Rich Women 10

1326 Words
"Woah bagus nih tasnya." Nara bergumam dengan tangan terus men-scroll ke bawah. Sudah ada 87 barang yang masuk ke dalam keranjang belanjaannya. Semua barang yang menurutnya bagus dan enak di pandang akan dia masukan terlebih dahulu setelah itu baru di cek out. "Bagus nggak sih ini kalau di pake?" tanya nya pada diri sendiri. Yah beginilah Nara sambil menunggu Hana datang kegiatannya di rumah belanja, cek out sana sini sampai terkadang Adi menghela napas melihat angka nominal di keluarkan Nara dalam beberapa menit. Mending barang yang di belinya berguna tapi ini setelah datang akan di tinggalkan begitu saja. Nara meninggalkan Naka di kamarnya. Terserah pria itu mau melakukan apa. Tadi di tanya mau makan apa, tidak ada jawaban. Yah Nara mencintai Naka tapi kalau menyebalkan seperti itu memang sudah biasa kan. Nara juga punya rasa sebal pada Naka jadi rasanya untuk sekarang biarkan saja. Suara langkah kaki turun dari lantai atas membuat Nara menoleh lalu kembali lagi pada kegiatannya berbelanja. Sekarang keranjang miliknya sudah ada 100 barang dalam waktu hanya 30 menit. Dalam 1 menit semua belanja itu sudah dia cek out dengan tagihan luar biasa. Mungkin jika ada Hana di sampingnya, gadis itu akan menangis meraung melihat ada banyak nol di belakang. Hana itu terlalu irit menurut Nara. Padahal kalau memang membutuhkan sesuatu ada Nara yang akan membantu. Jangan apa-apa bekas Nara pakai. Setiap akan di belikan Hana slalu menolak katanya bekas baju Nara saja masih bagus. Hanya membelikan Hana baju tidak akan membuatnya bangkrut. Sofa di sampingnya mulai terisi. Nara melirik melalui ekor matanya. Wangi sabun miliknya tercium. Kenapa sabun miliknya di pakai oleh Naka wanginya 2x lipat? Nara mengendusnya lalu tiba-tiba sudah memeluk Naka begitu saja. Padahal sedari tadi dia asik dengan tablet di tangannya. "Kenapa wangi banget?" Nara mengendus ketiak Naka. Nara itu anaknya suka wangi. Kapan pun dan siapapun jika menurutnya wangi dengan tidak tahu malu Nara akan mengendus ketiaknya. Sudah di katakan bukan jika Nara itu anaknya unik. Padahal baru beberapa menit yang lalu berjanji akan membiarkan Naka, giliran sudah dekat malah minta dikeloni. Siapa lagi jika bukan Cempaka Kinara. "Geli Nara." "Wangi, wangi, wangi." Nara malah dengan sengaja semakin mengendus, menenggelamkan wajahnya di ketiak Naka. Naka menghela napas. Gadis ini benar-benar menguji sekali kesabarannya. Dan lagi kenapa slalu saja ada tingkahnya yang membuat Naka menggelengkan kepala. "Nara?!" "Apa?" "Berhenti bodoh. Itu geli." Nara bukannya menjawab gadis itu malah tersenyum lebar lalu memeluk Naka gemas. Cup cup cup cup cup Kecupan di layangkan bertubi pada wajah Naka. Nara bahkan melupakan tujuannya tentang kenapa Naka mau menikahinya? Padahal Nara sudah berjanji jika bertemu dia akan bertanya walaupun dia harus bertukar pikiran terlebih dahulu dengan Hana. Dan Nara juga melupakan satu hal lagi jika malam ini dia akan bercerita pada Hana. Hana yang tentu sudah sampai harus kembali pulang saat melihat pemandangan yang membuatnya mual. Beruntung gojek yang di pesankan Nara belum pergi jadi dia bisa meminta untuk diantarkan ke kosan nya. Nara jika sudah memiliki dunianya dia akan lupa segalanya. Jadi kembali, Hana memaklumi kelakuan Sahabatnya. "Loh, Hana." Hana menghentikan langkahnya saat Adi menyapanya. "Oh hai." "Kenapa balik lagi?" "Oh itu ...." Hana menatap ke arah pintu rumah, katakan tidak yah? Tentu saja katakan. Adi menaiki salah satu alisnya menunggu jawaban Hana, "Itu apa?" "Tadi sore Nara telepon, katanya nyuruh saya nginep tapi kayanya saya mau pulang aja." "Kenapa?" "Ada calon Suaminya." Adi terdiam mendengar itu. "Ya udah, mau saya anterin?" "Eh, nggak usah, nggak usah, makasih banyak tawaran nya." Hana panik, bagaimana pun tanpa Nara ketahui dia memiliki rasa pada pria di depannya ini. "Yakin?" "Iya, udah ada gojek kok yang nganter." "Oke. Kalau gitu saya masuk yah?" "Iya silakan." Adi pamit pergi meninggalkan Hana. Hana memejamkan mata dengan mengigit bibirnya. Coba saja Adi tidak sedingin itu, rasanya Hana ingin sekali berbincang banyak. Sayangnya setiap mereka bertemu pun yah seperti itu. Tidak ada kemajuan yang serius. Lagipula Hana juga tahu diri, tipe wanita idaman Adi bukan seperti dirinya. Jadi mustahil sekali mereka bisa bersama-sama. Adi masuk ke dalam rumah dan terlihat satu pasangan yang duduk di sofa. Adi berdehem hingga membuat keduanya mengalihkan perhatian. "Adi? Ngapain malem-malem dateng?" Nara menatap Assisten pribadinya itu dengan kening berkerut. "Saya mau minta izin menginap." "Oh, kirain ada apa. Ya udah bangunin aja Bibi buat beresihin kamar." "Bibi udah tidur?" "Udah kayanya, soalnya dari tadi gua panggil nggak nyaut." Kepala Adi mengangguk. "Kalau begitu saya permisi." "Good night Adi." "Night." Adi pergi ke belakang dimana kamar tamu berada. Tinggalan Nara dan Naka dengan keadaan hening. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Nara ingin menanyakan tentang percakapan mereka beberapa hari lalu tapi dia tidak ingin adanya pertengkaran. Pertengkaran kemarin saja tidak membuahkan hasil apa-apa, seakan-akan kejadian kemarin tidak terjadi. Nara menghela napas. Bete, kesel, nggak suka ih. Kenapa sih harus kaya gini? Ngeseliin banget. Kalau gua tanya ntar yang ada ribut, terus nanti Naka ngilang lagi. Terus gua harus gimana? Obrolan kita waktu itu aja berujung malah berantem nggak jelas. Bingung ah, ini gua keterlaluan b***k cinta makanya begini monolog Nara dalam hati. Kenapa nih anak? Tumben banget diem. Tapi bagus deh diem. Eh, jangan, ngeri juga kalau nih anak kagak ngoceh. Bahaya entar gua di tanya aneh-aneh. Lebih bagus gini sebenarnya tapi suasana berasa sepi banget ujar Naka dalam hati yang tanpa sadar memperhatikan Nara. *** "Kok Lo semalem nggak dateng ke rumah sih Han?" Hana baru saja mau duduk tiba-tiba wajah Nara sudah tidak enak di pandang. "Kemarin gua udah ke rumah Nara tapi gua liat ada satu pasangan yang lagi b***k cinta banget." jawab Hana sambil mendudukkan dirinya di samping Nara. Nara terdiam. Jadi semalam Hana sempat datang ke rumahnya tapi dia kembali pulang. Nara meringis lalu memeluk leher Hana dan menyematkan satu kecupan di pipinya. "Maaf ih semalam gua lupa." "Najis Nara." "Yeuh." ujar Nara sambil melepaskan pelukannya. "Btw pulang kuliah nge-mall yuk?" Ajak Nara. Hana membuka bukunya, "Nggak dulu deh, gua harus ikut danus (Dana Usaha) sama anak-anak soalnya." "Danus apa lagi? Jualan risol?" "Nggak yah. Nggak semua anak danus jualan risol walaupun emang kebanyakan begitu." "Harusnya tahu gitu nama Lo jangan Rihana." Hana menaiki salah satu alisnya. "Terus?" "Rasel." "Hubungannya?" "Biar kaya anak kembar Rasel Risol." "Anak setan." Nara tertawa ngakak saat Hana mendengus sebal. Lagian Hana ngapain sih harus bantuin anak BEM mana harus jualan Risol. Coba saja Nara menyukai makanan itu pasti dia beli. Walaupun dia beli pasti Hana akan melarangnya karena itu Risol akan berakhir di tong sampah. "Udah deh tinggalin aja itu si Risol, mending temenin gua belanja." "Nggak dulu." "Han masa Lo tega sih?" Rengek Nara. "Tega mana sama Lo yang lebih mentingin keinginan di banding bantu orang yang butuh bantuan Lo." Nara mendengus. Hana itu jiwa kemanusiaannya tinggi. Ada orang yang minta-minta saja dia memberi padahal hidupnya saja masih dikasihani orang. Kata Hana kasihan lah, ini lah, itu lah, padahal mereka juga masih bisa bekerja selagi dalam kondisi sehat. "Berapa sih yang kalian butuhin?" Jika seorang Cempaka Kinara sudah bertanya seperti itu yakin saja dia akan memberikannya tanpa cuma-cuma. "Simpen aja duitnya buat Lo. Lo juga masih butuh buat shopping." "Dih, gua niat bantu loh Han." "Kalau mau bantu yah usaha." Nara memutar bola matanya, "Ini juga gua bantu yah Rihana." "Bantunya jangan pake duit." "Lo kan butuh duit." "Gua emang butuh duit tapi gua lebih membutuhkan tenaga Lo." "Lo gua kasih saran malah ngelunjak yah Han." Hana mengangkat bahunya. Hana mengikuti banyak kegiatan kemanusiaan hanya ingin Nara pun mengikuti jejaknya. Entah kemana rasa kemanusiaan Nara selama ini karena gadis itu tidak pernah peduli akan orang sekitarnya. Saat di lampu merah, mana pernah Nara membuka pintu kaca mobil untuk memberikan uangnya sedikit pada orang yang meminta. Bahkan masih teringat jelas di ingatannya saat dimana Nara mengusir beberapa pengemis karena memperhatikannya makan. Katanya mereka menjijikan, bau dan sebagainya. Hana hanya ingin sedikit saja membuat Nara bersosialisasi dengan orang lain. Tidak apa-apa jika mereka jahat padanya asalkan kita tidak perlu berbuat hal yang sama. Tapi membujuk Nara seperti membujuk manusia berpindah ke planet lain. Mustahil rasanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD