“Cukup, jangan menatap saya seperti itu.” Bagas mengalihkan pandangannya dari Kalinda yang menatapnya tajam sekan ingin mengibarkan bendera permusuhan.
“Okay, saya minta maaf kalau salah bicara.” Meski Bagas sudah mengubah posisinya menjadi berdiri Kalinda terus menatapnya tanpa ampun sampai suara Keila mengagetkan mereka.
“Papa, Kei mau main sama Salsa.”
Bagas menoleh ke arah putrinya dan langsung memberinya izin. “Mainnya nggak boleh jauh-jauh kalau di panggil nenek langsung pulang.”
“Iya Papa.”
Bagas kembali mendekati Kalinda dan ingin bertanya lebih banyak tentang dia, namun dia paham betul Kalinda belum siap untuk berbicara banyak terlebih kepada orang asing. “Saya mengerti, tenangkan diri kamu terlebih dahulu jika butuh sesuatu jangan sungkan untuk memberi tahu.”
Ketika Bagas hendak melangkahkan kakinya keluar dari kamar Kalinda tiba-tiba suara serak dan pelan menahan kakinya.
“Tunggu, kenapa kamu tidak membiarkan saya mati saja? percuma raga saya hidup tapi hati dan semua yang ada di dalam tubuh saya sudah mati.”
“Kamu manusia beriman, dan muslimah yang baik tidak seharunya kata-kata seperti itu keluar dari bibir kamu.”
Isakan tangis itu kembali terdengar, tanpa menoleh Bagas sudah tau jika itu berasal dari Kalinda. Wanita rapuh itu sedang membutuhkan suport besar, tapi dia sebagai orang asing hanya bisa membatu sebisanya.
“Jangan berfikir untuk mengakhiri hidup, belum tentu Alloh akan menerima kamu di akhirat!” Setelah mengatakan itu dia melanjutkan langkahnya keluar dari kamar Kalinda.
Ternyata di luar kamaf ibunya tampak sangat penasaran dengn hasil obrolannya dengab Kalinda. Dia-pun langsung di todong dengan berbagai macam pertanyaan oleh sang ibu.
“Gas, kamu dapat info apa? terus dia nggak ngamuk lagi?”
“Kosong, Kalinda masih belum bisa bicara banyak yang ada di otak dia hanya bagaimana cara mengakhiri hidup.”
Daris ikut pusing memikirkan tentang Kalinda yang sedang depresi. “Bagas, bawa dia ke dinas perlindungan perempuan mungkin dia akan lebih baik berada disana daripada disini beraama kita orang asing.”
“Kalinda takut dengan keramaian, tempat itu sangat tidak cocok dengan kesembuhan mentalnya.” Jawab bagas tegas.
“Disana ada yang menangani sendiri, kamu jangan khawatir Gas.”
“Nggak Ma, biarkan dia disini Dulu sampai benar-benar pulih aku nggak keberatan. Kalah Mama merasa keberatan anggap saja kita sedang merawat kak Sita.”
Jika sudah begini Daris tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena ini rumah Bagas dan semua keputusan ada di tangannya. “Mama harus jawab apa Gas kalau ada orang yang bertanya? dia bukan siapa-siapa kita.”
“Mama terlihat sangat keberatan, nggak masalah aku bisa tempatin dia di paviliun.”
“Sudah cukup, maafkn ucapan Mama. Kalau memang kamu mau menolong dia terserah tapi bilang sama Mama jika ada orang bertanya Mama harus jawab apa.”
“Jawab saja saudara jauh kita setelah itu orang-orang pasti berhenti bertanya.”
Daris mengangguk kemudian melenggang pergi meninggalkan bagas sendiri di ruang tengah.
Kalinda yang malang, Bagas janji akan membantunya sampai pulih dia tidak tega Kalinda sampai hilang akal. Dia juga seorang ayah dari anak perempuan dan terlebih kakaknya dulu juga bernasib sama dengan dia sampai nyawanya terenggut karena tidak kuat menghadapi dunia.
Lamunannya buyar ketika ponselnya berbunyi. Salah satu temannya menghubunginya dan Bagas sudah bisa menebak apa tujuan temannya menelpon.
“Kita tunggu di kafe 75 lo pasti datang kan?”
Tebakannya tidak meleset, teman-temannya mengajaknya nongkrong di malam minggu ini.
“Nggak ada kata tidak, Gas, lo bisa ajak anak lo kok soalnya gue juga bawa istri.”
“Okay gue bakalan datang.”
“Sipp, kita tunggu.”
Setelah itu Bagas langsung memutus sambungan telfon dan mulai bersiap. Dia harus memanggil Keila dan segera mandi.
Dengen bersungut-sungut Keila berjalan masuk ke dalam rumah karena belum puas bermain sudah di panggil. “Keila masih pengen main papa!”
“Papa mau keluar Keila mau ikut apa tidak?”
“Kemana?”
“Kafe dong sama teman-teman papa, ikut tidak?”
“Kei di rumah sama Mama dan nenek saja nanti ngantuk.”
Bagas menyunggingkan senyum tipis, jika Keila tidak ikut dia bisa sedikit memiliki kelonggaran. “Nanti mau dibawain apa?”
“Burger ya, Pa.”
“Siap putri cantik. Kalau begitu ayah mandi dulu kamu lanjut main di rumah saja sudah hampir malam.” Bagas mengacak puncak kepala Keila dan berjalan menunju kamarnya untuk bersiap.
Kini dia sudah rapi dan wangi, meski umurnya tidak muda lagi tapi jiawanya tetap muda. Urusan stayl Bagas tidak bisa dianggap remeh dia selalu mengikuti trend dan selalu membuat wanita terpesona dengan penampilannya.
“Wangi banget mau malam mingguan sama siapa?” Goda Daris yang sedang menonton acara televisi.
“Sama teman-teman, Ma, mumpung senggang. Keila dimana?”
“Bisalah, semenjak ada wanita itu tempat favorit Keila disana.”
Bagas tersenyum tipis dan menghampiri Keila terlebih dulu untuk pamitan jika tidak begitu putrinya akan mengamuk dan terus mencarinya.
“Keila, sini dulu nak.” Bagas hanya menyumpulkan kepala di celah pintu, dia tidak ingin masuk karena di dalam Kalinda mulai asik mengobrol dengan Kalinda yang selama ini hanya diam dan terlihat jutek.
“Papa kesini saja.”
“Keila aja sebentar sini.”
Meski terlihat ogah-ogahan Keila tetap turun dari ranjang sedangkan Kalinda yang awalnya tampak menunjukkan senyum meaki sangat tipis langsung mengalihkan pandangan dan menyembunyikan wajah serta senyumannya.
“Papa mau berangkat, Keila nggak boleh nakal sama nenek dan tante.”
“Iya Papa.”
“Tadi ngobrol apa sama tante?”
“Keila nggak boleh panggil Mama tapi panggilnya kakak soalnya dia bukan Mama Keila.”
Bagas menyunggingkan senyum dan mengusap pipi Keila, akhirnya putrinya paham dengan fakta ini. “Terus Keila mau panggil kakak?”
“Mau dong soalnya kakak jadi mau bicara sama Keila.”
“Yasudah Keila ngobrol lagi sama kakak, ayah mau berangkat.”
“Nanti burgernya dua ya, pa, buat Kei dan Kakak.”
Bagas mengangguk dan meninggalkan Keila serta Kalinda dengan hati yang tenang.
**
Sesampainya di kafe ternyata teman-temannya sudah berkumpul. Cukup ramai karena ada beberapa yang mengajak anak istri.
“Woi, Gas sini gabung.” Salah satu temannya yang bernama Boby melambaikan tangannya Bagas pun langsung berjalan menghampiri dan mengambil duduk di sampingnya.
“Anak lo tumben nggak ikut?”
“Lagi ada teman main du rumah.”
“Tuh ada cewek-cewek kenalan gih.” Boby menunjuk beberapa wanita yang ikut serta dalam acara malam ini.
“Hari ini sebanarnya acara Farhan dan istrinya makanya ada cewek-cewek juga.”
Bagas manggut-manggut setelah Boby memberikan penjelasan. Dia menatapa sekilas wanita-wanita itu, beberapa ada yang menarik namun dia belum ada nyali untuk mendekat.
“Lo pilih yang mana biar gue bawain but lo.”
“Nggak perlu repot-repot gue belum tertarik.”
“Yaelah boy, buat have fun aja buat cinta satu malam juga nggak apa-apa gue udah dapat nih. Silvi, come here.” Boby melambaikan tangan kepada wanita berwajah blasteran eropa dan memiliki bertubuh molek. Wanita itu langsung duduk di pangkuan Boby dan bertindak cukup agresif.
“Gimana Gas lo mau ambil yang mana.”
“Skip, otak lo emang udah geseek, Bob!” Bagas berdiri dan meninggalkn Boby si perjaka yang haus wanita.
Bagas akhirnya bergabung dengan teman-temannya yang lebih baik dan bisa diajak mengobrol. Diantara teman-temannya masih cukup banyak yang single jadi dia tidak terlalu kesepian.
Meski lama tidak berkumpul Bagas tetap merasa enjoy karena beberapa temannya sangat sefrekuensi dalam membahas sebuah hal.
“Lo, nggak ada keinginan buat nikah, Gas? kasihan anak lo makin besar dia makin ngerti makna seorang ibu,” ucap salah satu teman yang senasib dengannya.
“Gue masih trauma, Dan. Gue ngerti Keila butuh sosok itu tapi nyokap gue sudah lebih dari cukup.”
“Jangan lama-lama nanti keburu tua susah carinya.”
“Lo sendiri, gimana?”
Dani menunjuk dirinya sendiri kemudian tersenyum. “Gue mah sudah ada calon tinggm nunggu hari, kasihan anak gue kalau kelamaan.”
“Lancar ya bro.”
“Bentar deh, lo beneran nggak bisa deket sama cewek Gas?”
“Bisa lah gue masih normal, cuma gue mendadak panic attack kalau interaksi gue makin dalam.”
“Lo udah konsultasi sama dokter kan? maksud gue lo ada usaha buat nyembuhin itu.”
“Dulu gue biarin karena gue merasa benar-benar nggak bisa, tapi demi Keila yang terus-terusan neror gue pengen punya Mama akhirnya gue berobat dan terapi.” Bagas sangat tersiksa dengan kondisi ini dan jujur saja terkadang hati kecilnya berkata bahwa dia juga ingin memiliki pendamping hidup dan saling berbagi kisah.
“Kalau lo butuh kenalan jangan sungkan kontak gue, teman-teman calon istri gue insyaallah baik semua dan lulusan pondok pesantren.”
“Thanks, Dan gue juga doain semoga pernikahan lo lancar sampi jannahnya Alloh.”
Malam ini rasanya berbeda dengab malam-malam lainnya. Bagas sangat menikmati dan pikirannya mendadak fresh apalagi ditambah minuman beralkohol yang kini berada di tangannya.
Karena efek mabuk juga saat ini Bagas tampak biasa saja duduk bersanding dengan wanita yang baru dia temui. Wanita cantik bernama Isabella terlihat anggun memakai dress berwarna peach.
Godaan teman-temannya sudah tidak dia gubris sama sekali karena pengaruh alkohol dan juga vape yang dia pegang. Bagas bisa menjadi perfect Daddy dan dia juga bisa menjadi pria liar seperti malam ini.
“Bagas, apa kita bisa bertemu lagi?”
“Tidak masalah Isabel,” jawab Bagas tanpa sadar.
Bagas terus menghisap vape di tangannya sambil sesekali menikmati minuman di gelasnya. Suasana kafe yang awalnya tampak damai semakin malam terasa semakin panas.
Ketika Bagas hendak pulang Isabella yang tadinya terus menempel padanya tiba-tiba menahan dengan cara memeluk ha dari belakang.
Bagas yang tidak bisa menerima perlakuan terlalu intim langsung melepas pelukan Isabel dengan paksa bahkan sampai wanita itu terjatuh saking kuatnya.
Tak sedikit orang-orang yang menyaksikan itu, Bagas yang menyadari perlakuannya langsung menolong Isabella dan meminta maaf.
“Isabel saya sangat refleks, tolong maafkan kelakuan saya.”
“Tidak apa-apa saya juga mengagetkan kamu.” Isabel terlihat memaksakan senyumnya dan tak menyerah mendekati Bagas. “Sebagai balasannya bagaimana kalau kamu mengantar saya pulang?”
“Next time mungkin, anak saya sudah menunggu.”
“Kalau begitu nomor telepon kamu biar kita tidak hilang kontak begitu saja.”
Dengan terpaksa Bagas memberikan nomorntelponnya pada Isabella engah bagaimana kelanjutan kisahnya dengan Isabella dia pikir nanti.