Story Of Love - Bab 8

1176 Words
Nyanyian tidur untuk Devano terdengar sangat merdu keluar dari dalam mulut Davis, ia memang sangat pandai bernyanyi. Apalagi lagu-lagu bernada sendu, Naira duduk di atas sofa, duduk dengan tatapan yang sangat bahagia. “Tidurlah anak ku sayang, Papa sangat mencintai mu. Tumbuhlah jadi anak yang membanggakan,” lirik dari lagu yang di nyanyikan Davis sangatlah indah, Nair tersenyum apik mendengar nyanyian itu. “Sayang,” Davis tersenyum, “Apa sayang?” “Kok kamu gak pernah nyanyiin lagu indah buat aku sih,” Protes Naira sembari beranjak dari duduk nya lalu, berjalan menghampiri Davis yang sedang menggendong Devano. “Emang mau di nyanyiin apa sih?” tanya Davis. “Banyak lah,” rengek Naira dengan manja, ia memeluk Davis dari belakang lalu mengecup kilas pungguk Davis, Davis merasa kegelian. Ia pun menggetarkan seluruh badannya dengan hebat, lalu tersenyum nakal saat menoleh ke arah wajah Naira. “Eksekusi belum boleh? Tapi,” rengek Davis terhadap Naira, Naira mengerucutkan bibir tipisnya. “Tapi apa?” tanya Naira dengan sarkas. “Tapi kamu menggoda aku,” keluh Davis dengan manja, “aku kan jadi pengen,” keluh nya kembali. “Kan bisa sendiri?” goda Naira sembari meraba junior milik Davis, “bisa sendiri gitu,” He-he-he, ledek nya untuk Davis di iringi tawa yang cukup keras. “Ledekin aja terus, sampai nanti suami mu ini bermimpi menjamah mu!” ucap Davis dengan nada yang sangat tegas, “Davis, Davis, malang sekali nasib mu.” keluh nya kembali. Naira kembali tertawa mendengar keluhan suaminya, “Bukan kamu aja, suami-suami yang lain juga sama kok.” jawab Naira. “Tapi istrinya sama-sama menggoda gak? Soalnya kamu diam aja, aku merasa tergoda.” pekik Davis. “Oh ya, jadi cerita nya bapak ini sedang memuji-muji saya karena inginkan sesuatu?” goda Naira kembali. “Sayang, boleh bertanya tapi jangan sambil pegang junior ku.” keluh Davis karena merasa geli, Naira kembali tertawa kecil mendengar rengekan serta keluhan suaminya. “Aaaaaah,” Desah Davis, Devano yang masih berada dalam gendongan nya pun terlihat tertidur dengan pulas. “Eits, jangan gitu ah. Nanti anak bayi denger,” Goda Naira kembali. “Sayang, mau dong...” rengek Davis kembali, “please aku pengen nih.” rengek nya kembali. Naira menggelengkan kepalanya dengan pelan, “kata Mama, jangan dulu.” “Kenapa?” “Soalnya jahitan nya masih perih, terus belum empat puluh hari.” terang Naira. “Kalau begitu kenapa kamu menggoda ku?” tanya Davis sedikit mengeluh. “karena aku gemas melihat wajah mu, sedari tadi di bawah kamu tak lepas memandangi ku. Seakan otak mu sedang traveling kemana-mana,” Pekik Naira di iringi tawa, “Jadi aku niatkan untuk menggoda mu suamiku,” tambah Naira. “Ya Tuhan,” ucap Davis, ia menyimpan tubuh anaknya di atas baby box berukuran besar itu. Lalu ia menghampiri istrinya dan memeluk istrinya itu, setelah itu ia mengecup bibir istrinya dan mereka melepaskan rasa rindu dengan berciuman. Tak berselang lama, Davis yang sudah merasa tergoda itu, mencoba mendorong pelan dan membawa tubuh Naira ke atas sofa. Davis menindih tubuh Naira, Naira terlihat menggeleng pelan. “Jangan, aku takut sakit.” keluh nya sembari mengernyitkan dahi miliknya. “Gak akan sakit sayang, aku pelan-pelan kok.” ucap Davis mencoba meyakinkan Naira, Naira pun mengangguk. Davis mencoba melakukan foreplay kembali, Naira menikmati setiap gerakan tubuh yang diberikan oleh Davis. Sembari berdesis, Naira menikmati setiap sentuhan yang di berikan oleh suaminya. Ceklek.. Suara pintu terbuka, “Ya Tuhan, sabar nak. Naira baru saja tiga minggu 4 hari melahirkan,” ucap Andini sedikit berteriak, Naira terkejut dan segera mendorong tubuh Davis. Andini terlihat marah karena merasa khawatir dengan kesehatan menantunya, “Jahitan di area kewanitaan nya belum