Bab 13. Dugaan Julian

1282 Words
Maulia bergegas menuju toilet restoran, mengikuti jejak Rissa yang tampak tergesa-gesa. Sesampainya di depan pintu toilet, Maulia mendengar suara yang membuat hatinya mencelos. Suara Rissa yang tengah muntah-muntah dari dalam bilik toilet. "Ya ampun, suara itu ...." Buru-buru Maulia menghentikan ucapannya, mengusir perasaan curiga. "Rissa, apa kamu sebenarnya lagi nggak sehat tapi memaksakan diri untuk datang ke sini?" tanya Maulia seraya mengetuk pintu, berharap Rissa mau membukakan pintu untuknya, dan membiarkannya masuk menemani wanita itu. Tak ada jawaban dari dalam sana, Maulia kian merasa resah. "Boleh aku temenin kamu di dalam, Rissa?" tanya Maulia lagi dengan nada cemas sambil mengetuk pintu. Namun, tetap tak ada jawaban. Hanya suara muntah-muntah yang terus terdengar, semakin membuat perasaan Maulia khawatir. "Rissa, tolong buka pintunya sebentar aja. Ini aku Maulia," ucapnya lagi, kali ini dengan ketukan yang lebih keras. Tapi pintu tetap tidak dibuka. Maulia bisa merasakan kepanikan mulai merayapi dirinya. Di luar toilet wanita, Kevin berdiri dengan gelisah. Ya, pria itu langsung menyusul Rissa setelah sekretarisnya itu pergi ke toilet tanpa pamit. Perasaan Kevin tidak tenang saat sadar ada yang tidak beres ketika melihat Rissa berlari ke toilet sambil menutup mulut. Namun, ia tidak bisa masuk dan hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Setiap detik yang berlalu terasa seperti begitu lama baginya. "Mbak Maulia, gimana Rissa? Dia baik-baik aja, kan?" tanya Kevin dari luar, suaranya terdengar penuh kekhawatiran. Maulia menoleh ke arah pintu, membukanya sedikit untuk melihat Kevin. "Aku belum tau, Mas. Rissa nggak jawab waktu aku panggil dan aku dengar dia terus muntah-muntah. Aku khawatir banget sama Rissa, sepertinya dia lagi kurang enak badan." Kevin mengepalkan tangannya, merasa tidak berdaya. "Coba terus ketuk pintunya, Mbak. Kita harus pastikan Rissa baik-baik aja." Maulia mengangguk dan kembali menutup pintu. Kemudian ia mengetuk bilik toilet berharap kali ini Rissa akan merespon. Beruntung, saat itu suara kunci pintu dibuka terdengar, membuat Maulia merasa sedikit lebih lega. Rissa pun keluar dari bilik toilet dengan tubuh lemah dan wajah yang terlihat pucat. Maulia yang khawatir segera memegangi tubuh Rissa, mencoba menahan wanita itu agar tidak terjatuh. "Rissa, aku antar kamu ke klinik ya," tawar Maulia seraya memapah tubuh Rissa untuk diajak duduk di sofa yang berada di sudut ruang toilet. Rissa menggelengkan kepala. Gerakannya tampak lemah. "Nggak usah, Mbak. Saya nggak apa-apa kok." "Nggak apa-apa gimana? Wajah kamu pucat, bahkan badanmu dingin begini." Maulia pun meraba wajah Rissa yang dingin dan berkeringat. Sepertinya wanita itu cukup tersiksa hingga menguras tenaga saat muntah-muntah tadi. "Saya cuma pusing, Mbak. Rasanya kepala saya sakit banget," keluh Rissa dengan suara yang terdengar parau. "Makanya aku antar kamu ke klinik ya biar diperiksa sama dokter. Kalau kamu sakit, biar dikasih obat, supaya pusing dan mualnya hilang," bujuk Maulia sembari memijat pelan leher belakang Rissa. Namun, beberapa detik kemudian tubuh Rissa lunglai, wanita itu mulai kehilangan kesadarannya, dan jatuh dalam pelukan Maulia. "Mas Kevin! Mas, cepat ke sini, Mas!" teriak Maulia panik, suaranya menggema di dalam toilet. Kevin yang mendengar teriakan itu langsung masuk ke dalam toilet wanita tanpa ragu. "Rissa kenapa, Mbak?" "Dia pingsan, tadi sempat ngeluh kalau kepalanya pusing. Kita harus bawa Rissa ke klinik, Mas!" Kevin pun segera menggendong tubuh Rissa yang lemas keluar dari toilet. "Di mana kliniknya, Mbak?" "Ada di lantai satu. Ayo kita ke bawah sekarang!" jawab Maulia dengan suara gemetar. Kevin mengangguk dan dengan langkah tergesa, ia membawa Rissa menuju lift. Maulia mengikuti di belakangnya, wajahnya penuh kekhawatiran. Julian yang sejak tadi duduk menunggu Kevin, Maulia, dan Rissa kembali dari toilet seketika bangkit dari tempat duduknya begitu melihat Kevin yang setengah berlari keluar dari toilet sambil menggendong Rissa dan seperti akan menuju ke lift. Ia pun menyusul Kevin dan Maulia, meninggalkan mejanya yang masih terdapat beberapa menu yang belum tersentuh. Suasana makan siang yang awalnya tenang berubah menjadi kacau karena Rissa yang tiba-tiba mual, muntah, dan akhirnya pingsan. Beberapa pelayan tampak panik dan mulai bertanya-tanya karena melihat Rissa yang tidak sadarkan diri, tetapi Maulia coba memberikan jawaban yang dapat membuat mereka tenang, dan mengatakan Rissa memang sedang kurang sehat, meminta semuanya agar tidak mencemaskan Rissa yang akan dibawa ke klinik untuk diperiksa dokter. "Sayang, kenapa Rissa bisa pingsan?" tanya Julian dengan dahi yang tampak mengerut. Ia tak sampai hati bertanya pada Kevin yang panik dan ketakutan saat ini. "Nggak tau, Mas. Dia ngeluh kepalanya pusing setelah muntah-muntah." "Terus Rissa mau dibawa ke mana?" "Ke klinik yang ada di bawah, Mas." "Ok, aku ikut!" jawab Julian yang kini melangkah di samping Maulia, lalu meraih jemari calon istrinya, dan menggenggamnya erat-erat. Di dalam lift, Kevin terus menggendong Rissa dengan hati-hati tanpa berniat untuk menurunkannya sejenak, berharap mereka segera sampai di klinik. Maulia berdiri di sampingnya, menatap Rissa dengan perasaan cemas. Ia seakan mengalami dejavu karena kejadian yang Rissa alami pernah dialami juga oleh Maulia beberapa tahun silam. Namun, Maulia berdoa agar Rissa segera pulih dan hanya sakit biasa. Berbeda dengan Kevin dan Maulia, Julian malah tampak tenang dan yakin dengan pikirannya sendiri. "Sepertinya Rissa hamil," gumamnya dalam hati dan melirik Rissa sekilas dengan ekor matanya, lalu menatap Kevin sembari tersenyum. Entah apa yang pria itu pikirkan selanjutnya. Saat mereka tiba di klinik yang berada di gedung tersebut, Kevin mempercepat langkah kakinya sambil menggendong Rissa. Siang itu suasana klinik tampak sibuk. Para perawat dan dokter segera menyadari kedatangan mereka dan dengan sigap menghampiri Kevin yang terlihat cemas. "Dokter, Suster, tolong sekretaris saya!" ucap Kevin dengan suara yang terdengar gusar. "Silakan tidurkan pasien di sini, Pak, supaya diperiksa sama dokter!" pinta salah seorang perawat seraya menunjuk ranjang pasien. Kevin pun segera membaringkan tubuh Rissa di atas ranjang pasien yang berada di ruang pemeriksaan. Raut wajahnya tampak tak karuan, menujukkan ekspresi yang tidak menentu. "Kalau boleh tahu sekretaris Bapak lagi apa sampai bisa hilang kesadaran?" tanya perawat lainnya. "Tadi kita lagi makan di Enmaru yang ada di lantai 46. Semuanya baik-baik aja awalnya, tapi nggak tau kenapa waktu sekretaris saya makan baru beberapa suap, belum habis, tiba-tiba dia ngerasa mual, terus sempat muntah-muntah, setelah itu ngeluh pusing, dan akhirnya pingsan. Apa mungkin dia kelelahan ya, Sus, karena belakangan ini sibuk dan mungkin kurang istirahat? Ditambah suasana hatinya sedang kurang baik beberapa hari terakhir ini." Maulia dan Julian yang berada di ruangan tersebut saling tatap mendengar kalimat terakhir yang Kevin ucapkan. "Baik, Pak. Kalau begitu silakan urus administrasi terlebih dulu dan mohon untuk menunggu di luar sampai dokter selesai periksa pasien." "Baik, Sus." Dengan berat hati, Kevin pun memutar tubuhnya, dan melangkah pergi meninggalkan ruang pemeriksaan. "Mas Kevin tenang ya, sekarang Rissa udah ditangani sama dokter. Nggak lama lagi Rissa pasti sadar," ucap Maulia begitu mereka keluar dari ruangan tersebut yang pintunya langsung ditutup rapat oleh perawat. Maulia hanya mencoba untuk menenangkan Kevin yang pastinya masih cemas sampai saat ini. Kevin mengangguk lemas, mengiyakan ucapan Maulia walau hatinya dihantui perasaan bersalah. Bagaimana tidak, jika sesuatu hal buruk terjadi pada Rissa, ia akan menjadi orang yang paling bersalah. "Vin, menurutku kayaknya nih ya, kayaknya, Rissa lagi hamil deh." Sontak Kevin dan Maulia sama-sama terkejut begitu mendengar perkataan Julian yang mengucapkannya dengan santai. "Jangan ngaco deh kamu, Mas! Rissa kan belum nikah, mana mungkin dia hamil!" Maulia pun menatap calon suaminya itu sembari memicingkan kedua mata. Walau sebenarnya ia sempat berpikir hal yang sama dengan Julian, akan tetapi Maulia buru-buru menepis dugaannya itu. "Aku bisa ngomong gini karena Kevin pernah ceritain sesuatu ke aku, Sayang, cerita tentang dia dan Rissa!" jawab Julian yang seakan yakin dengan pemikirannya. Mata Kevin membulat. Ia seketika resah mendengar pendapat Julian. Ya, ia memang pernah menceritakan kejadian malam itu pada Julian. Bukan tanpa alasan Kevin bercerita karena ia didesak oleh Julian akibat tidak fokus setelah mengalami malam panas bersama Rissa yang tak akan terlupakan. "Apa mungkin Rissa benar-benar hamil karena kejadian malam itu?" batin Kevin seraya mengusap wajah dengan perasaan campur aduk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD