18. Rest

1158 Words
Syena tersenyum lebar saat kini Rachel baru masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku kemudi, "thanks ya Chel udah mau bantu anter." "Gapapa Mbak Sye, lagian aku juga khawatir kalau mbak pulang sendiri." "Padahal aku nggak papa kok, hehe cuma pusing sedikit aja." "Gimana nggak khawatir kalau wajah mbak jelas-jelas ngelihatin kalau mbak lagi nggak baik-baik aja," Rachel mulai melajukan mobil munuju jalanan malam ini setelah ia menawarkan diri untuk mengemudikan mobil Syena mengantar wanita itu pulang. Rachel merasa khawatir membiarkan Syena pulang sendiri karena hari ini atasannya itu tampak beberapa kali agak sempoyongan dan mengeluh pusing. Membiarkan Syena mengemudi pulang dalam keadaan seperti itu tentu membuat Rachel tidak akan tenang. "Mungkin hari ini aku salah tema make up," Syena menjawab sambil terkekeh. "Ih ada-ada aja mbak." "Iya Chel, salah warna lipstik kayaknya. Tapi syukurlah jadi ada yang nemenin pulang." Syena memperhatikan wajahnya sekilas di cermin. "Oh iya mbak, tadi Pak Denis nanyain mbak lagi tuh," Rachel bicara sambil melirik Syena menahan tawa. "Ck, apaansih." Syena langsung mendecak malas. "Padahal kan dia udah punya istri kan ya mbak? Istrinya juga cantik, tapi masih aja ngejar-ngejar Mbak Sye?" "Tau ah, heran. Dia kayaknya udah nggak waras, gila." "Iya gila mbak, tergila-gila sama Mbak Syena." Rachel tertawa terbahak. "Kamu tahu nggak hari itu mendadak dia kasih kartu kreditnya ke aku?" "Hah!? Seriusan mbak?" "Iya, katanya buat jajan." "Terus mbak ambil?" "Ya enggak lah, buat apa? Duit aku aja nggak sempet buat dijajanin. Emang dipikir aku bisa luluh sama kartu kredit?" Rachel tertawa, "mending mbak ambil trus kasih aku aja." "Ambil aja sana sama buayanya tuh sekalian." "Nggak ah mbak, aku sih cuma mau kartu kredit doang. Tadi itu kita juga udah bilang kalau mbak lagi sibuk, tapi dia masih aja usaha nemuin mbak." "Thanks ya Chel, males banget ketemu buaya idung belang." "Kemarin juga Mas Jake bule nyariin mbak." "Ngapain??" "Nggak tahu, yang jelas mau pedekate." Syena mengehela napas lelah sambil geleng kepala, "ujung-ujungnya gitu mulu." "Emang Mbak Sye nggak suka sama bule? Secara kan Mas Jake ganteng, dan kabarnya keluarga dia di Australia juga terpandang loh mbak." Syena menunjukkan senyum simpul, "ambil aja kalau kamu mau Chel." "Lah pacar aku mau dikemanain mbak?" "Kasih kucing aja." "Idih, dikira pacarku ikan asin? Karena mbak masih sendiri dan ga mau deket sama cowok yang deketin sebelumnya, saya pikir mbak suka yang bule." Syena tertawa, "emang apa spesialnya bule?" "Ya keren aja mbak, artis-artis kan pada banyak yang sama bule. Emang mbak nyari yang gimana sih mbak?" "Ya nggak nyari yang gimana-gimana." "Oh iya saya lupa, mbak kan lagi proses perjodohan sama cowok yang namanya Mas Bara. Gimana mbak? Lancar??" Syena menarik napas dalam lalu menghembuskannya pelan, "entahlah Chel." "Lah kok entah? Dia ga mau sama mbak?" "Kayaknya gitu." "Kok bisa??? Emang apa kurang nya mbak? Selama ini aja semua cowok pada suka sama mbak, lah kok ini mbak nya udah tertarik tapi dianya nggak mau? Saya jadi penasaran sama si Mas Bara ini. Ganteng banget emang nya mbak?" Rachel tak percaya dan sangat penasaran dengan sosok Bara. Syena menarik sudut bibirnya sambil menggeleng. "Terus gimana dong? Orang tua mbak juga udah suruh cari pasangan kan? Gimana kalau mbak coba aja dulu jalan sama cowok-cowok yang tertarik sama mbak? Banyak kan? Mereka kelihatan baik dan masalah derajat mah yang berani deketin Mbak Syena juga nggak perlu ditanya lagi." Syena hanya bisa tersenyum sambil melihat ke kaca jendela luar, "nggak tahu lah Chel, nggak minat. Memikirkannya aja udah bikin capek." Rachel pun kini lebih memilih diam karena tidak tahu harus