juga sembuh,” ujar Andini, “Mama takut terjadi hal yang buruk terhadapnya,” ujar Andini kembali. “Iya mama,” sahut Davis lemas, Davis pun menunduk malu begitu juga Naira. “Masih membutuhkan waktu 2 minggu untuk Naira benar-benar pulih, mengerti.” ucap Andini. “Ya Mama, Davis akan mencoba menahan nya.” seru Davis. “Mencoba kamu bilang? Tidak! kau harus menahan nya terlebih dahulu, apa kau tak merasa kasihan terhadap istri mu?” tanya Andini, “kalau Naira sakit, apa kau tidak merasa khawatir? Itu bisa terjadi infeksi Davis.” ucap Andini kembali. “Iya mama, maaf Davis tidak mengerti akan hal itu. Davis berjanji tidak akan memaksa Naira,” ucap Davis kembali dengan sangat pelan. “Aku yang menggoda kak Davis kok Mah.” timpal Naira mencoba membela Davis. “Tidak usah membela Davis, yang merasakan sakit itu kamu. Jadi kamu tidak mungkin mau begitu saja memberikan rasa sakit mu,” ujar Andini, Naira menundukkan kepalanya. “Sudah mama tidak mau lagi memberitahu kalian apapun yang sudah mama beritahu kepada kalian, mengerti?” tanya Andini, Andini memang sangatlah mengkhawatirkan Naira, ia takut jika sesuatu hal buruk terjadi pada menantu yang sangat di sayangi olehnya. “Iya Mama,” jawab Naira dan Davis bersama-sama, Andini pun berjalan menghampiri cucu kesayangannya. Lalu melihat wajah sang cucu yang terlihat sangat membuat nya bahagia, Andini menggendong Devano dengan wajah yang terlihat tersenyum lalu mengalihkan pandangannya kepada Kedua anaknya. “Maafkan Mama ya Davis, mama hanya takut.” “Tidak apa-apa mam, Davis mengerti kok.” “Mama hanya tidak ingin terjadi hal yang tidak kita inginkan, apalagi Naira anak perempuan mama satu-satu nya saat ini.” ujar nya kembali. “Ya Mama, Davis sangat mengerti dengan ke khawatiran Mama.” ucap Davis kembali. Naira pun berjalan menghampiri Andini, ia memberikan pelukan kepada ibu mertuanya itu. Naira tak lupa menatap nya terlebih dahulu, “makasih mama udah mengkhawatirkan Naira, Naira sangat bahagia memiliki ibu mertua seperti Mama.” tutur Naira, Andini pun mengecup kening Naira. “Jangan pernah meninggalkan Mama sendiri ya sayang, mama bahagia semenjak kedatangan mu. Hari-hari mama sangat berwarna sayang,” ujar Andini. “Iya Mama, Naira tidak akan pernah meninggalkan Mama walaupun sebentar.” balas Naira. Setelah Andini cukup puas menggendong dan memandangi wajah Devano, Andini pun berpamitan untuk kembali menuju kamarnya. Davis masih terdiam duduk di atas sofa, begitupun dengan Naira yang duduk di sampingnya. “Ingat pesan Mama ya,” ucapnya sebelum pergi, lalu ia melangkahkan kaki nya untuk pergi menuju kamarnya. Davis mengerucutkan bibirnya, “Sayang jangan marah dong,” ucap Naira dengan pelan. “Enggak marah, cuma kesel aja.” sahut Davis. “Kok kamu marah dan keselnya sama aku sih.” ujar Naira kembali. “Enggak juga, udah ah aku lagi bad mood nih.” ucapnya sembari beranjak dari duduknya, Naira menahan kepergian Davis. Ia menarik tangan Davis, menatap nya dengan tatapan yang sangat iba. “Sayang, jangan marah dong.” ucap Naira. “Enggak marah, aku ngantuk. mau tidur.” serunya sembari mengerucutkan bibirnya, “kamu mau tidur di kamar Devano?” tanya Davis. “Enggak,” Naira beranjak dari duduk nya lalu berjalan menghampiri Devano, setelah itu Naira menggendong Devano dan membawanya untuk tidur bersama dirinya dan juga Davis. Ia meletakan Devano di tengah-tengah antara dirinya dan Davis, lalu meminta Davis untuk saling berhadapan menghadap Devano. “Aku gak pernah nyangka kalau diantara kita udah ada Devano,” ucap Naira. Davis tersenyum, “Ya, aku juga gak nyangka aja sayang.” balasnya sembari mengusap lembut wajah Naira. “Sabar ya, nanti juga pasti eksekusi.” ucap Naira. Davis menarik napasnya, “Iya sayang,” sahut Davis kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD