LION memang sering mengencani kekasihnya di atas ranjang. Menjadikan mereka teman tidurnya setiap malam, walau pada akhirnya, hubungan itu akan berakhir setelah ia merasa bosan.
Namun kali ini berbeda. Lav bukan kekasihnya, dia hanya perempuan bodoh yang dibutakan akal sehatnya hingga rela menjadi teman tidur seorang b******n seperti dirinya. Seorang perempuan yang bahkan rela menyerahkan keperawanannya pada Lion, bukan pada suaminya kelak
'Apa yang lo pikirin, Lav?'
Ia menatap wajah ayu yang kini memejamkan mata. Love memang cantik dan menarik, dia pun memiliki otak cerdas hingga membuatnya mendapat peringkat umum setiap tahun. Namun, entah mengapa, mengingat kejadian yang telah terjadi di antara mereka beberapa saat lalu membuat Lion mulai merasa ragu.
Apakah hubungan mereka akan tetap sama setelah semua ini selesai? Dua tahun kemudian, apakah Lav masih tetap mau memandangnya sebagai salah satu temannya?
"Mana mungkin," gumamnya.
Lav menggeliat pelan, dia mulai merasa tak nyaman terlebih saat Lion merapikan helai-helai rambutnya yang jatuh tak keruan menutupi wajah.
"Lion," panggilnya seperti erangan manja yang membuat cowok itu tersenyum sinis.
'Sial! Gue nggak pernah minta jatah sampai berkali-kali dari dulu, tapi kenapa punya gue udah berdiri cuma dengerin suara seksinya ini?'
Walaupun pernah tidur dengan banyak orang, playboy, dan b******n, tapi Lion bukan orang m***m yang mudah terangsang. Namun, sepertinya hal itu tak berlaku untuk perempuan yang kini menyentuhkan jemari tangannya di dadanya.
"Kenapa?"
"Gue nggak bisa tidur."
"Dari tadi, nggak tidur?"
Pipi Lav memerah, jantungnya yang bergemuruh membuat ia semakin salah tingkah. Terutama karena sejak mereka selesai melakukannya, Lion memeluk tubuh telanjangnya, dan itu ... sangat sulit ia lenyapkan dari otaknya yang mulai terisi beberapa adegan kotor tentang mereka.
"Hm ...."
"Ck, baiklah!"
"Apa?" Lav menatap Lion tidak mengerti.
Lion tersenyum penuh arti, bibirnya mendekati bibir Lav, mengecupnya singkat, dan berbisik, "Kita ulangi sekali lagi."
Setelahnya, Lion kembali menindih tubuh Love, mencumbu seluruh bagian tubuh perempuan itu, dan mulai menyatukan tubuh bawah mereka. Bergerak sesuai irama, mendesah nikmat dan melupakan semua dosa.
***
"Lav nggak masuk?" tanya Nisa penasaran.
Dia kenal pasti, Lav takkan absen apa pun yang terjadi, tapi Lion bilang, Lav tidak bisa datang.
"Dia sakit."
"Eh, yang bener? Perasaan kemarin dia baik-baik aja?" Tama ikutan penasaran. Apalagi, Lion yang menyampaikan berita keabsenan Lav hari ini.
Mencurigakan!
"Iya, dia ngechat gue tadi."
"Kok ngechat ke elo, kenapa nggak ngechat gue aja coba?" Nisa bertanya tidak senang.
Lion mengedikkan bahu tidak acuh. Tentu saja, dia sengaja memaksa Lav untuk cuti satu hari. Apa dia sudah gila jika memaksa perempuan yang sedang kesakitan itu untuk masuk ke kampus? Pasti akan ada banyak orang yang curiga, terlebih cara berjalannya yang lucu.
Lion bahkan sampai berusaha menahan tawa saat melihat cara berjalan Lav. Cowok itu sadar, s**********n Love pasti masih sakit, tapi tetap saja hal itu tidak bisa menampik jika cara berjalannya sangat lucu sekali.
"Lo nggak lagi ada niat buat makan temen sendiri, kan, Li?"
"Maksudnya?" tanya Lion tidak paham atas soal yang dilemparkan Nisa padanya.
Nisa mengangkat bahu. Sebagai cewek, dia tahu jika Lav ada rasa dengan Lion, tapi hatinya tidak ikhlas jika kedua orang itu bersama. Lion terlalu liar dan ... Lav terlalu sebaliknya.
Seorang cowok berambut pirang jabrik dan dandanannya yang agak nyentrik tiba-tiba menghampiri mereka. "Lav-nya di mana?"
Lion menatap cowok itu datar. Drake. Mantan kekasih Lav yang jelas sangat populer di angkatan mereka.
"Nggak masuk, ngapain nyariin dia, sih? Masih belum puas lo mainin dia?" Nisa langsung ngegas sewaktu Drake muncul dan mencari-cari di mana sahabatnya.
Drake tersenyum tipis. "Gue cuma mau bicara sama Lav, kalau dia enggak ada, ya udah, gue pergi."
Belum sempat Drake melangkah menjauh, Lion berkata, "Jauhi dia kalau lo cuma mau bikin dia sakit hati."
Drake menoleh, tatapan tajam yang mengerikan ia berikan pada cowok playboy itu. "Gue cuma mau minta maaf, untuk urusan balikan atau enggak, gue nggak bakal maksa." Drake tersenyum tipis. "Tapi gue nggak bakalan nyerah buat bisa dapatin dia lagi."
Setelah Drake pergi, Tama langsung menepuk pipinya sendiri. "Nggak salah denger, nih, gue? Drake beneran naksir sama temen kita?"
"Omongannya nggak bisa dipercaya," ujar Nisa sinis. "Omongan berandalan kayak gitu sama kayak omongannya buaya, iya, nggak, Li?"
Lion terdiam, dia tahu pasti jika ucapan Drake bukan hanya sekadar gertakan. Dia benar-benar mencintai Lav.
Tentu saja ... Lav cantik, menarik, baik, apa yang perlu diragukan untuk bisa mendapatkannya?
Namun, Lion merasa ada yang tidak beres dengan hatinya. Dia tidak rela.
Rasa ini ... sama seperti saat ia mendengar kabar kalau Lav punya pacar.
____
Bantu dukung dengan komentar, dung! 'next' atau 'lanjut' gitu nggak apa-apa.
Biar aku tahu kalau ada yang baca.