Ucapan menusuk yang terdengar dari mulut Biantara membuat Hans naik pitam. Ia mengepalkan tangan, hendak melayangkan sebuah pukulan ke wajah sang adik. Tapi, dalam sekejap ia sadar bahwa posisinya di kantor sekarang hanya sebagai seorang bawahan. Beberapa karyawan pun menjadikannya atensi kali ini gara-gara teguran keras yang diberikan Biantara. Malu. Malu sekali saat dirinya diperlakukan begini. Jangan bicara lagi soal harga diri. Karena semenjak Hans bukan siapa-siapa, hal tersebut tidak lagi ia punya. Pada akhirnya tangan itu hanya mengepal di sisi saku celananya. Rahangnya yang mengetat perlahan mengendur dengan sendirinya. “Tunggu pembalasan saya, Bian. Saya akan buat bisnis kamu gulung tikar.” Tentu saja Hans mengucapkannya dalam hati. Jakunnya naik-turun perlahan. Kepalan