Ciuman dilepaskan oleh Hakim terlebih dahulu. Bibirnya menjauh pelan, masih meninggalkan jejak basah yang membuat napas Zivanna tercekat. Ia membuka mata setengah, pupilnya membesar, seolah tak percaya pria itu benar-benar melepaskannya di tengah badai rasa yang baru saja dimulai. Hakim diam. Menatapnya lama. Wajahnya tenang, tetapi ada bara yang belum padam di balik sorot matanya. Bara yang membuat Zivanna gemetar. Namun sebelum sang kolonel sempat menarik diri sepenuhnya, Zivanna justru menempel lagi, menarik tengkuk Hakim dengan kedua tangan dan menyatukan bibir mereka sekali lagi. Kali ini, Zivanna yang menyerang. Lidahnya menyusup, mencari-cari, menyentuh lidah Hakim dengan keinginan yang meledak tanpa kendali. Ia berusaha menyesap, menarik, bahkan menelan manis pahit rasa dari dala