Bab 20. Apakah Cinta Bersemi Kembali?

1235 Words
Arsen berkata dengan lirih, “Maaf, kalau selama ini Mas enggak pernah hubungi kamu. Sebenarnya–” Ucapan Arsen dipotong oleh Zahwah karena perempuan itu tidak sanggup mendengar penjelasan dari pria yang masih dia cintai sepenuh hatinya itu. “Mas … ceritanya kapan-kapan aja ya. Aku lagi enggak mau denger yang sedih-sedih dulu.” Zahwah tersenyum. “Enggak, Za, kamu harus dengar cerita dari Mas dulu. Kamu harus tahu kalau selama ini tuh sebenarnya Mas sudah berusaha buat menepati janji Mas sama kamu.” Arsen tetap memaksa Zahwah mendengarkan penjelasannya. “Ya … aku akan dengar.” Zahwah menyiapkan dirinya untuk mendengarkan cerita dari Arsen. “Setelah Mas lulus kuliah, kamu baru masuk tingkat akhir, kan? Mas sudah kerja di perusahaan papanya Dika. Waktu itu Mas banyak banget kerjaan. Uang yang masuk juga alhamdulillah. Selama itu Mas memang sengaja enggak banyak ngabari kamu supaya bisa fokus kerja dan ngumpulin uang buat nikahin kamu, Za. Mas sudah beli cincin dan lain-lain, tapi hari itu Mas kecelakaan sampai lumpuh. Setelah itu Mas enggak batalin sepihak rencana buat nikahin kamu karena takut kamu bakalan kecewa punya suami yang enggak sempurna kayak Mas sekarang.” Kedua mata Zahwah berlinang air mata. Dia tidak mau pertemuannya dengan Arsen kali ini membuatnya bersedih. Meskipun pria itu pernah hilang tanpa kabar dan kini tiba-tiba datang kembali, Zahwah masih bisa menerimanya dengan segenap perasaan bahagia. “Sudah Mas, yang lalu biarlah berlalu, yang penting itu sekarang. Aku lihat Mas masih sehat juga sudah seneng. Enggak masalah kalau Mas sekarang harus duduk terus di kursi roda. Kita bisa mulai lagi semuanya dari awal.” Arsen tidak cerita jika dia sudah menikah. Hal ini membuat Zahwah masih mengharapkannya dan ingin bersama dengannya lagi. Pria itu tersenyum pada Zahwah. Ternyata dia masih ingin merasakan perasaan cinta bersama dengan Zahwah lagi seperti dulu. “Mas, kemarin waktu aku ke kantor Kak Dika, terus liat Mas Arsen di sana. Mas lihat aku apa enggak?” tanya Zahwah yang penasaran. Arsen pun berbohong lagi pada Zahwah. “Kemarin? Enggak deh. Memangnya kamu datang ke kantornya Dika? Mas enggak tahu sama sekali.” Arsen harus terlihat meyakinkan di hadapan Zahwah. “Oh gitu ya? Terus Mas di sini sampai jam berapa? Apa Mas mau ikut aku sama Kak Dika keliling di sini?” Arsen harus kembali ke kantor sebelum Dika datang. Sahabatnya itu tidak boleh tahu jika dia bertemu dengan Zahwah secara tidak sengaja. “Mas minta nomor HP-mu, Za. Kayaknya Mas harus ke kantor sekarang karena lagi banyak kerjaan. Nanti jangan bilang sama Dika kalau kamu ketemu Mas di sini ya! Dia enggak ngasih izin Mas datang ke sini. Katanya biar dia aja yang kasih info lengkapnya.” Sebenarnya Zahwah merasa aneh saat Arsen minta dia merahasiakan pertemuan dengan Arsen, tetapi Zahwah setuju aja karena dia pikir Dika selama ini seperti tidak setuju jika Zahwah bertemu dengan Arsen dan tampak seperti menyembunyikan keberadaan pria itu darinya. “Ok, Mas. Aku janji akan tutup mulut.” Zahwah memberikan nomor ponselnya pada Arsen. “Nanti Mas yang hubungi kamu ya, Za. Mas jalan dulu.” Arsen pamit pada Zahwah. Pria itu tidak datang sendiri, dia memiliki supir pribadi sekaligus asisten yang siap mengantarkannya ke sana kemari. Setelah kepergian Arsen, Zahwah menghubungi Rena melalui pesan chat. Zahwah : Ren, tebak aku habis ketemu siapa? Rena : Siapa? Kak Dika? Enggak aneh, kan kamu sudah cerita kemarin. Zahwah : Bukan, tapi mas Arsen. Rena : Apa? Di mana? Terus dia bilang apa? Minta maaf sama kamu? Zahwah : Iya, dia sudah cerita semua? Aku masih bisa balikan lagi sama mas Arsen kan, Rena? Rena : Jangan gila kamu, Za! Kamu tuh sudah punya suami. Zahwah : Alah, cuma suami kontrak ini. Mas Dafi enggak cinta sama aku. Kalau mas Arsen jelas masih cinta sama aku, Rena. Rena : Aku enggak setuju kamu balikan sama mas Arsen. Ingat Mas Dafi sudah banyak bantuin kamu? Terus mas Arsen apa? Cuma seorang pengecut yang berlindung di balik perintaan maaf. Sadar, Za. Mas Dafi itu jauh lebih baik dari mas Arsen. Sejuta kali lebih baik malah. Zahwah : Bodo amat. Aku bisa kok minta cerai sama mas Dafi, terus aku akan balikin uangnya pelan-pelan. Rena : Jangan bertindak bodoh Zahwah. Dah ah, aku capek ngasih tahu kamu. Zahwah tidak melanjutkan chatnya lagi dengan Rena. Saat ini dia sedang merasa bahagia karena sudah bertemu dengan cinta masa lalunya yang sempat hilang kontak. Tak lama kemudian, Dika datang sendirian. Pria itu segera menghampiri Zahwah. “Maaf tadi ada yang harus diurus dulu di kantor, jadi baru bisa ke sini. Kamu sudah lama nunggu, Za? “Oh, enggak apa-apa, Kak.” Zahwah bersyukur karena Dika baru datang sehingga dia bisa bertemu dengan Arsen masih sempat memberikan nomor ponselnya. Selanjutnya, Zahwah bisa janjian dengan Arsen lewat ponsel tanpa sepengetahuan Dika. “Mulai sekarang aja ya, Za, biar enggak kesiangan.” “Ok, Kak.” Zahwah membawa Dika berkeliling di hotel 10 lantai itu. Dulunya hotel itu adalah hotel bintang empat dengan fasilitas lengkap. Dika juga minta blueprint dari hotel itu pada Zahwah. Dia menghitung jumlah kamar dengan kelas yang berbeda-beda serta ruangan lain yang ada di hotel itu. “Kayaknya sudah cukup buat kelilingnya, Za. Nanti kalau butuh ke sini, aku hubungi kamu.” Dika sudah mendapat gambaran yang dia butuhkan. “Iya, Kak. Makasih ya sudah mau bantuin. Jujur aku enggak tahu apa-apa soal renovasi ini. Terus aku juga enggak bisa sembarangan kasih ke orang yang enggak dikenal walaupun mereka jasa profesional.” “Kalau kamu serahkan yang orang yang pro di bidang ini sih enggak masalah, mereka pasti akan kerjain dengan baik. Kecuali dengan tukang abal-abal sih.” Dika tersenyum. “Iya juga sih, tapi kan sudah kerja sama sama Kak Dika.” “Ya sudah. Aku mau balik ke kantor ya, Za. Hari ini banyak kerjaan.” “Iya, Mas. Pokoknya kabari aja kalau butuh apa-apa.” Zahwah senang mendapat banyak bantuan dari Dika. Dia harap pria itu akan terus membantunya sampai proyek renovasi itu selesai. Selesai dengan urusan di hotel, Zahwah menuju kantor Dafi dengan ojek online. Dia lebih suka naik ojek daripada taksi karena dengan motor dia akan lebih cepat sampai di Adiwilaga Grup. Tiba di kantor Dafi, Zahwah langsung menuju ruangan kerja pria itu karena Zahwah sudah diberikan kebebasan untuk masuk ruangan itu kapan saja. Jika Dafi sedang meeting, dia cukup menunggu saja di sana. “Gimana urusan di hotel? Udah beres, Za?” tanya Dafi saat melihat perempuan itu masuk ke ruangannya. “Sudah, Mas, nanti akan dibuatkan rancangan bangunan untuk renovasinya.” Zahwah duduk di kursi di ruangan kerja Dafi. “Bagus deh. Kalau kontraktornya minta uang, kamu bilang ke saya, ya.” “Iya, Mas.” Dafi melanjutkan pekerjaannya. Sementara Zahwah menatap layar ponsel karena di sana ada chat masuk dari Arsen. Arsen : Za, ini nomor Mas. Simpan ya. Kapan-kapan kita makan siang bareng ya, Za. Zahwah : Iya, Mas. Kabari aja kapan mau makan siang bareng. Zahwah senyum-senyum sendiri membaca pesan di ponselnya apalagi ketika membaca nama Arsen di sana. Dafi memperhatikan Zahwah yang senyum-senyum itu pun menjadi penasaran. “Ada kabar baik nih sampai kamu senyum-senyum kayak gitu, kasih tahu dong, Za, ada apa?” Dafi sudah siap mendengarkan cerita dari Zahwah. Namun, perempuan itu memilih merahasiakannya dari Dafi. “Enggak ada kok, Mas, biasa aja.” “Enggak bisa gitu, Za. Kamu harus cerita karena perjanjiannya kan gitu. Apa kamu mau dihukum lagi karena enggak mau cerita?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD