Selepas adzan ashar aku baru selesai mencuci empat helai pakaianku. Tentu saja aku mencuci lagi baju yang dilemparkan Bulik Laila ke lantai. Kemudian Bulikku itu kembali mengecek hasil cucianku, jika oke baru aku bisa melanjutka ke tahap selanjutnya, membilas. Persis seperti seorang pembantu yang sedang diberi pelatihan, bukan? Begitulah awal mula kehidupan yang mengubahku seratus delapan puluh derajat. “Bulik, Naya udah boleh tidur ‘kan?” Tanyaku usia menjemur pakaian. “Iya. Ingat! Bangun sebelum maghrib.” “Iya.” Aku berjalan gontai ke kamar. Merebahkan tubuhku yang terasa amat lelah di atas kasur. Aku menghela nafas panjang. Aku hanya perlu bersabar sedikit, mungkin bulan depan, atau bulan depannya lagi ibu akan datang menjemputku. Semoga urusan ibu di Sulawesi berjalan lancar. Kalau