Membalas Kekasih Penghianat

1158 Words
"Tentu saja tidak." "Atau mungkin kau ingin menghabisinya setelah ini?" tanya Kai lagi. "Tidak juga. Aku akan membiarkan Fin hidup karena hutang nyawaku padanya. Hubungan kami sudah selesai semenjak pengakuan Fin di ruang interogasimu," tandas Jade. Seiras itu, sunggingan tipis dari belah ranum Kai tercipta. "Bekerjasamalah denganku, Jade!" ajak Kai secara tak terduga yang sontak membuat Jade terkesiap. "Jadilah aliansiku. Aku akan memberi perlindungan untuk assasin-mu atas nama mafiaku. Mereka yang berniat menyentuhmu kulenyapkan bahkan tanpa kau menyadarinya." Mendapat garansi perlindungan dari nama besar mafia besar adalah dambaan bagi siapa saja yang bernaung di dunia gelap. Siapa pun yang mendapatkannya termasuk beruntung karena nama mereka akan turut disegani. Namun, Jade lagi-lagi lebih suka bekerja sendiri karena tak ingin terikat obligasi dengan kelompok manapum. Meski begitu, tak dapat dipungkiri jika Jade ingin menerima tawaran kerjasama dengan mafia Kai. Bukan karena garansi perlindungan. Nyatanya, beberapa hari belakangan Jade mulai merasa nyaman dengan sifat tersembunyi sang bos mafia yang sebenarnya manis dan tulus. Bahkan mungkin tanpa Jade sadari, hatinya telah jatuh akan pesona sang bos mafia. Akan tetapi, lagi-lagi akal sehat kembali menyadarkan angan. Jade harus mengubur dalam-dalam perasaan sukanya pada Kai karena insecure terhadap kelainan infertilitas alias kemungkinan tak bisa memberikan keturunan yang ditanggungnya. Tidak ada pria yang mau dengan wanita mandul, pikir sang puan. "Tidak. Aku rasa kerjasama kita cukup sampai di misi ini saja," tolak Jade dengan terpaksa. Semburat kecewa pun seketika tergambar jelas di wajah Kai. Pria itu sangat berharap Jade menerima tawarannya dan bukan malah menolaknya. Untuk saat ini, baik Jade dan Kai sama-sama menghormati keputusan masing-masing. Mereka memilih kembali fokus membahas misi meskipun kegamangan hebat melanda keduanya. *** Istana V. Beberapa tamu mulai terlihat mendatangi venue acara perayaan ulang tahun Variga. Bentangan karpet merah siap menyambut para tamu bak tamu penting dan selebriti terkenal. Penampakan para penjaga bersenjata di sekitar area venue menjadi hal biasa kala pesta perorangan maupun organisasi dunia gelap tengah berlangsung. Tak berselang lama, sebuah mobil sport mewah dengan seri Veneno Loadster berhenti sempurna di area pelataran. Presensinya berhasil mencuri perhatian para tamu yang hendak masuk. Beberapa dari mereka bahkan terhenti untuk sekedar melihat siapa sang pemilik salah satu supercar termahal di dunia itu. Seorang pria berpenampilan necis berkumis tipis terlihat keluar dari pintu kemudi untuk kemudian beralih ke pintu bagian penumpang. "Silahkan, Sayang!" ucap Toni dengan lembut. Kakak kandung Bee rupanya membukakan pintu untuk Jade dan tak lupa Toni juga menggandeng tangan wanita yang berpura-pura menjadi istrinya itu. Keduanya sudah mulai memainkan peran sebagai pasangan suami istri, John dan Viviane Blake. Topeng tipis berteknologi canggih menyerupai wajah John dan Viviane berhasil membuat penyamaran keduanya nyaris sempurna. "Apa? Sayang? Awas saja jika aktingmu berlebihan, Toni," Kai membatin tak rela dalam hati. Api cemburu berkobar hebat ketika Toni memanggil Jade dengan mesra. Faktanya, Kai dan sisa tim sedang memantau pergerakan Toni dan Jade melalui chip microphone dan CCTV dari segala arah yang diretas oleh Bee dibantu Marco. "Tersenyumlah, Jade. Kau juga jangan terlalu kaku, Kak. Sebentar lagi tubuh kalian akan dipindai. Buatlah ekspresi senatural mungkin," titah Bee. "John dan Viviane Blake," ujar Toni ramah kepada penjaga bertubuh sangar yang bertugas sebagai penerima tamu. Penjaga itu lantas mulai memindai tubuh Jade dan Toni. Hasil pemindaian merupakan informasi keaslian identitas tamu. "Kenapa lama sekali?" celetuk sang penjaga seraya sibuk mengutak-atik komputer pemindai yang tak kunjung menunjukkan identitas Jade dan Toni. Sang petugas sesekali melirik curiga sosok keduanya. "Relax. Aku sedang meretasnya 10 detik lagi," imbuh Bee berusaha mencairkan ketegangan. "John dan Viviane ... enjoy the party!" Penjaga menyatakan Jade dan Toni lolos pemindaian karena data pasangan palsu itu telah terindentifikasi. Tanpa membuang waktu, keduanya melangkah menuju aula utama tempat pesta berlangsung. "Woah! Pesta yang sangat mengagumkan!" Toni berdecak kagum kala menginjakkan kaki di dalamnya. Suasana glamor nan mewah sangat terasa di setiap sudut Istana V yang memang bentuk fasad bangunan menyerupai istana zaman kerajaan Eropa. "Fokus, Toni." Perintah Kai mengudara melalui earphone Toni. "Ekhem. Maaf, Bos." Jade mengajak Toni untuk berkeliling mengamati keadaan sekitar sembari berbaur dengan tamu lainnya. "Posisi Variga terpantau di dekat kolam air mancur mini arah jam duamu, Jade," tutur Bee memberi informasi. Netra Jade dan Toni saling terpaut sesaat sebelum akhirnya mengangguk secara bersamaan. Keduanya pun bergerak menuju lokasi yang di maksud Bee. "Itu Variga," gumam Jade kepada Toni. Bee benar, posisi sang broker berada tepat di samping air mancur mini. Namun sayangnya, pria paruh baya itu dijaga sangat ketat oleh beberapa bodyguard bersenjata di sekitarnya. Sial! si tua bangka itu semakin waspada. Penjagaannya begitu ketat. "Kau siap berpencar?" tanya Jade kepada pria di sebelahnya. Namun, tak ada respon dari Toni. Alih-alih menjawab, netra pria itu kini tengah menyorot tajam ke arah seorang wanita cantik berambut pirang yang sedang berdiri sendiri tak jauh dari sosok Variga. Tanpa bertanya, Jade mengikuti arah pandangan Toni. "Kau kenal dengan wanita itu?" "Meskipun ia merubah warna rambutnya, aku tidak akan pernah lupa perangai wanita licik itu," kesal Toni melayangkan sorot tajam ke arah sang wanita yang dimaksud. Jade lalu mengerenyitkan dahi, mencoba mencerna perkataan ambigu pria di sebelahnya. "Celine ada di sini, Bos." Toni lantas melapor pada Kai. Netra Kai seketika membola, tenggorokannya tercekat diikuti lidahnya yang berubah kelu. Kenangan indah sekaligus menyakitkan bersama wanita yang pernah bertahta di hati kembali menghampiri. Kenangan yang telah Kai kubur dalam-dalam dan tak ingin ia ingat lagi. Oh, jadi itu wanita yang sudah menipu Kai mentah-mentah. Tanpa meminta izin pada Toni, Jade mulai berjalan dengan elegan di antara kerumunan para tamu. Sosok Jade cukup menarik perhatian dan decak kagum dari beberapa orang yang ia lewati. Bagaimana tidak, cara Jade berjalan sungguh berkelas bak model dunia yang sedang melakukan catwalk di atas panggung international. Ditengah aksinya, Jade mengambil sembarang satu gelas wine dari nampan pramusaji yang kebetulan melintas. "Jade, apa yang kau lakukan? kembali sekarang juga!" Toni panik melihat aksi Jade pergi begitu saja tanpa mendiskusikan apapun. "Ada apa, Toni? Kenapa dengan Jade?" tanya Kai tak kalah cemas. Pria itu sungguh khawatir jika sesuatu buruk terjadi pada Jade. "Aku tidak mengerti, Bos. Jade tiba-tiba saja berjalan ke arah Celine." "What!" Bukan hanya Kai, tim yang turut memantau misi di ruang monitor saling menatap keheranan. SPLASH! "Argh!" Jade dengan sengaja menabrakkan diri ke tubuh Celine. Alhasil, noda merah wine tercetak jelas di gaun berwarna putih milik wanita berambut pirang itu. "Ouch! Sorry!" ujar Jade terdengar mencemooh seraya memasang raut tak berdosa. "Kau pasti sengaja, kan?" bentak Celine. Sang wanita sangat marah kepada Jade karena gaun putihnya kini terlihat mengerikan serupa noda merah darah menempel di sana. "Sudah kubilang aku tak sengaja, Nona." Jade masih menyangkal dengan santai. Namun, Celine tetap tak terima. Menurutnya, sosok Jade telah mempermalukan dirinya di depan orang banyak dengan sengaja menuangkan cairan wine. CLEK! Tanpa terduga, Celine mengambil senapan laras panjang milik salah satu pengawal Variga yang kebetulan berada dibakangnya. Ia lalu mengarahkan moncong senjata itu tepat ke kepala Jade. "Aku tidak tau apa masalahmu, tapi kau berurusan dengan orang yang salah," ancam Celine bernada sangat mengintimidasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD