Setiap adzan Subuh berkumandang Kalinda selalu bangun tapi niatan untuk mengambil mukena dan salat sangatlah berat. Dia merasa sudah kotor dan sangat berdosa pada Tuhan.
Tak bisa dipungkiri setiap malam dia terus-terusan dihantui oleh bayangan menjijikkan malam itu bahkan ketika dia diam seperti ini terkadang tiba-tiba dia seperti melihat bayangan pria jahat yang tak lain dan tak bukan adalah Ajisaka– atasan yang sudah menodainya.
Kalinda berteriak histeris dan menjambak rambutnya ketika kembali mengingat pria jahat yang sudah menodainya. Beberapa kali Kalinda mencoba mencari barang yang bisa dia gunakan untuk menyakiti tubuhnya. Tapi sampai detik ini dia sama sekali belum menemui benda itu seakan sengaja di sembunyikan.
Kalinda sengsara hidup seperti ini, keluarganya membencinya dan lingkungan tidak mau menerima, bahkan dia juga merepotkan orang yang sudah sangat berbaik hati menolong dan menampung di rumah ini.
Ketika dia sedang menangis tidak karuan tiba-tiba dia merasa ada seseorang yang memeluknya dan juga mengusap punggungnya lembut layaknya usapan seorang ibu. Orang itu tak lain dan bukan adalah Daris, sesaat setelah mendengar teriakan Kalinda dia langsung bergerak keena kamar Daris cukup dekan dengan Kalinda.
“Sstt … sstt … ssstt semua pasti baik-baik saja. Ada apa kamu mimpi buruk lagi?” Daris mengusap air mata dan keringat dingin di wajah Kalinda.
“Aku tidak pantas hidup,” ucap Kalinda sangat lirih namun Daris masih bisa mendengar cukup jelas.
“Jangan bicara seperti itu, ayo ibu antar ambil wudu setelah itu kita salat Subuh bersama.”
Kalinda masih saja bergeming sambil memainkan sudut piyama yang sedang dia kenakan.
“Ayo Kalinda, kamu sudah meninggalkan salat selama beberapa hari.”
Setelah sekian lama diam Kalinda mulai menatap balik Daris yang terlihat sangat sabar. “Alloh tidak menerima salatku, Alloh sudah murka, dan aku sudah menjadi wanita yang kotor!”
“Hei, bicara apa kamu Kalinda? Alloh akan semakin murka jika kamu seperti ini. Saya tau kamu sekarang sedang hancur dan berada di titik paling rendah kehidupan, tapi ingatlah pada Sang Maha Pencipta.”
Kalinda kembali menangis sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat dia tetap belum bisa menerima keadaannya sekarang.
“Yasudah, ibu tidak bisa terlalu memaksa kamu, Kalinda, tapi ingatlah hidup kamu tidak akan berakhir sampai disini.” Daris berdiri dan bersiap untuk melangkah pergi.
“Semenjak pria jahat itu menyentuhku hidupku seperti sudah berakhir kedua orang tuaku tidak mengakui lagi dan aku di usir dari lingkungan. Untuk apa lagi aku melanjutkan hidup!”
“Cukup Kalinda!” Nada suara Daris mulai meninggi, kata-kata yang Kalinda ucapkan mengingatkannya pada mendiang putri pertamanya yang bernasib sama dengan Kalinda.
“Bantu aku, bu, bantu aku mengakhiri hidupku yang sia-sia ini.” Suara Kalinda semakin terdengar lirih dan isakan tangisnya semakin terdengar memilukan.
Daris yang tidak kuat langsung berjalan cepat keluar dari kamar Kalinda. Dia tidak takut Kalinda berbut macam-macam karena semua benda yang bisa menyakiti Kalinda sudah Bagas singkirkan. Mereka tahu orang yang sedang terkena masalah besar cenderung memiliki pemikiran pendek dan tidak peduli dengan resiko yang mereka inginkan hanya kedamaian dan hilangnya semua ingatan serta pikiran buruk.
“Astaga Ma, kenapa?” Bagas yang baru saja keluar dari kamarnya terlejut melihat sang Mama duduk sambil menangis di depan kamar Kalinda.
“Apa Kainda menyakiti Mama?”
Daris masih belum mampu menjawab sedangkan Bagas terus memberondongi banyak pertanyaan.
“Kalinda mengingatkan Mama pada Sita, mereka berdua sama-sama hancur dan ingin mengakhiri hidup.”
Bagas langsung berdiri dan mengecek ke dalam kamar Kalinda, perasaannya lega seketika saat melihat Kalinda masih baik-baik saja.
“Kalinda pasti baik-baik saja tidak ada benda yang biaa menyakiti dia.” Bagas membantu Mamanya berdiri dan mengangarnya menuju kamar.
“Nanti kamu ziarah ke makan Sita, mungkin di sekarang sedang rindu kita.”
“Mama tidak mau ikut?”
Daris menggeleng pelan sampi sekarang dia belum sanggup Ziarah ke makan putrinya. “Kamu saja, Keila tidak ada temannya nanti.”
****
Hari minggu ini Bagas habiskan bersama Keila, dia menuruti semua keinginan putrinya dan setia menunggu ketika anak itu meminta masuk ke dalam taman bermain yang berada di dalam mall.
Bagas sudah tidak malu lagi duduk diantara ibu-ibu yang juga sedang menunggu anaknya. Untuk mengalihkan kebosanan dia membuka ponsel dan langsung mendapati pesan dari Isabella yang dia temui semalam.
Bukannya langsung membalas Bagas sibuk memandangi display picture wanita itu. Wajahnya terlihat teduh dan tubuhnya terlihat sangat indah dengan balutan gaun pres body.
Isabella: “Apa kamu sedang sibuk?”
Satu pesan kembali masuk ke dalam ponselnya namun Bagas tetap enggan membuka atau membalas pesan itu. Secantik apapun wanita itu jika tidak mampu menggetarkan hatinya tetap percuma.
Karena tidak nyaman terus-terusan dikirimi pesan akhirnya Bagas membuka pesannitu dan mulai menuliskan balasan yang pantas dan akhirnya mereka menjdi berbalas pesan sampai Keila selesai bermain dan menghampirinya.
“Papa, Keila sudah selesai,” ucap putrinya dengan riang.
“Keila mau kemana lagi?”
“Beli lolipop setelah itu pulang, kasian kakak ditinggal sendiri.”
Bagas selalu tak bisa menahan tawa ketika Keila memanggil Kalinda dengan sebutan kakak.
“Kok Papa ketawa, kenapa?”
“Panggil tante aja, nggak cocok tante Kalinda di panggil kakak.”
“Tapi dia lebih senang di panggil kakak.”
“Yasudah kalau begitu terserah Keila saja, ayo kita cari lolipop dan boneka yang kamu inginkan.” Hari ini mereka bersenang-senang dan menikmati qwality time yang sangat jarang mereka temui karena kesibukan Bagas.
Setelah urusan dengan Keila beres dan anaknya terlihag bahagia, dia langsung berpamitan untuk keluar kembali karena harus ziarah ke makam kakaknya dan juga mendiang istrinya.
Meski dulu dia di jodohkan dan menikah tanpa perasaan tapi semakin lama Bagas mulai menerima dan membuka hati untuk istrinya. Ketika dia memutuskan untjk mengakhiri hidup dan menunggalkan bayi yang masih membutuhkan ASI-nya Bagas benar-benar sangat hancur.
Setelah mengirim doa dan mengucapkan kalimat penuh kerinduan Bagas membersihkan makan mendiang istrinya dan menatap batu nisan yang tertulis nama, tanggal lahir, dan juga tanggal wafat.
“Sampai sekarang aku masih berharap kamu kembali Karina.” Lima tahun berlalu Bagas tidak bisa lupa begitu saja ketika kejadian demi kejadian terus menimpa kelurga kecilnya yang masih seumur jagung. Meski bukan pernikahan yang bahagia layaknya pasangan lain tapi bagi Bagas pernikahannya dengan Karina sangag berkesan.
“Semakin hari anak kamu tumbuh menjadi gadis yang pintar dan cantik, wajahnya juga semakin mirip kamu.” Mata Bagas mulai berkaca-kaca, hatinya mendadak rapuh jika dia sudah berhadapan dengan makan Karina.
Tanpa terasa hari semakin gelap, Bagas banyak bercerita di pusara Karina yang sudah dia bersihkan rapi dan juga di tambah dengan tanuran bunga segar. Dia berjalan dengan kaki yang terasa ringan setelah banyak curhat dan mengirim doa kepada Karina dan kakaknya Sita.
Bagas langsung pulang dan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air. Hatinya benar-benar terasa lebih damai saat ini.
Saat ini hanya ada dirinya dan Kalinda karena Mama dan Keila sedang berkunjung ke rumah saudara mereka yang memiliki hajat. Bagas duduk santai di ruang tengah sambil menikmati mi kuah yang dia buat sedangkan televisi dia biarkan menontonnya makan.
Ketika sedang asik makan dia langsung tersedak ketika melihat pintu kamar Kalinda sedikit terbuka dan wanita itu terlihat mengintip dari sela pintu.
“Keluar saja nggak usah ngintip begitu,” ucap Bagas to the point.
Karena merasa sudah kepergok Kalinda langsung menutup pintunya rapat.
Bagas hanya tersenyum tipis dan kembali menikmati mie kuahnya. Dan beberapa saat kemudian dia kembali melihat Kalinda mengintip dari celah pintu.
Tak tahan akhirnya Bagas mendekati pintu kamar Kalinda yang sudah tertutup lagi dan mulai mengetuk pintu itu.
“Kalinda buka pintunya, kamu mau apa?” Bagas yakin Kalinda bertingkah seperti itu karena mempunyai keinginan.
Kalinda terus bergeming sedangkan Bagas penasaran apa yang Kalinda inginkan. Akhirnya Bagas nekat membuka pintu kamar dan perbutannya itu sangat mengejutkan wanita yang ada di dalam.
“Kamu mau apa?”
Kalinda yang masih berdiri di balik pintu langsung menundukkan kepalanya dan juga diam tak mau menjawab pertanyaan Bagas.
“Tolong, bersikap santai dan jangan takut karena saya bukan orang jahat.” Ketika Bagas mendekati Kalinda untuk melihat wajahnya yang di sembunyikan respon Kalinda cukup mengejutkan. Dia berteriak dan sangat ketakutan padahal Bagas hanya ingin melihat kondisinya.
“Maaf Kalinda, saya tidak bermaksud apa-apa. Tolong tenangin diri kamu.” Seketika Bagas ingat jika Kalinda masih trauma berat dengan lelaki dan tidak bisa terlalu di dekati.
“Pergi kamu orang jahat!” Kalinda berteriak sambil memukulnya dengan guling dan berharap dia akan segera keluar.
“Iya, saya akan keluar tapi tolong katakan apa yang kamu inginkan.”
Kalinda tak menggubris dan terus memukuli Bagas dengan guling. Akhirnya Bagas keluar dan tidak bertanya apa-apa lagi pada Kalinda.
Dia kembali menyantap mie kuah-nya dengan tenang dan berusaha tidak memperdulikan Kalinda yang kembali ngamuk di kamarnya.
Mungkin jika orang lain sudah merasa sangat terganggu dengan kehadiran Kalinda, tapi baginya tidak dia ingin menyelamatkan Kalida dan dia ingin Kalinda mempertahankan hidupnya yang berharga.
Cukup kakak dan istrinya yang mengalami itu, jangan ada lagi orang yang mencari ketenangan dengan bunuh diri.
***