bicara apa lagi, dia sudah tahu benar bagaimana Syena kalau sudah bicara masalah pasangan, namun yang sampai sekarang belum bisa Rachel pahami adalah kenapa Syena begitu enggan untuk dekat apalagi memiliki seorang pasangan, dia terlihat begitu nyaman dengan kesendiriannya. Saat itu perhatian Rachel tercuri oleh sebuah kantong yang terletak diantaranya dan Syena, "Mbak Sye, insomnianya kambuh lagi??" "Hm?" Syena yang tadinya melamun dikejutkan oleh pertanyaan Rachel. Rachel menyentuh plastik yang berisi beberapa obat yang Rachel sangat ingat kalau itu adalah obat-obatan yang Syena konsumsi saat ia mengalami insomnia dan juga gangguan panik. Sudah sangat lama sejak terakhir kali ia melihat Syena mengkonsumsi obat-obatan ini, "sejak kapan mbak?" Syena langsung mengambil obat yang Rachel pegang dan dengan cepat ia masukkan ke dalam tas, "ah ini hanya untuk siaga." "Serius mbak? Mbak emang kelihatan nggak sehat beberapa hari ini." Syena tertawa sambil menggeleng, "ya emang kurang enak badan sedikit dan mulai susah tidur. Makanya aku siapin obat biar cepat normal lagi. Tapi ini bukan hal yang harus dikhawatirin kok." Rachel diam sebentar coba melihat apakah Syena memang jujur kepadanya, "gimana kalau mbak pulang ke rumah aja? Takutnya nanti mbak kenapa-napa dan cuma sendirian di apartemen." Syena langsung tertawa, "aduh Chel, jangan lebay deh, aku baik-baik aja. Apasih yang kamu khawatirin?" "Tapi mbak..." "Okey biar kamu nggak khawatir, kamu bisa telfon aku kapanpun kalau kamu khawatir, atau aku akan kabari kamu tiap setengah jam." Syena memberikan tawaran. "Ya nggak gitu juga, tapi mbak beneran baik-baik aja kan? Kalau ada apa-apa kabarin aku, okey? Aku selalu siap sedia untuk Mbak Sye." Syena mencubit pipi Rachel gemas karena ia memang sudah menganggap Rachel seperti saudara, "iya iyaaaa, tenang ajaaaa." * Syena melangkah masuk ke dalam apartemen dengan langkah berat seperti menyeret kakinya, setelah masuk kini ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan menatap langit-langit, bahkan ia tak peduli dengan kebiasaannya yang anti berada di atas ranjang sebelum berganti pakaian bekas aktivitas dari luar. Ia kini melihat layar ponselnya menatap chat terakhir yang kirim kepada Bara, sudah beberapa hari ini Bara sama sekali tidak mengindahkannya saat ia coba menghubungi. Namun Syena tak putus asa, ia coba mengirimkan pesan lagi, dan yang mengejutkannya kali ini Bara membalas pesannya. . . Syena Bara, apa yang sedang kamu lakukan sekarang? Sampai kapan kamu begini? Kenapa nggak sekalian kamu block aja nomorku? . Bara Ide bagus Harusnya aku lakukan dari sebelumnya Aku akan block sekarang . Syena Eh jangaaan!! Tunggu duluu! . Bara Apa lagi? . Syena Aku minta maaf atas sikapku sebelumnya . Bara Iya aku maafkan Boleh aku block sekarang? . Syena Baraa, bukan seperti itu Aku mau kita bicara lagi . Bara Tidak perlu Aku sudah memaafkanmu Dan itu sudah cukup . Syena Bara aku mohon Kita perlu bicara . Bara Aku terlalu sibuk . Syena Jangan seperti ini, Ayolah sekali sajaaa Sekali lagi saja bertemu . Bara Besok saat akan habis jam kerja datanglah ke kantorku Jika terlambat aku tidak akan menunggu Dan aku sudah tak punya waktu lagi . Syena Baiklah Terima kasih Aku akan datang besok . . Syena tersenyum walaupun Bara sudah tak lagi membalas pesannya, setidaknya ia sudah punya kesempatan untuk menemui Bara lagi. Gadis itu merubah posisinya untuk duduk sambil memijat kepalanya sendiri dan meringis pelan. Tangan kurusnya kini mengambil beberapa obat yang ada di dalam tas. Tatapannya kosong melihat obat-obatan yang ada di tangannya. Setelah beberapa saat Syena menarik napas dalam, "untuk malam ini aku mohon ini bekerja, aku benar-benar butuh istirahat."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD