Juli 2021, melewati bulan ke-enam dengan sepuluh nama terbunuh sia-sia. Adrian mengakui kehebatan sang pembunuh, melakukan aksi begitu rapi, dan terstruktur. Polisi kesulitan melacak jejak, entah keberuntungan macam apa yang sedang membingkai Tato. Jelas semua semakin kacau, jabatan mulai dipertaruhkan.
Desas-desus menyudutkan nama dirinya beserta tim, terjebak pada dua pembunuhan terakhir. Apa Tato sengaja mengubah pola? Membunuh dua korban sekaligus di akhir bulan dengan prediksi kematian terjadi di pergantian hari, mungkin ada pesan yang ingin disampaikan. Namun, teka-teki dua kematian terakhir masih belum menemukan titik terang.
Dia memang harus memulai semua dari awal, mengubah alur penyelidikan, dan mengganti tim terkait. Jika memang hanya ada Ricko sebagai pengkhianat tim, kenapa markas besar selalu mengetahui setiap gerakan rahasia? Perlu kematangan dalam menyusun strategi, karena tidak hanya Tato yang menjadi lawan. Dari dalam kepolisian pun terdapat oknum-oknum yang berupaya menjegal kasus tersebut.
Teringat pada saran Bell, dia memang harus segera menemui Anggriawan Saputra. Meminta dukungan sekaligus bantuan, sang Komisaris Jenderal pasti memiliki hal penting terkait informasi yang dibutuhkan. Namun, tidak boleh gegabah. Setiap tindak-tanduknya tentu dalam pengawasan, entah dari Tato atau pihak kepolisian sendiri.
Adrian kembali membuka berkas, mengulang dari kasus pertama. Alena Dwika dengan simbol salib terbaliknya, satu pembunuhan dengan pesan cukup mengerikan. Setiap kematian memiliki makna mendalam, terkait dosa-dosa mereka semasa hidup. Pembunuh menempatkan diri sebagai dewan dari pengadilan manusia, memberikan hukuman pada setiap kesalahan yang dianggap mengerikan.
Kemudian, kematian demi kematian yang lain dipelajari lebih teliti, mencari hal-hal yang mungkin terlewatkan. Terkecoh sejak kematian Lestari Nafisah, kemunculan Nisamey Patricia pun mencoreng nama baik tim. Ditambah pengkhianatan yang dilakukan Ricko, sekaligus pembunuhan dobel di akhir bulan.
Ada rasa gagal, malu tak bertepi. Akan tetapi, ia tak mau terlalu berlarut-larut dalam meratapi kesalahan, semua masih bisa diperbaiki. Adrian mengambil berkas tentang simbol-simbol Illuminati, mencoret bagian-bagian yang sudah diresmikan sebagai tato di masing-masing kelopak mata korban.
Semua dimulai dengan Distorted Cross, Eagle, The Sun, Lighting, Monarch Butterfly, Obelisk, Baphomet, Snakes, Skull, dan Triple Six. Kemudian, pada dua simbol terakhir dilakukan sekaligus, mengemas tengkorak dan angka setan sebagai satu kesatuan pembunuhan. Sekeras apa pun berpikir, ia belum menemukan kaitan tepat.
Tersisa lima nama dengan masing-masing simbol berbeda. Siapa korban berikutnya? Dia harus benar-benar menemukan pola yang digunakan, metode Tato dalam hal ini berdasarkan apa? Adrian masih kebingungan.
Fokus semakin terganggu ketika menyadari akan masa kelam Noi, pelecehan seksual yang dialami saat kanak-kanak memaksa identitas lain bermunculan. Firasat mengatakan jika setiap kepribadian memiliki kaitan kuat terhadap segala bentuk kasus yang terjadi, langkat tepat macam apa yang akan ia pilih?
Menemukan Nisamey sebagai kunci dua kasus terakhir, melacak keberadaan Siti Barokah dan Deso Afrina. Tiga nama tersebut dicurigai sebagai kaki-tangan Tato. Namun, mereka menghilang begitu saja, seolah bumi telah melenyapkan tanpa jejak.
Jika bukan kuasa besar, mustahil kasus ini terabaikan terlalu lama. Pada siapa dirinya akan meminta pendapat? Tidak semua orang bisa dipercaya mengingat kaitan kasus-kasus dengan kejahatan menjijikkan berotasi di sekitar. Dia harus menemui Anggriawan Saputra.
Pintu terbuka disertai wajah Noi muncul dengan nampan berisi gelas yang masih mengepulkan asap, aroma cokelat hangat menguar jelas. Pria itu menggeser tumpukan berkas, memberi ruang pada sang wanita untuk duduk di sisi. Menepuk-nepuk tempat kosong di sebelah kanan sebagai isyarat agar mendekat.
Noi hanya tersenyum, mengamati tumpukan kertas yang penuh coretan. Masih tentang pembunuhan berantai, belum jelas arah yang dituju. Sekalipun dirinya sangat memahami otak pelaku dalam melenggangkan aksi, tetap saja Adrian bergerak lambat. Tidak sepenuhnya yakin akan informasi yang ia sampaikan.
“Skull dan triple six dilakukan dalam waktu bersamaan, pasti ia menyadari jika kita sedang memburu sesuai urutan simbol. Kakak harus lebih waspada mulai sekarang karena tidak semua kawan bisa dipercaya.” Noi memberikan gelas keramik hitam pada Adrian yang mengangguk setuju, menyesap setelah meniup beberapa kali.
Perlukah dirinya mengatakan tentang rasa curiga besar terhadap identitas lain dalam diri Noi terkait pembunuhan berantai? Masih ada keraguan, bagaimana jika wanita tersebut marah, dan pergi? Adrian mulai takut kehilangan, merasa wanita tersebut bukan lagi sekadar titipan.
“Saat Dirga pulih, aku akan mengaku jika sudah berkhianat.” Adrian mengatakannya dengan jelas, dia pun merasa sedang terlibat skandal besar sekarang.
Noi menghentikan aksi meniup gelas, memperhatikan serius ke arah Adrian yang hanya mengangguk sebelum meletakkan gelas di nakas. Menarik hidung wanita di sampingnya perlahan, mengurangi ketegangan yang ada dalam diri masing-masing. Tidak baik mengulur waktu, bersikap jantan tentu merupakan langkah bijak.
“Kakak mau melukainya sekali lagi?” tanya Noi yang tampak ragu ketika dirinya pun menyadari semua kesalahan yang mereka lakukan, pengkhianatan atas nama cinta yang konyol.
“Lalu, kita akan menunggu dalam kecurangan. Bersikap murahan di belakang suamimu?” balas Adrian dengan satu helaan napas berat, bagaimana pun tindakan mereka sudah melalui batas dan tidak bisa dimaafkan begitu saja.
Noi menggeleng, merasa sedikit kebingungan. Bagaimana pun, Dirga masih merupakan suami sah yang secara hukum berhak atas dirinya? Namun, ini sudah bulan ketiga hidup bersama Adrian, suami cadangan yang begitu mengagumkan.
“Bagaimana jika Dirga hanya akan dijadikan alat untuk barter suatu waktu?” Mendadak Noi mengalihkan pembicaraan pada arah serius, Adrian menarik tubuh ke belakang dengan kedua tangan menahan hingga tubuh bagian depannya yang bidang terlihat membusung.
Ada penampakan macho, terkesiap pada posisi begitu. Noi suka, tetapi segera mengesampingkan ketakjuban, bukan waktunya kagum. Ia perlu melakukan berbagai macam bantuan agar semua terselesaikan, lambat mengungkap target berikutnya. Tidak lagi untuk kali ketiga, harus berhasil.
“Tersisa lima simbol dan empat target dalam pengawasan ketat, apa bulan ini akan jatuh korban lagi?” Adrian bertanya dengan nada putus asa, merasa tak berguna ketika kematian demi kematian terjadi tanpa bisa dicegah.
“Aku yakin, akhir dari aksi pembunuhan ini akan terjadi pada bulan Desember tahun ini. Korban terakhir itu ... Eunoia Queen.” Noi berucap tanpa getar, tak ada rasa takut ketika menempelkan gelas pada bibir sensualnya. Hal ini memaksa Adrian mengarahkan pandangan lembut, menunggu hingga selesai meneguk cokelat. Baru menggenggam jemari sang wanita.
“Selama ada aku, siapa pun tak akan bisa menyentuhmu.”
Noi tersenyum, mengangguk penuh percaya diri. Membiarkan Adrian mendekap erat, bahasa tubuh yang saling mengungkap gegana di balik d**a. Mereka seolah sedang menunggu maut mendekat, tak tahu dari sisi mana akan menampakkan ajal paling mematikan.
“Terima kasih ... menerimaku tanpa banyak bertanya.”
Satu anggukan menguatkan sang wanita, menempatkan pada situasi besar hati. Yakin akan masa depan yang akan baik-baik saja, mengesampingkan perasaan was-was sejenak. Membiarkan percaya diri mendominasi dengan harapan tak ada lagi korban jatuh setelah ini, semoga Adrian benar-benar mampu membaca gerak pelaku.
***