Rumah Sakit

2008 Words
Gerald menatap ke arah Alisya yang sedari tadi terdiam, menatap ke arah jendela yang memperlihatkan rintikan hujan yang masih terus turun, tak jarang tetesan itu mengenai jendela kaca rumah sakit. "Apakah ada yang tidak nyaman?" Tanya Gerald mencoba memulai percakapan. Sedari tadi, tak ada yang Alisya katakan padanya setelah bangun dari pingsannya, yang Alisya lakukan hanya diam dan menjawab dengan sekata dua kata saat dokter bertanya tentang keadaannya. Alisya masih diam, tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari jendela, perlahan dirinya memejamkan matanya, membayangkan hal yang paling buruk yang akan ia terima nanti. Alisya mengusap air matanya pelan, apa salahnya? Kenapa semua orang menghakimi dirinya begitu saja? Kenapa bukan laki-laki itu yang mereka salahkan? Kenapa harus wanita yang selalu menerima cacian seperti itu? Cukup lama Gerald memperhatikan Alisya yang memejamkan matanya, Gerald menghela nafasnya pelan saat akhirnya tahu jika wanita itu ternyata sudah jatuh dalam dunia mimpinya. Suara deringan ponselnya membuat Gerald beranjak dari duduknya, setelah sebelumnya menyelimuti Alisya sebatas d**a dengan gerakan yang hati-hati. Gerald berjalan keluar dengan deringan ponsel yang terus berbunyi, membuat dirinya segera keluar dari ruangan untuk mengangkat telpon di luar, agar tidak menggangu tidur Alisya. Di luar dugaan, Alisya masih terjaga, membuka matanya setelah mendengar pintu tertutup dari luar, ia ingin menangis, ia ingin mengadu pada seseorang, tapi dengan siapa? Dirinya bahkan sudah tidak memiliki seorang keluarga kecuali kakak dan kakak iparnya itu. Pintu yang terbuka membuat Alisya dengan cepat mengusap air matanya, hampir saja dirinya akan kembali memejamkan matanya, namun ia urungkan saat melihat siapa yang masuk, dirinya tak tahu siapa laki-laki itu. "Sudah baikan?" Tanya laki-laki itu seraya meletakkan parsel buah yang di bawanya, jangan lupakan juga paper bag yang Alisya sendiri tak tahu isinya apa. Alisya tersenyum menyambutnya, dengan gerakan perlahan Alisya hendak duduk dari pembaringan, namun dengan cepat di cegah oleh laki-laki itu. Alisya pikir, mungkin laki-laki itu teman bisnis suaminya jadi sebaik mungkin dirinya akan menghormati laki-laki itu. "Tidur saja, tadi kata dokter kandungan kamu lemah, harus banyak istirahat" kata laki-laki itu yang berhasil membuat Alisya mendongak, menatap ke arah laki-laki itu yang terlihat menggaruk kepalanya dan nyengir lebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih dan tertata rapi. Dalam hati, Alisya bertanya-tanya, apakah laki-laki ini sangat dekat dengan suaminya? Hingga keadaannya saja laki-laki itu tahu dengan jelas. "Sebenarnya gue tadi yang nganterin ke sini, terus dokter salah sangka kalau gue ini suami Lo, mangkanya gue tahu," jawab laki-laki itu yang akhirnya menjawab semua pertanyaan yang hampir saja menggunung di kepala Alisya, dan untung saja itu tak terjadi. Alisya tersenyum tipis, sepertinya laki-laki itu orang baik. "Gue bukan temen suami lo kok, jadi nggak perlu nggak enak gitu," lagi, suara laki-laki itu membuat Alisya melotot mendengarnya, apakah laki-laki ini berniat menyakiti dirinya dan calon anaknya untuk balas dendam pada suaminya? Tanpa sadar, Alisya memegangi perutnya erat, membuat laki-laki itu tertawa saat melihatnya. "Bentar, gue juga nggak ada niat buruk kali ah," kata laki-laki itu yang berhasil membuat Alisya menghembuskan nafasnya pelan, agar merasa lebih baik. "Kenalin, gue Keano Andreansyah, panggil aja Ken" kata laki-laki itu akhirnya mengenalkan diri seraya mengulurkan tangannya. "Alisya," balas Alisya seraya menyambut uluran tangan laki-laki yang mengaku namanya Ken itu. "Bantuin gue dong, kasih bocoran tentang suksesnya perusahaan suami Lo, dulu Lo kan sekretarisnya," kata Ken seraya mengerlingkan sebelah matanya, membuat Alisya terkejut seraya menarik tangannya begitu saja. Dan saat itu juga Alisya menarik kalimatnya yang mengatakan laki-laki dengan nama Ken itu orang baik, Alisya sekarang lebih suka menyebutnya sebagai orang yang sangat licik dan jahat. Suara pintu terbuka membuat Alisya langsung bangkit untuk duduk, ingin sekali dirinya mengadu pada laki-laki yang baru saja masuk ke dalam ruangannya, tapi mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat suaminya tanpa sadar memasukkan dirinya menjadi bullyan semua orang membuat Alisya urung. "Kenapa ke sini lagi? Bosan hidup?" Pertanyaan dingin yang terdengar dari suaminya mengarah ke arah laki-laki yang bernama Ken. Bukannya marah atau tersulut akan ancaman itu, laki-laki yang bernama Ken itu justru malah melebarkan senyumnya dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya, membuat Alisya bingung saat melihat reaksinya. "Gue cuma bawain buah kok, sambil jengu..." "Di sini bukan tempat untuk menerima sembako, gue nggak butuh sumbangan sembako" Belum selesai Ken mengucapkan semua kalimatnya, suara Gerald sudah kembali terdengar memotong kalimat yang akan Ken ucapkan. Alisya semakin terkejut mendengarnya, bisa-bisanya suaminya memperlakukan tamu seperti itu. "Sya, kamu udah mendingan?" Tanya Gerald seraya berjalan mendekati ranjang rumah sakit, mengabaikan kehadiran Ken yang seolah seperti hantu tanpa wujud bagi seorang Gerald. Berbeda dengan Alisya yang kini tengah melirik ke arah Ken yang terlihat kesal dengan mengayun-ayunkan kepalannya ke arah Gerald yang membelakanginya. "Gue pamit dulu ya Sya, sampai jumpa nanti" kata Ken segera berlari dengan melambaikan tangan ke arah Alisya yang saat itu juga bingung harus membalas apa, kecuali membalas lambaian tangan dari tamunya itu. "Bawa sembako yang Lo bawa, gue nggak butuh" teriak Gerald saat melihat Ken yang baru saja hendak pergi membuka pintu. "Gue ngasih Alisya kok, bukan Lo" balas Ken seraya kembali melemparkan ciuman jauh ke arah Gerald dan Alisya. Gerald bergerak mengambil parsel buah yang baru saja di bawa oleh Ken, ingin sekali Gerald mengejar laki-laki itu dana mengembalikannya, tapi, "Kan udah di kasih, masak mau di kembalikan? Kamu emang kaya, tapi kan mas Ken ngasih buahnya ke aku" Suara Alisya berhasil membuat Gerald melotot mendengarnya, menoleh ke arah Alisya yang masih terlihat pucat pasi. Sebenarnya Gerald hampir saja melampiaskan amarahnya pada Alisya jika saja ia tak melihat raut lelah yang tercetak jelas di wajah Alisya, kebiasaan buruknya yang suka melampiaskan amarahnya pada bawahannya membuat Gerald hampir saja kalap dan memarahi istrinya tanpa ampun. "Jangan panggil b******n itu dengan panggilan seperti itu," kata Gerald yang akhirnya kembali meletakkan parsel buah itu dengan sedikit kasar, membuat Alisya sedikit terkejut melihatnya. "Sebentar lagi bunda akan datang, saat bunda datang nanti, aku akan keluar mencari kopi jadi kamu nggak apa-apa kan kalau aku tinggal dengan bunda dan Tasya?" Tanya Gerald lagi di jawabi anggukan oleh Alisya. Dalam hati Alisya berkata, "itu lebih baik daripada harus terus berduaan denganmu" terdengar jahat memang, tapi itulah yang Alisya pikirkan tentang laki-laki yang sudah menjadi suaminya. Sekarang, mata publik dirinya adalah wanita jahat, wanita buruk rupa yang ingin panjat sosial pada atasannya dengan cara menjebak atasannya dengan tubuhnya, membiarkan dirinya hamil dan akhirnya akan menikah dengan atasannya dan berubah status dari seorang rendahan menjadi wanita kaya. Bahkan, satu-satunya keluarganya pun menganggap dirinya seperti itu. Jika di pikirkan lagi, apa yang baik tentangnya hingga sampai membuat seorang Gerald mau menikahi dirinya? Tidak ada. Memang hanya karena kehamilan lah yang membuat laki-laki itu ingin menikahinya, bertanggung jawab dengan perbuatannya, dan mengambil darah daging yang akan menjadi penerusnya nanti. Sibuk memikirkan semua hal-hal buruk yang akan terjadi, Alisya tertidur dengan sendirinya, membuat Gerald semakin merasa bersalah pada wanita itu. Hanya saja, dirinya tak tahu bagaimana mengekspresikan raut wajahnya di depan wanita yang sudah menjadi istrinya. Gerald menggulir kalimat demi kalimat kritikan yang di katakan banyak orang di kolom komentar berita terpanas hari ini, pernikahannya menjadi perbincangan publik dengan mengatakan jika istrinya sengaja merayu dirinya untuk panjat sosial. Sudah banyak sekali berita itu di edarkan, mulai dari para pembaca remaja maupun ibu-ibu, banyak hujatan untuk istrinya yang dirinya sendiri tak tahu harus melakukan apa. Telpon yang tadi dirinya terima pun dari para bawahannya yang melaporkan hal itu padanya, dirinya sudah memerintahkan bawahannya untuk menghapus berita itu, tapi karena maraknya orang-orang membagikan berita itu, membuat mereka susah untuk mengatasinya. Pintu yang terbuka membuat Gerald menoleh, menatap ke arah bunda serta adiknya yang sudah datang dengan pakaian biasa yang mereka gunakan, Gerald kembali mengantongi ponselnya, berdiri hendak menyambut kedatangan bundanya. Tanggapan Krystal yang mengabaikan sambutannya membuat Gerald paham, dirinya benar-benar sudah sangat mengecewakan bundanya dengan tindakannya beberapa waktu lalu. Mengingat dirinya malah mempermalukan istrinya di depan para tamu undangan. Padahal, jika di ingat-ingat dirinya lah yang berbicara dengan tiba-tiba ingin menikah, membuat bunda tercintanya terkejut akan pernyataan yang ia buat. Namun, sekali lagi dirinya kembali membuat bundanya terkejut dengan tindakan buruk yang ia lakukan pada istrinya. Dirinya yang seharusnya melindungi istrinya dari turunnya air hujan malah membiarkan istrinya begitu saja, meninggalkan wanita yang tengah mengandung darah dagingnya kehujanan dan mengharuskan wanita itu berjalan hati-hati untuk menjaga kandungannya, membuatnya teringat bagaimana kecerobohan wanita itu yang selalu berlari dan kembali mendapat teriakan amarah darinya, mengingatkan jika wanita itu sekarang tengah mengandung darah dagingnya. Kenapa dirinya bisa melupakan hal itu saat itu? Dan menjadikan istrinya menjadi perbincangan tamu undangan yang datang dan melihat. Kehamilan yang seharusnya menjadi rahasia keluarga pun ia babarkan di depan tamu undangan, kembali membuat istrinya semakin buruk di depan publik, mengumbar aib yang seharusnya juga menjadi miliknya, tapi kenapa hanya wanita itu yang menerima akibatnya? Kenapa bukan dirinya yang br*ngsek ini? "Pergilah, jangan sampai bunda semakin kecewa dengan perilakumu," Suara bundanya terdengar sedikit menyakitkan untuk Gerald, selama hidupnya, baru kali ini dirinya mendengar kalimat kecewa yang dikatakan wanita yang menjadi bundanya itu, bahkan bundanya tidak keberatan untuk tidak kembali mengandung hanya karena harus mengurus dirinya dan Tasya yang saat itu baru saja mendapat kasih sayangnya. Bundanya tak pernah mengucapkan kalimat kecewa yang ia pendam saat itu. "Gerald pamit," Gerald melangkah keluar setelah berpamitan dengan bundanya, sebenarnya ia tak ingin mendapat perlakuan dingin dari bundanya, tapi dirinya sadar jika perilakunya lah yang membuat bundanya seperti itu. **** Alisya membuka matanya, tersenyum tipis saat melihat ada mertua serta iparnya yang kini tengah menunggunya. Alisya memutar bola matanya, mencari keberadaan suaminya yang tak terlihat di matanya. "Gerald ada kerjaan sebentar, nggak akan lama kok." Ucapan Krystal membuat Alisya tanpa sadar merasa malu, tersenyum ke arah mertuanya dengan menggelengkan kepalanya pelan. "Maaf ya, bunda nggak bisa ngajarin putra bunda untuk jadi suami yang baik" kata Krystal seraya memegang jemari Alisya, mengelusnya dengan pelan, jangan lupakan raut wajah yang terlihat tidak enak hati. "Namanya juga pasangan baru bund, kadang lupa sama tindakan-tindakan yang dulu sudah menjadi kebiasaan" balas Alisya yang hampir saja membuat Krystal menangis saat itu juga. Ingin sekali dirinya mengutuk putranya, bagaimana bisa putranya membiarkan wanita sebaik ini memiliki masalah sebesar itu. "Harusnya bunda nggak terlalu memaksakan kehendak, coba saja hari pernikahan tetap kalian yang nentuin," lagi, Krystal menyesal karena telah berbuat semaunya pada hubungan percintaan putranya. "Bunda nggak salah kok, lagian mau di tunda sampai kapan lagi? Nanti keburu perut Alisya besar, kan malah nggak tahu lagi bagaimana jadinya nanti." Jawab Alisya masih dengan senyumannya. "Bund, aku pengen bunuh bang Gerald, huhuhuhu" Suara Tasya yang tiba-tiba terdengar diikuti suara tangisan alaynya membuat Alisya dan Krystal menoleh, alih-alih sedih, Alisya justru terhibur melihatnya. "Bunda Tasya bener-bener pengen bunuh laki-laki b******k itu," lanjut Tasya lagi dengan sudut mata yang sudah berair. "Jangan dong, kalau di bunuh nanti anak ini nggak punya ayah dong," sela Alisya seraya mengelus perutnya yang masih rata, air matanya pun tanpa terasa ikut mengalir dengan sendirinya. Krystal yang mulanya diam pun kini ikut menangis, mendekati menantunya dan memeluknya erat, ia tak tahu apa yang kan dirinya lakukan jika berada di posisi Alisya saat ini. "Apapun masalahnya nanti, bunda akan tetap menganggap dirimu sebagai putriku, jangan sungkan untuk mengadu jika Gerald memperlakukan dirimu dengan buruk" kata Krystal yang langsung di jawabi anggukan cepat oleh Alisya. Alisya menangis dalam diam, ia terus memeluk mertuanya dengan erat, membiarkan air matanya mengalir begitu saja, dirinya sudah tak mampu lagi untuk menahan semua itu, ia benar-benar butuh seseorang untuk bersandar, dirinya ingin mengadu pada seseorang yang peduli padanya. Tasya ikut menangis tersedu saat melihat ke arah iparnya yang menangis dengan begitu menyakitkan, Tasya tak bisa menutupi kesedihannya, dirinya juga benar-benar tak akan bisa membayangkan jika itu akan terjadi pada dirinya. Dunia benar-benar kejam karena telah membuat wanita sebaik Alisya menanggung semua itu, menanggung kesalahan kakaknya dengan sangat kejam, bahkan publik menghakiminya secara sepihak tanpa tahu kebenaran dari cerita itu. Tasya takut, dirinya benar-benar takut akan bertemu dengan laki-laki se-b******k abangnya yang tak bisa menjaga wanita sebaik iparnya dengan baik. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD