip dengan dirinya. “Halo Devano Aksa Surya, maafkan Papa ya nak. maaf Papa tidak bisa menjemput kamu kemarin,” ucap Davis sembari beralih membawa Devano untuk di gendong olehnya. Naira tersenyum, “Gak apa-apa Papa, maafin Mama juga ya udah buat Papa rindu. Mama cuma ingin Papa cepet pulang dan bertemu vano,” sahut Naira. Davis mencubit kecil hidung Naira, “Mmmm, Nakal ya Mama ini.” Davis pun merangkul Naira dan mengajak nya untuk masuk kedalam, dan yang sebenarnya terjadi Naira memang sengaja membuat Davis merasa rindu agar Davis secepatnya pulang. Davis merasa bahagia karena tidak melihat kemarahan Naira seperti yang sudah di pikirkan oleh Davis sebelumnya, Davis pun menghabiskan waktu sejenak untuk berbincang hangat sembari memperhatikan anaknya yang sudah mulai terlihat tampan seperti dirinya. “Papa dan Mama kemana?” tanya Davis. “Mama disini sayang,” jawab Andini sembari tersenyum saat keluar dari dalam ruangan kamarnya, “Papa sudah ke kantor, katanya hari ini Papa mau ke kalimantan.” “Kalimantan?” tanya Davis. “Iya,” “Oh mungkin ada pertemuan mendadak,” jawab Davis singkat. “Oh Iya, Om mu lagi on the way dari Amerika.” “Iya katanya, dia mau urus surat-surat pernikahan.” “Dia mau nikah dimana sama Rachel?” tanya Davis. “Di Indonesia, Acaranya bulan depan sayang.” sahut Naira. “Oh gitu.” “Ya, mama sih seneng-seneng aja sayang kalau memang di Indonesia.” “Alasannya di Indo kenapa?” tanya Davis. “Kak Rachel takut kalau anak ku kena Virus, soalnya di sana lagi booming Virus.” jawab Naira. “Ya katanya temen ku juga sih,” timpal Davis, “Si Joe suruh Vaksin dulu lah,” tambahnya. “Ya iya lah, Om Joe udah ngerti duluan kali ah.” pekik Naira. “He-he-he,” Davis tertawa kecil karena melihat Naira yang terlihat gemas kepadanya. “Udah bisa eksekusi belum?” Bisik Davis di telinga Naira. “No, gak mau.” “Kalian lagi membicarakan apa sih?” tanya Andini sembari mengerutkan dahi miliknya, namun bukan Andini jika tak tahu apa yang sedang di bicarakan oleh mereka. Andini menarik napasnya dalam-dalam, “Belum saat nya Davis, tunggu 10 hari lagi. Naira masih luka,” ucap Andini sembari meninggalkan Davis, ia tertawa kecil saat mengucapkan kalimat itu. “Mmm-mmm Iya Mama,” sahut Davis, wajahnya memerah bak buah tomat karena menahan rasa malu terhadap ibunya. “Kamu sih, nanya gitu depan Mama.” ucap Naira sembari membekap dirinya sendiri. “Iya kan aku bisik-bisik, kamu jawabnya lantang banget. Aku jadi malu,” sahutnya kembali. “Ya aku kaget kamu bilang gitu, kamu sih gak tahu rasanya melahirkan.” Seru Naira, “Enak banget datang-datang minta eksekusi,” pekiknya sembari mendelikkan mata nya, Davis tersenyum lalu mencubit kecil hidung Naira. “Devano, ganteng jangan kaya mama ya.” “Emang aku kenapa?” “Terlalu jujur,” “Ya baguslah, emang kamu mau punya istri tukang bohong?” tanya Naira. “Enggak juga sih,” sahutnya. “Nah kan enggak, makanya bersyukur punya istri kaya aku.” “Terimakasih Tuhan kau telah memberiku seorang istri dan Anak yang baik dan selalu berusaha mencoba memberiku kebahagiaan,” tutur Davis. Ponsel Davis bergetar hebat, Naira pun segera merogoh ponsel tersebut. Nomer yang sama sekali tidak di kenal itu pun mencoba menghubungi Davis, lalu Naira menerima panggilan tersebut dan saat Naira mengatakan Halo, panggilan tersebut seakan sengaja di matikan. “Siapa dia?” “Entahlah, biarkan saja. Mungkin orang nyasar,” Ting, (Satu buah pesan masuk belum terbaca) “Bolehkah aku membukanya?” tanya Naira. “Buka saja,” Tanpa berpikir panjang, Naira segera membuka pesan tersebut. Lalu ia membaca pesan tersebut, “Mas Davis, maafkan aku karena sudah lancang datang ke dalam kamar hotel mu. Ayah memarahi ku dan aku di suruh olehnya meminta maaf padamu, makadari itu maafkanlah aku.” “Siapa dia?” tanya Naira. “Oh dia anak klien ku, dia membawakan file dan masuk tanpa permisi. Namun aku menahannya, karena aku tidak suka dengan hal yang berbau tidak sopan.” Jawab Davis dengan santai. “Dia wanita apa pria?” tanya Naira. “Wanita, seusia mu. Wajarlah masih kecil jadi aku marahi dia,” sahut Davis kembali, Naira terlihan mengerucutkan bibir mungilnya. “Sayang loh kok Marah sih?” tanya Davis kembali. “Enggak, tapi kalau ada orang nya udah aku tonjok tuh!” ucap Naira dengan gerakan tangan mengepal itu. “Takut bener,” celetuk Davis, “Mama mu cemburuan sekarang, padahal dulu santai banget nak. Tapi gak apa-apa, sebelum kamu besar biar Mama mu dulu yang jadi Bodyguard nya Papa. Setelah itu kamu yang harus melindungi kami,” jelas Davis di iringi gelak tawa kecil. “Ya cemburuan kan di ajari kamu,” celetuk Naira membalas kalimat yang di ucapkan oleh Davis. “Gak apa-apa, Papa suka kok Mam.” ujar Davis. “Awas aja, kamu selingkuh aku potong-potong punya mu.” Cerocos Naira, “Sampai tak tersisa,” lanjutnya kembali, Naira berbicara sembari tersenyum. “Ya iya sayang,” Sahutnya di iringi senyuman. “I Love you Papa nya Vano,” ucap Naira, “Love you Too mama nya Vano,” balas Davis kembali. Di tempat lain, Dave sedang dalam kesibukan. Dave sedang menemani Klien nya untuk bercengkrama mengenai bisnis yang sedang di jalani olehnya, Catherine pun ikut berbincang bersama. Catherine terlihat canggung saat bersama dengan Dave dan sebenarnya, Catherine sedang mencoba menghindari hasrat yang diberikan oleh Dave. Sesaat setelah mereka selesai berbincang, Dave pun terlihat meminta Catherine untuk bersedia diantarkan pulang olehnya. Namun, Catherine menolaknya dan Dave terus menerus memaksa dirinya. “Ayolah, Om Dave cuma mau antar kamu saja.” “Tidak Om, Terimakasih. Aku kan bawa mobil sendiri,” “Mobil mu biar simpan saja disini, nanti Om suruh Iwan bawakan kerumah mu.” “Tidak Om, Terimakasih atas tawarannya. Lagipula tadi Tante Andini menghubungiku, katanya Davis sudah pulang dan aku sudah terlanjur mengatakan bahwa Om tidak ada jadwal ke luar kota.” “Aku kan sudah bilang kepada mu Catherine, aku sudah meminta mu untuk mengatakan pada Andini bahwa aku beralasan pergi ke Kalimantan.” “Aku tidak bisa membohongi tante Andini, jadi aku mohon Om berpikirlah lebih dewasa.” “Ya sudah kalau seperti itu, terimakasih karena kau sudah menolak ajakan ku.” Catherine pun bergumam dalam hati, “Kenapa dia? Bukankah dia dahulu tidak suka dengan perselingkuhan, aku harus mencari tahu mengapa dia seperti ini.” Hati nya bertanya-tanya dengan sikap Dave saat ini, Catherine pun terlihat segera masuk kedalam mobil miliknya dan berpamitan pada Dave sesegera mungkin. “Kenapa dia seperti itu ya? Kenapa dia menolak ku? Apa ada yang salah denganku?” tanya Dave seketika, “Andaikan kau tahu, aku merasa nyaman saat melihat mu dan bagiku, Andini sudah sangatlah berbeda.” ucap Dave kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD