Sesuai dengan janjinya saat di warung bu Sari tadi, Daffa membongkar mainan-mainan yang Kejora bawa dari rumah dan membagi menjadi beberapa bagian untuk dibagikan pada teman-temannya yang ada di kampung ini.
Meskipun pekerjaan lainnya masih banyak, Daffa harus menyelesaikan kebutuhan Kejora terlebih dahulu agar putri kecilnya tidak rewel dan mengganggunya saat mulai melakukan pekerjaan.
Setelah semua selesai di bagi rata, Daffa juga menyelipkan angpau yang berisi uang jajan untuk teman-teman kejora yang berada di kampung ini.
"Eca, kamu udah nggak capek kan?" Daffa menghampiri Eca yang tengah beristirahat di depan kipas angin.
"Eh, pak Daffa, maaf pak goleran sebentar." Eca menegakkan punggungnya yang semula bersandar nyaman pada tembok.
"Iya enggak apa-apa, saya paham orang hamil memang gampang capek."
Eca yang saat ini tengah hamil enam bulan meringis sambil menganggukkan kepalanya sungkan.
"Saya boleh minta tolong nggak?"
"Boleh, pak mau minta tolong apa?"
"Tolong kasih ini ke teman-teman Kejora, dia lagi main di rumah Rani setelah itu kamu tinggal pulang nggak apa-apa hari ini kamu free."
"Eh, serius pak? tapi kan kemarin saya baru minta libur," ucap Eca merasa tak enak hati pada Daffa yang selalu baik pada semua karyawannya.
"Nggak apa-apa, Ca, kamu lagi hamil jadi harus banyak-banyak istirahat nggak boleh terlalu keras bekerja. Saya juga nggak akan potong gaji kamu kok."
"Terimakasih banyak, Pak, kalau begitu saya antar mainan ini dulu ya."
Daffa mengangguk dan menyerahkan beberapa paper bag yang sudah berisi mainan.
Setelah kepergian Eca, Daffa berjalan menuju tempat Eca sebelumnya dan menggantikan posisinya. Mungkin setelah ini dia harus merekrut karyawan baru untuk membantu pekerjaan Eca sebagai admin dan juga kasir utama Kejora Bakery.
Di tempat Eca biasa melakukan pekerjaan, Daffa mengambil beberapa buku laporan penjualan selama beberapa bulan terakhir.
Senyumnya merkah saat membuka buku penjualan, kini dia merasa sangat bersyukur usaha rumahan yang ia dan Raya dirikan dengan modal tak seberapa akhirnya bisa berkembang pesat sampai seperti ini. .
Andai Raya tahu, pasti dia juga akan bahagia dan merasakan hasil perjuangan kerasnya dulu.
Daffa membuka ponselnya dan memeperhatikan wajah Raya yang ada di dalam foto untuk mengurangi rasa rindu yang selalu menggebu-gebu setiap harinya.
Kadang ia suka berandai-andai bagaimana wajah Raya sekarang, apakah wajahnya masih bulat karena terlalu gemuk atau sudah kembali tirus karena tubuhnya sudah terawat lagi.
Harapan terbesar Daffa saat ini hanya ingin mengetahui kabar dan keberadaan Raya. Hatinya akan merasa lega setelah mengetahui itu, tak apa kalau dia hanya memperhatikannya dari jauh asal dia bisa melihat kondisinya.
"Pak Daffa? pak?!"
Daffa sedikit tersentak karena kedatangan bu Ambar yang tiba-tiba dengan ekspresi panik pula.
"Iya bu, ada apa?"
"Kejora jatuh dari sepeda, tadi mau saya bawa pulang tapi dia nggak mau."
Sontak Daffa langsung berdiri dan menanyakan dimana posisi Kejora saat ini.
Setelah mengetahui dimana keberadaan Kejora Daffa langsunh berjalan cepat keluar dari dalam outlet dan menuju rumah salah satu temannya.
Dari jarak beberapa meter Daffa sudah bisa mendengar tangisan Kejora yang sangat kencang sambil memanggil-manggil namanya.
Daffa menambah laju larinya dan segera menghampiri Kejora yang tak akan mau di sentuh siapa pun selain dirinya.
"Huaaa ... Jola sakit Daddy, ada dalahnya, huaaa ...."
Daffa langsung mengangkat tubuh Kejora yang masih di atas tanah tempat dirinya terjatuh dan membawanya ke teras rumah Rani.
Sambil menunggu salah satu teman Kejora mengambil kotak p3k Daffa mengipasi lutut Kejora yang terluka cukup lebar dan mengeluarkan banyak darah.
"Om, maaf ya aku tadi nggak bisa jagain Kejora," ucap Rani dengan wajah sangat bersalah.
Daffa tersenyum ke arah bocah berusia 6 tahun itu. "Nggak apa-apa sayang, Kejora memang belum pandai naik sepeda."
Rani hanya meringis dan terlihat sangat ketakutan kalau seandainya Daffa marah karena Kejora sampai jatuh.
"Om ini obatnya." Bocah lelaki yang ia perintah mengambilkan obat datang. Dengan perlahan Daffa membersihkan luka-luka di kedua lutut Kejora dengan hati-hati dan penuh kesabaran karena Kejora adalah tipe anak yang tidak bisa menahan rasa sakit.
"DADDY SAKIT DADDY!!!" Teriaknya sambil mencengkeram kuat kaos yang Daffa gunakan.
"Tahan sebentar Jora nanti kalau nggak di bersihin bisa tambah sakit."
"Huaaa Kejola sakit!!!"
Daffa harus banyak-banyak bersabar kalau mengatasi Kejora yang tengah terluka atau sakit, karena gadis kecilnya selalu bertingkah berlebihan dan tak henti-hentinya menangis.
"hiks, hiks ... omaa, mama Dea Kejola sakit." Kejora menyembunyikan wajahnya di d**a Daffa dan terus sesenggukan sambil memanggil orang-orang yang ia sayangi.
"Hust ... jangan nangis terus, kamu nggak malu dilihatin semua temen-temen kamu."
Mendengar ucapan Daffa, Kejora semakin menyembunyikan wajahnya dan berangsur-angsur menghentikan tangisannya.
Setelah Kejora berhasil tenang Daffa mulai memberikan betadin dan membalut luka itu dengan perban.
"Om Kejola nggak apa-apa kan?" Tanya salah satu anak kecil yang dari tadi fokus melihat luka Kejora.
"Jora nggak apa-apa, dik, besok udah bisa main sama-sama lagi kok."
Sekumpulan anak-anak kecil itu saling berpandangan dan kompak memberi semangat pada Kejora yang masih merintih dengan suara pelan.
"Cepat sembuh ya Kejora!!" ucap anak-anak itu dengan kompak.
"Terimakasih semuanya. Indra, ini p3k nya terimasih juga ya."
Setelah selesai mengobati dan merapikan kembali kotak p3k Daffa berdiri sambil membopong tubuh Kejora dan bersiap pulang ke rumahnya.
"Kejora pulang dulu ya, besok main bareng lagi."
Sesampainya di rumah Daffa membaringkan tubuh Kejora di atas rajang dan menemaninya meski pekerjaannya di luar masih menunggu.
"Daddy ...." panggil Kejora dengan suara yang parau.
"Iya sayang?"
"Kaki Jola masih sakit."
Daffa bangkit dan mengipas luka Kejora yang sudah terbalut perban. "Sebentar lagi sembuh sayang."
"Tapi sakit banget, dad, huaaa Jola nggak kuat."
Daffa mengembuskan nafas berat. Menjadi single daddy bukan hal yang mudah di lakukan. Dia harus telaten dan ekstra sabar menghadapi segala sikap gadisnya.
"Terus Jora maunya gimana? digendong atau dibeliin ice cream?" Tanya Daffa dengan sabar.
"Jola mau video call sama bu Aline, Jola mau bilang kalau kaki Jola lagi sakit."
Lagi-lagi guru muda itu yang Kejora ingat. Bukannya Daffa tak suka Kejora dekat dengan gurunya, hanya saja Daffa takut kalau Kejora jadi ketergantungan pada guru itu dan mengganggu waktunya.
"Jora tadikan udah video call sama bu Raline masa sekarang mau video call lagi?"
"Daddy ... Jola mah video call ...." Rengek Kejora tak tertahankan membuat kepala Daffa pening seketika.
"Video call mama Dea sama adik kembar aja ya."
"Nggak mau daddy, Jola maunya bu Aline!"
Akhirnya mau tak mau Daffa harus menghubungi guru itu tadi. Namun, sebelum menghubunginya Daffa meminta izin lewat pesan sms terlebih dahulu, baru lah saat Raline memberinya izin dia langsung beralih ke video call.
"Nggak boleh lama-lama ya bu Raline lagi sibuk" pesannya sebelum Kejora mulai berceloteh dan menceritakan seluruh kejadian hari ini.
Sambil menunggu kejora video call, Daffa mengamati kamar penuh kenangan ini. Sedikitpun tak ada yang Daffa rubah, semua masih tertata rapi seperti dahulu, saat dirinya dan Raya masih bisa bahagia bersama.
Dimanapun Raya berada yang Daffa harapkan Raya selalu bahagia dan tak lupa dengan keberadaannya dan Kejora.
Entah sudah bersama orang lain ataupun masih sendiri Daffa harap Raya bisa kembali ke tanah air dan menemui putri kesayangannya.
"Daddy ...."
Lamunan Daffa langsung buyar dan kembali fokus pada Kejora yang sudah selesai berbincang dengan Raline.
"Sudah puas ngobrolnya?"
"Belum, tapi bu Aline masih sibuk jadi nanti malam kita video call lagi," ucap Kejora sambil memberikan ponselnya pada Daffa.
Daffa mengangguk dan mengusap kepala Kejora sambil memandangnya sendu.
"Daddy kok sedih?"
"Nggak kok, daddy biasa aja." Jawab Daffa sambil menyembunyikan kesedihannya lewat senyuman.
"Daddy kangen Mommy ya?"
"Hah?"
"Itu, dali tadi daddy pegang foto mommy telus."
Ternyata tanpa sadar Daffa meraih frame mini yang ada di samping ranjang dan menggenggam erat frame itu.
"Emang Jora nggak kangen sama Mommy? hmm?" Daffa meletakkan frame itu pada tempatnya dan memeluk tubuh mungil Kejora.
"Jola juga kangen. Kapan ya Mommy pulang?"
"Mommy pasti pulang, Jora sabar ya."
Kejora mengangguk dan menyembunyikan wajahnya di d**a ayahnya.
***