9. Salah Kirim

1052 Words
Gara-gara peristiwa baju, akhirnya Aira menurut dengan apa yang Fachri katakan. Ia tak pernah lagi mengurusi sang suami. Tak lagi membuatkan kopi, atau apa pun yang berkaitan dengan suaminya itu. Bahkan untuk makan pun, gadis itu memilih untuk mencari sendiri. Entah itu mi instan, telur dadar, atau apa pun. Dia bukan gadis manja, baginya bertahan seorang diri pun tak masalah. Ingin pulang saat ini juga, tetapi ia pikir untuk apa. Toh sisa liburannya tidak akan lama lagi juga akan berakhir. Setiap hari, begitu sampai di rumah, Fachri sering menemukan bungkus mi instan atau cangkang telur. Ia ingin menegur, tetapi sang istri sedang melakukan gerakan tutup mulut. Jadi pria itu merasa sungkan untuk melakukannya. Siang ini, Fachri berinisiatif untuk memesankan makanan dari aplikasi online. Meskipun mereka saat ini tinggal di desa, aplikasi online tersebut sudah cukup menjangkau desa. Jadi, Fachri bisa memesankan makanan melalui aplikasi online. Suara pintu diketuk terdengar. "Sebentar," seru Aira sebelum ia membukanya. Gadis itu tercengang saat melihat pria menggunakan helm dan jaket khas ojek online, sedang berdiri di depan pintu dengan membawa kantong plastik bertuliskan restoran cepat saji ternama. "Saya nggak pesan, Mas," ucap Aira. "Oh ... ini Dokter Fachri yang pesan, Mbak. Katanya buat Mbak Aira," jelas driver ojek online tersebut. "Oh ... iya, Mas. Saya Aira." "Oke, Mbak. Silakan diterima, ya...." "Iya, Mas. Makasih banyak ya, Mas. Oya, uangnya udah?" "Udah, Mbak. Pakai uang elektronik." "Oh, ya udah. Makasih banyak, ya, Mas." "Iya, Mbak. Sama-sama." Setelah itu, driver ojek online kembali mengendari sepeda motornya. Yang tidak Aira tahu, pria itu berhenti di depan rumah Ayu karena Aira sudah masuk ke rumah. Aira senang bukan main. Ia merasa kalau Fachri ingin mengakhiri dinginnya hubungan mereka. Ia langsung mengambil ponsel, lalu mengirimkan pesan untuk Fachri. [Makasih banyak, Kak. Makanannya udah sampai :)] Beberapa menit menunggu, pesan Aira tak kunjung dibaca apalagi dibalas. Sibuk. Begitu pikir putri kedua Farhan dan Niken itu. Akhirnya, Aira putuskan untuk membuka makanan yang masih tersimpan rapi di dalam kantong plastik yang ia taruh di meja. Senyum masih mengembang sebelum akhirnya Aira menemukan sebuah note yang bertuliskan "Selamat makan, Dek. Klinik sepi tanpa kamu. Cepat sembuh, ya ... biar kita bisa kerja bareng lagi." Aira langsung mengembalikan note tersebut kembali ke dalam kantong plastik. Ia tahu, pasti driver ojek online itu salah memberikan kantong plastik. Dengan kesalahan itu, ia jadi tahu bagaimana suaminya dan Ayu di belakangnya. Akibat note itu, nafsu makan Aira hilang seketika. *** Fachri pulang dari Puskesmas. Seperti biasa, Aira sedang menonton televisi. Setelah melakukan rutinitasnya, ia berniat untuk mengambil air minum. Namun, ia menemukan kantong bertuliskan nama di mana ia memesan makan siang tadi. Pria itu mengangkatnya. Masih berat. "Lho, Ai ... ini nggak dimakan?" tanya Fachri. Gadis itu hanya menggeleng. "Kenapa? Kamu nggak suka?" "Biasanya sih suka." "Terus kenapa ini nggak dimakan?" "Takut salah kirim." "Maksudnya?" "Buka deh coba." Fachri menurut. Ia membuka kantong itu. Ditemukannya note yang membuat selera makan Aira menghilang. "Maaf, Ai ... salah kirim," ucap Fachri tak enak hati. "Aku nggak butuh perhatian Kak Fachri, kok. Nggak perlu juga Kak Fachri memaksakan diri buat ngelakuin semua itu. Berhari-hari Kak Fachri nggak peduliin aku juga buktinya aku masih bernapas. Nggak kelaparan juga." "Aku nggak merasa terpaksa. Aku melakukannya ya karena aku peduli. Tapi maaf, mungkin driver-nya salah kirim." "Udah sana, tengokin tuh bidan. Siapa tahu dia butuh sesuatu. Lagi sakit kan? Pasti kangen juga, sehari belum ketemu," sindir Aira. "Ai!" "Kenapa? Bener, kan. Itu kan yang Kak Fachri bilang di note itu, Kak Fachri kesepian." Dari nada bicara Aira, Fachri merasa kalau istrinya itu tidak menyukai Ayu. Dia juga merasakan kalau Aira sepertinya cemburu? "Kamu cemburu?" "Cemburu? Nggak. Aku nggak cemburu. Buat apa cemburu? Kita bukan siapa-siapa juga, kan?! Aku harap sih, semuanya cepat berakhir. Biar aku nggak merasa terjebak kaya gini." Aira berdiri, berniat masuk ke kamar. "Oh, ya. Minggu besok aku mau pulang. Kalau Kak Fachri mau antar, ya terima kasih. Kalau nggak mau, biar aku telepon Ayah atau Kak Saka buat jemput. Bidan kesayangan Kak Fachri kayaknya juga ngerasa keganggu juga ada aku di sini. Dan Kak Fachri tenang aja, aku nggak akan ngadu ke Mommy atau Daddy." "Aku akan antar kamu pulang," jawab Fachri dari sekian banyak kalimat yang Aira katakan. "Terima kasih." *** Hari yang ditunggu tiba. Sabtu siang Aira sudah siap untuk pulang. Fachri juga sudah siap untuk mengantar. "Nggak ada yang ketinggalan?" tanya Fachri memastikan. "Nggak ada." Setelah itu mereka pun segera meninggalkan desa itu. Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam, tanpa suara. Aira memilih menurut telinganya dengan earphone. Padahal, ia tidak menyetel musik sama sekali. Hal itu sengaja dilakukan, agar tidak terjadi obrolan dengan pria di sampingnya. "Antar aku ke rumah Ayah. Aku ingin menginap," ucap Aira begitu mereka sudah tiba di kota. Fachri hanya mengangguk. Mereka pun tiba di rumah Farhan dan Niken. "Aku nggak bawa apa-apa, Ai." "Nggak apa-apa. Kayak ke rumah siapa aja. Ayo ikut turun! Kalau memang, masih nganggep aku istri, sih. Kalau enggak, pulang ya nggak apa-apa sana." "Kamu bawaannya nyindir mulu." "Lha, Kak Fachri merasa kesindir?!" Fachri hanya melirik. Ia tahu diri, di mana sekarang ia berada. Tidak mungkin dia cari ribut di rumah mertuanya. Mereka turun dari mobil. Farhan dan Niken tidak pernah mengunci pintu pagar. Kecuali, jika mereka pergi dan rumah benar-benar dalam keadaan kosong. Pintu ruang tamu pun demikian. Mereka tetap membiarkannya terbuka. Hal itu juga yang membuat Aira kini tengah berteriak mengucapkan salam. "Assalamualaikum ... Ayah ... Mama." Farhan dan Niken yang sedang duduk bersama di ruang keluarga, langsung mendengarnya. "Anakmu tuh, Mas. Udah punya suami, masih saja begitu," ujar Niken. Farhan terkekeh. "Sana kamu yang ke depan. Sama Fachri kayaknya," tebak Farhan karena tadi ia juga mendengar suara mobil. Niken pun menurut. Ia langsung meninggalkan suaminya dan segera menghampiri sang putri. "Wa'alaikumsalam anak Mama," ucap Niken sambil berjalan mendekat. Aira mencium tangan wanita yang telah melahirkannya itu, begitu juga dengan Fachri. "Sengaja pada ke sini?" tanya Niken. "Iya, Ma. Dari tempat magangnya Kak Fachri, kami langsung ke sini. Aira kangen Mama." Dengan manja, gadis itu memeluk ibunya. "Uluh-uluh ... manja banget sih ini anak gadis Mama. Eh." Niken langsung menutup mulutnya. Ia sadar kalau ia sudah salah bicara. Bisa-bisanya, sang putri yang sudah menikah beberapa bulan, dikatakannya gadis. "Ayah sepi, Ma?" tanya Fachri untuk mengalihkan pembahasan. "Itu ada di dalam. Yuk masuk." Mereka bertiga pun akhirnya masuk ke rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD