Bab 23

920 Words

Pagi itu udara di rumah keluarga Ancelotti terasa dingin dan berat. Kabut masih bergelayut di antara pepohonan, dan sinar matahari hanya menembus sedikit lewat celah tirai jendela besar ruang makan. Matteo sudah duduk di kursinya sejak setengah jam lalu, menunggu dengan kesabaran yang hanya setipis benang. Ketika langkah kaki terdengar menuruni tangga, pandangan Matteo langsung terarah. Zenia muncul dengan rambut berantakan, mengenakan daster abu-abu yang tampak tergesa dipakai. Wajahnya sayu, tapi justru hal itu yang membuat Matteo terdiam sejenak. Ada sesuatu dalam penampilan seadanya Zenia yang membuat jantung Matteo berdetak lebih cepat—dan ia benci mengakuinya. “Duduk,” katanya singkat, suaranya berat, dingin, tanpa ruang untuk bantahan. Zenia menatapnya sebentar, lalu menghela nap

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD