"Yang mulia, apa ada yang sakit? APA YANG TELAH KAMU LAKUKAN? APA KAMU TAHU SIAPA YANG KAMU DORONG ITU?" bentak Yogi kepada Farica yang menundukkan kepalanya sambil berkata "Maafkan aku.. Maafkan aku..."
"Kamu telah menyakiti anggota kerajaan, aku akan menyuruh orang untuk menghu..." perkataan Yogi terhenti saat Edric mengangkat tangannya yang terus menatap sosok Farica yang ada di depannya.
"Kenapa kamu datang kemari?" tanya Edric.
"Aku.. Aku datang untuk mengantar pakaian.." jelas Farica yang belum selesai menyelesaikan perkataannya langsung di potong oleh Edric, "Bukan kamu, tapi Yogi. Ada apa kamu kemari?" Yogi terkejut langsung menjawab "Lapor Yang mulia, Ratu Camila memerintahkan anda untuk menggantikan dirinya mengunjungi Miracle Cancer Hospital tapi.."
"Baiklah, kamu kemari!" perintah Edric kepada Farica memotong perkataan Yogi yang belum selesai berkata.
"Aku." ucap Farica sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Tentu saja, ambilkan pakaianku kesini." perintah Edric yang langsung di lakukan oleh Farica.
Farica mengambil pakaian Edric yang tadi di bawanya lalu memberikan kepadanya, "Pakaikan!" perintah Edric membuat Farica terkejut begitu juga Yogi.
"APA?"
"Yang mulia, biar aku yang pakaikan"
"Tidak, aku ingin dia yang memakaikan"
"Kamu memiliki dua tangan kan? Gunakan tanganmu sendiri." murka Farica sambil menatap tajam Edric.
"APA YANG KAMU KATAKAN? DIA ADALAH PANGERAN DAN KAMU HARUS MEMATUHI PERINTAHNYA"
Edric melangkah kakinya ke depan mendekatkan dirinya dengan tubuh Farica, Farica yang ingin memundurkan tubuhnya di tahan oleh tangan Edric yang memeluk pinggangnya, "Lepaskan aku!" ronta Farica memukul d**a telanjang Edric.
"Apa kamu tahu hukum negara ini bagi orang yang mencelakai atau menyakiti anggota kerajaan?" tanya Edric dengan tatapan mata dingin.
"A..Aku.."
"Maka lakukan apa yang aku perintahkan? atau kamu ingin merasakan hukumannya." kata Edric yang tersenyum miring melihat tangan Farica yang bergetar mengambil kemeja untuk memakaikannya pada tubuhnya.
Edric menatap semua pergerakan wanita yang ada di depannya tanpa terlewatkan sedetikpun sedangkan Yogi dengan tatapan tidak percaya melihat pegawai hotel itu mengancing kemeja yang di kenakan oleh Edric.
Setahu Yogi, Edric tidak menyukai seseorang menyentuh tubuhnya. Tak terkecuali para wanita yang selalu menemani malamnya, Yogi selalu memberi tahu kepada para wanita itu bahwa di larang menyentuh tubuh Edric saat mereka melakukan jika tidak ingin merasakan kemurkaan Edric.
Hanya orang yang terpilih saja yang mendapat ijin menyentuh tubuh Edric dan itu hanya Ratu Camila dan dirinya. Selesai mengancing kemeja kini giliran yang ada di bawahnya, wajah Farica seketika memerah dan itu membuat Edric tersenyum saat melihatnya. Yogi terperanjat lagi, ada apa dengan Yang mulia?
"Kenapa berhenti? Teruskan pekerjaanmu?" ujar Edric dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.
"Pakailah sendiri! Aku tidak bisa memakaikannya." ucap Farica yang sudah memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Apa kamu yakin tidak ingin memakaikannya? Ini kesempatan yang langkah, memberikanmu melihat yang ada di bawah sana. Bahkan para wanita yang ingin melihatnya, menyentuhnya dan merasakannya haruslah bersaing dan di seleksi"
"Apa kamu yakin tidak mau melanjutkan pekerjaanmu? Hmm..." bisik Edric dengan suara serak dan seksinya di telinga Farica, merangsang hasrat wanita itu seperti dirinya dimana gairahnya bangkita karena aroma tubuh wanita ini.
Farica dapat merasakan hawa panas dari tubuh Edric, tubuhnya merinding, "Tidak! Pakailah celanamu sendiri jika tidak suruh pria galak itu memakaikannya." ucap Farica mendorong tubuh Edric lalu membalikkan badannya.
Edric terkekeh meraih celananya dari tangan wanita itu lalu memakainya sendiri, setelah itu Farica meraih jas untuk dipakai Edgar. "Yang mulia, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan?"
"Katakanlah." sambil menikmati aroma tubuh wanita ini yang sepertinya membuatnya candu.
"Sebenarnya untuk acara nanti di haruskan anda membawa seorang wanita untuk menemani anda dan.."
"Kalau begitu, kamu ikutlah aku." kata Edric memotong kembali perkataan Yogi yang belum selesai berkata.
"A..aku"
"Apa kamu tidak mau dan lebih memilih di hukum?"
"Tapi.. Kenapa mesti aku? Aku tidak bisa, jam kerjaku belum selesai dan aku.."
"Artinya kamu memilih di hukum"
"Tapi aku sudah melakukan perintahmu dan sepertinya semuanya sudah impas"
"Apa menurutmu hukumanmu akan seringan itu? Ingat hukuman mencelakai atau menyakitinya mendapat hukuman penjara 15 tahun dan bisa saja aku memberatkan hukuman itu karena kekuasaan negara ini ada di tanganku"
"KAU!"
"Maka ikutlah denganku, aku tidak akan menjatuhkan hukuman kepadamu." ucap Edric dengan wajah penuh kemenangan.
Farica yang tidak tahu harus bagaiamana untuk menolak perintah Edric, menatap sekilas pada pria galak itu untuk meminta bantuannya.
"Yang mulia, Nona..."
"Farica"
"Yah.. Nona Farica tidak perlu menemani anda di acara itu karena akan menganggu pekerjaannya sehingga membuat dirinya di pecat"
"Kamu yang akan mengurus ijinnya agar dia bisa menemaniku"
"Tapi, Ratu sudah.."
"Tidak ada lagi yang perlu di bahas, ini perintahku dan kamu ikut aku." melangkah menuju pintu keluar lalu berhenti, "Kenapa masih berdiri disitu? Apa kamu tidak mendengar ucapanku tadi?" ucap Edric dengan wajah dingin menoleh menatap Farica yang masih berdiam diri disana.
"Iyah, dasar menyebalkan." dengan kesal Farica mengikuti langkah Edric dari belakang.
Edric yang tiba-tiba berhenti membuat kepala Farica membentur tubuh belakangnya, "Auchh" desis Farica merasakan sakit pada kepalanya.
"Apa yang kamu katakan tadi?" tanya Edric membalikkan tubuhnya menatap tajam Farica.
"Tidak ada, aku tidak mengatakan apapun." elak Farica berbohong.
Edric mendekatkan wajahnya pada Farica dan berkata, "Jika aku mendengar kamu mengumpatiku lagi" lalu menatap bibir merah Farica sekilas kemudian melanjutkan perkataannya, "Maka akan aku bungkam mulutmu dengan mulutku." dengan tersenyum miring, tangannya menarik tangan Farica dalam genggamannya berjalan keluar.
Jangan melupakan Yogi yang masih berdiri disana, mematung melihat semua adegan yang dilihatnya. Hari ini Edric seperti bukan orang yang dia kenal, bahkan gelarnya sebagai Pangeran hilang seakan gelar itu tidak pernah melekat dalam darahnya.
Yogi melihat Edric sebagai orang pada umumnya yang berekspresi dengan bebas tanpa harus menjaga etikanya. Yogi yang selama ini mengikuti Edric, tumbuh bersama baru pertama kali melihat Edric begitu lepas bersama orang. Biasanya sifat itu hanya dia tunjukkan kepada sang Ratu.