Keluarga Suamiku

2163 Words
Sudah dua hari Alisya tinggal di rumah mertuanya itu, meskipun masih sedikit sungkan jika ingin melakukan sesuatu tapi sambutan hangat dari keluarga suaminya membuat Alisya merasa cukup tenang, dan nyaman. Selain itu, sikap suaminya pun banyak berubah. Alisya sangat ingat malam itu, malam di mana dirinya yang hari itu baru saja pulang dari rumah sakit, dirinya mengunci pintu kamar di saat terbangun di tengah malam. Bukan tanpa alasan Alisya melakukan itu, Alisya melakukannya karena tak melihat suaminya ada di sampingnya, saat itu dirinya berpikir, tentu saja pernikahan yang berjalan karena kesalahan tak akan membuat keduanya untuk tidur bersama. Hingga dirinya berinisiatif berjalan ke arah pintu dan mengunci pintunya dari dalam. Paginya, saat dirinya baru saja bangun dan membuka pintu, dirinya benar-benar terkejut kala melihat suaminya tidur di depan pintu dengan bersandar pada pintu, membuat suaminya itu langsung terjatuh limbung saat Alisya membuka pintu kamarnya. Alisya tak ingin percaya, dirinya sudah bersiap-siap akan mendapatkan omelan dari suaminya itu, tapi melihat suaminya yang langsung berdiri dan berjalan menuju kamar mandi membuat Alisya makin tak enak hati. Niat Alisya yang ingin turun ke bawah dan membantu di dapur ia urungkan, memilih mengekori suaminya dari belakang, terkejut saat mendengar pintu kamar mandi di tutup dengan kasar oleh suaminya. Saat itu Alisya masih mondar-mandir di depan kamar mandi, berniat menunggu suaminya keluar, tapi saat tiba-tiba melihat suaminya yang keluar dengan hanya memakai handuk yang melilit di bagian bawah membuat nyali Alisya menciut, dengan gerakan pelan tapi pasti, Alisya mencoba kabur dan ingin keluar kamar begitu saja, melupakan niat awalnya untuk meminta maaf. Tak hanya sampai di situ, suaminya yang menyadari rencananya untuk kabur tiba-tiba saja menahan langkahnya dengan memegang erat lengannya, membuat Alisya menciut. "Pintunya masih terbuka mas," cicit Alisya pelan seraya menoleh ke arah pintu, harap-harap cemas dengan apa yang akan di lakukan suaminya padanya, mau bagaimanapun pikirannya benar-benar tak bisa diam, pikirannya terus saja traveling kemana-mana, membayangkan hal yang iya iya. "Kalau mau bilang gitu nanti malam, ngapain pagi-pagi mikirin gituan." Bak gayung bersambut, Alisya ingin sekali marah dengan jawaban suaminya yang membuat dirinya malu bukan main, suaminya itu benar-benar laki-laki jahat yang menusuk dirinya tepat di harga dirinya. "Aku cuma mau kamu siapin baju aku, nggak keberatan kan?" Tanya Gerald lagi, membuat Alisya mencoba sadar dan membuang harga dirinya yang sudah rusak, bisa-bisanya dirinya membayangkan jika suaminya akan melakukan aneh-aneh pada dirinya. "Mau pakai yang warna apa?" Tanya Alisya seraya menatap ke arah almari pakaian yang ada di ruangan kamarnya. "Terserah, sekalian dalamannya juga, aku belum pakai." Kata Gerald seraya melepaskan genggamannya pada Alisya, berjalan ke arah ranjang, mengambil ponselnya yang ada di nakas, masih dengan penampilannya yang aduh...hai. Alisya berjalan ke arah almari, memikirkan baju warna apa yang cocok untuk di pakai suaminya. Alisya membuka almari suaminya pelan, ini pertama kalinya dirinya membuka salah satu tempat pribadi suaminya. Alisya melotot tak percaya, menatap ke arah almari dan suaminya bergantian, suaminya benar-benar tidak punya akhlak, bagaimana mungkin menyuruh dirinya memilih warna jika yang terpampang di almari hanya ada warna putih dan hitam. "Mas ini kenapa kemejanya warna putih semua? Apa mungkin yang warna lain ada di almari lain?" Harap-harap cemas, Alisya pun memberanikan diri untuk bertanya, mau bagaimanapun dirinya tak ingin percaya jika suaminya hanya mengoleksi warna hitam dan putih, benar-benar tak berwarna sekali hidupnya jika itu benar-benar kenyataan. Gerald menoleh, menatap istrinya yang juga tengah menatapnya dengan tatapan penuh tanya, terlihat menggemaskan tapi ini sudah hampir masuk jam kerjanya. Gerald memilih meletakkan ponselnya kembali di nakas, berjalan menghampiri Alisya yang kini berdugun-dugun untuk mengiklaskan paginya dengan suara makian suaminya. "Aku tahu kamu rada lemot, tapi bagaimana bisa kamu juga buta warna!" Seru Gerald menatap tak percaya ke arah Alisya yang juga melotot lebar mendengar kalimat suaminya. Alisya menghembuskan nafasnya pasrah, ia tahu dirinya berkacamata tapi nggak seharusnya juga suaminya itu mengatai dirinya buta warna, apalagi yang dirinya lihat benar-benar hanya warna putih. "Lihat," kata Gerald seraya menatap ke arah istrinya yang benar-benar membuatnya naik darah, sudah di kunci di luar semalaman masih ngajak ribut pagi-pagi. Sebenarnya Gerald tak ingin berbaik hati untuk menjelaskan berbagai warna layaknya menjelaskan hal tersebut pada anak kecil kepada istrinya tapi ini istrinya sudah benar-benar bodoh sekali dalam warna. "Perhatikan baik-baik, siapa tahu kamu masih nggak ngerti jelas," lanjut Gerald lagi membuat Alisya semakin menajamkan penglihatannya, menatap ke arah almari dengan membuka matanya selebar mungkin. "Ini itu masih masuk dalam kategori berwarna, ini warna putih s**u kalau kamu nggak tahu, yang ini putih gading, yang ini putih aja, dan yang itu putih tulang, sekarang ngerti?" Jelas Gerald seraya di akhiri dengan pertanyaan yang membuat Alisya naik darah, benar-benar tak ingin mengumpati suaminya pagi-pagi. Menahan semua kalimat sakralnya, Alisya ingin menangis saat itu juga, menatap ke arah suaminya dengan binar makian yang tak bisa ia pudarkan, sungguh Alisya takut jika menahannya nanti akan membuat anaknya ileran. Alisya memilih kemungkinan terburuknya tentang anaknya ileran, memilih mengelus dadanya yang tiba-tiba saja terasa sesak dan terus menghembuskan nafasnya dengan cepat. "Jadi kamu mau pilihan warna apa?" Alisya yang sudah merasa lebih baik dengan perasaannya tiba-tiba saja kembali mendidih kala mendengar warna yang baru saja diucapkan oleh suaminya. "Warna apalagi sih mas? Itu putih semua, kalaupun beda nanti kalau di pakai tetep sama, warna putih," Tak bisa menahan lagi, akhirnya Alisya mengungkapkan unek-uneknya dengan kata yang paling dasar, ia tak ingin tiba-tiba meneriakkan kata terlarang yang sudah ia simpan rapat sedari tadi. "Beda Alisya," bantah Gerald lagi, tak tahu kenapa situasinya seperti itu. "Apanya? Ha? Itu benar-benar sama mas, warna yang kamu sebutkan tadi itu semua ada putihnya," bantah Alisya lagi, tak mau kalah dengan suaminya yang benar-benar menganggap semua itu berbeda. "Kalau yang pakai aku, kilau warnanya beda, beda lagi kalau yang pakai kamu, jadi netral semua warnanya." Jawab Gerald dengan wajah datarnya, kalimatnya benar-benar tak mengandung rasa narsis atau apapun yang akan membuat semua orang yang normal akan berpikir jika itu kalimat yang akan membuat siapapun muntah setelah mendengarnya. "Terserah, pokoknya terserah, pusing aku sama pemikiran kamu." Putus Alisya seraya berjalan ke arah pintu, meninggalkan Gerald yang menatap istrinya dengan tatapan datarnya, jangan tanya, tentu saja dirinya tak tahu apa yang membuat istrinya tiba-tiba menjadi seperti. Tolong di garis bawahi kata tiba-tiba yang ada di pikiran Gerald. **** Alisya duduk terdiam di ruang tamu, semua orang sudah pergi bekerja pagi tadi, hanya dirinya dan Tasya lah yang sekarang ada di rumah mewah itu. Menurut Alisya, bunda mertuanya itu benar-benar orang yang sangat baik dan ramah, meskipun terkadang sedikit tegas tak terbantahkan tapi tetap saja membuat dirinya kagum, jika saja dirinya di beri kesempatan untuk kembali menata hidup dirinya benar-benar ingin menjadi sosok tegas seperti bunda mertuanya itu. Sedangkan ayah mertuanya juga tak kalah baik, malah baik banget, di hari kepulangannya dari rumah sakit waktu itu, sorenya ayah mertuanya pulang dengan kantong kresek berisi s**u hamil untuk dirinya, saat itu Alisya benar-benar merasa seperti memiliki ayah kembali. Berbeda dengan Tasya. "Kak Alisya ayo belanja," Adik suaminya itu benar-benar maniak belanja, hampir setiap hari adik suaminya itu mengajak dirinya keluar untuk ke mall, atau restoran hanya untuk memuaskan rasa penasarannya pada produk baru maupun menu baru yang baru saja di lihatnya di ponsel, Alisya sendiri hanya terus menggeleng tak percaya. "Hari ini libur dulu ya, kak Alisya capek," kata Alisya mencoba menolak iparnya dengan pelan, tak mungkin kan dirinya menolak dengan kasar. Sebenarnya, Alisya menolak bukan tanpa alasan, kemarin waktu di mall dirinya sering mendengar kata-kata orang-orang yang mengenal dirinya lewat medsos, tentu saja mereka semua membicarakan keburukan tentang dirinya. Selain itu, Gerald akan mengajaknya ke pesta salah satu koleganya nanti malam, jadi sebisa mungkin Alisya ingin istirahat daripada kecapekan dan berimbas pada kandungannya. "Oke deh, kak Alisya mau lihat drama korea nggak? Sama Alisya." Tawar Tasya seraya mendekati Alisya, duduk di samping Alisya dengan tatapan penuh harap pada kakak iparnya itu. Berbeda dengan Tasya, Alisya malah mengingat betul bagaimana Gerald yang melarangnya untuk menonton hal-hal seperti itu, takut kalau IQ anaknya seperti Alisya yang katanya lemot. Mengingat semua itu tiba-tiba saja Alisya kesal, ingin sekali dirinya memberontak. Dan perdebatan pun di menangkan oleh Tasya, Alisya duduk menatap tv yang memperlihatkan tontonan drama korea pilihan adik iparnya. "Judulnya apa sih Sya?" Tanya Alisya seraya menoleh ke arah Tasya yang senyum-senyum sendiri melihat keuwuan yang di suguhkan. "The Heirs kak," jawab Tasya dengan semangat. "Aku tuh suka banget sama peran Krystal di sana, imut banget." Kata Tasya seraya menunjuk ke arah tv yang menampilkan adegan Krystal yang tengah di potret oleh temannya karena terkejut dengan kabar kembalinya Le Min Ho ke Korea. "Cantik banget ya Sya, itu muka kenapa mulus banget," kata Alisya seraya fokus menatap ke arah tv yang memperlihatkan gadis-gadis Korea yang sangat cantik-cantik. Ting tong. Suara bell yang berbunyi membuat Alisya beranjak dari duduknya, berjalan ke arah pintu dan meninggalkan Tasya yang masih asik memandangi drama kesukaannya. "Non, kenapa ke sini? Biar bibi aja yang buka." Suara dari salah satu art membuat Alisya menoleh, menatap ke arah art mertuanya dengan senyuman ramah, dirinya belum terbiasa hidup sebagai seseorang yang hanya meminta dan menyuruh. "Nggak papa bik, lagian aku juga lagi capek duduk terus," balas Alisya seraya meneruskan langkahnya ke arah pintu, di ikuti oleh art yang mengekor di belakang. "Siapa?" Tanya Alisya setelah membuka pintu, menampilkan wanita sebayanya yang tengah berdiri di depan pintu dengan senyuman lebar, jangan lupakan dengan seragam kerja yang di pakai wanita itu. "Selamat pagi menjelang siang bu Gerald," sapa wanita itu membuat Alisya tersenyum kikuk. Wanita itu adalah Sarah, sekertaris Gerald yang baru, yang menggantikan posisinya setelah dirinya benar-benar resign dari kantor, dan siapa sangka dirinya akan menjadi nyonya Gerald dengan mudah? "Masuk Sar, bi tolong buatkan minum ya," kata Alisya meminta bi Darmi untuk membuat minuman, jangan lupakan dengan Sarah yang di minta untuk masuk. "Ada apa Sar? Ada yang masih membuat kamu bingung?" Tanya Alisya seraya membawa Sarah duduk di ruang tamu, yang tentu saja masih ada Tasya dan drama yang tayang dengan suara keras. "Mas Limin ganteng banget," suara Sarah yang menggema membuat Tasya mendongak, menatap ke asal suara yang tengah menatap drama Korea dengan tatapan berbinar. Tasya berganti menatap ke arah kakak iparnya, bertanya dalam diam, menanyakan siapa wanita itu yang tiba-tiba saja ada di ruangan itu. "Ah, maaf." Kata Sarah setelah sadar, membungkukkan tubuhnya ke arah Tasya dan Alisya menatapnya bingung. "Minumnya non," suara bik Darmi memecah suasana aneh yang menyebar tiba-tiba. "Bik, aku mau teh s**u dong," kata Tasya yang langsung di jawabi bik Darmi dengan semangat. "Anu, sebenarnya saya ke sini di minta pak Gerald untuk menemani Bu Gerald belanja," kata Sarah yang akhirnya menyebutkan maksud kedatangannya. "Panggil mbak Alisya aja, nggak enak di dengarnya." Kata Alisya merasa risih dengan panggilan yang baru saja di dengarnya. "Bentar, maksud kamu belanja yang ke mall gitu kan? Yang borong baju, tas, sepatu, yang itu kan?" Tanya Tasya menegaskan sekali lagi. "Kalau saya nggak salah sih ya yang itu, soalnya tadi pak Gerald ngasih ini buat mbak Alisya." Jawab Sarah seraya memperlihatkan kartu berwarna hitam yang kini ada di tangannya. "Yes, aku ganti dulu ya kak Alisya." Teriak Tasya seraya berlari ke arah kamar, meninggalkan Alisya dan Sarah yang menatap tak percaya ke arah Tasya. "Kenapa harus belanja sih? Aku kan capek." Kata Alisya seraya duduk bersandar di sofa. "Btw, selamat ya mbak karena sudah menikah dengan pak Gerald," kata Sarah tiba-tiba saja membuat Alisya bangun dari sandarannya, menatap ke arah Sarah dengan tatapan intens, tentu saja Sarah pasti sudah mendengar tentang gosip tentang dirinya. "Beruntungnya mbak Alisya karena di cintai pak Gerald, benar-benar membuat Sarah iri." Lanjut Sarah tiba-tiba. Alisya menatap tajam ke arah Sarah, mencari jejak-jejak meremehkan yang Sarah tujukan untuknya. "Kamu nyindir saya ya?" Tanya Alisya memberanikan diri. "Bukan kok, kok mbak Alisya bilang gitu." Sahut Sarah dengan cepat, dirinya benar-benar merasa iri bagaimana Bu bosnya tiba-tiba bertanya seperti itu? "Kamu nggak lihat di internet? Kami menikah karena saya hamil, karena saya sudah menggoda mas Gerald." Kata Alisya memberanikan diri, tentu saja dirinya tahu tentang berita hangat yang tersebar tentang dirinya. "Niat saya dari awal kan untuk panjat sosial, jadi wajar kalau kamu mau mau meremehkan saya." Lanjut Alisya yang langsung di jawabi gelengan keras oleh Sarah. "Bukan, beneran." Kata Sarah secepat mungkin, dirinya tak akan pernah coba-coba untuk menyinggung bos wanitanya. "Aku benar-benar nggak percaya kok sama berita begituan, lagian ya, di keluarga pak Gerald kan sudah sangat umum jika mereka menikah karena saling mencintai, tanpa paksaan ataupun perjodohan." Jelas Sarah yang berhasil membuat Alisya melotot mendengarnya, tentu saja dirinya baru tahu fakta tentang itu semua. "Emang bener ya berita tentang percintaan tetua keluarga mas Gerald?" Tanya Alisya menatap ke arah Sarah penuh tanya. Tentu saja Alisya masih ingat kalimat Gerald waktu itu, dirinya benar-benar ingin tahu tentang kebenaran dari cerita itu. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD