Bab 5. Menikah Sekarang!

1170 Words
Kejadian bergerak cepat tanpa bisa dihindari oleh Shaka, entah dari mana datangnya para warga yang tiba-tiba bertindak anarki dengan melontarkan kata-kata kasar bersamaan dengan suara gedoran pintu serta jendela hingga menimbulkan suara yang sangat berisik. Salah satu orang dengan penampilan sangat nyentrik menunjuk Shaka dengan mata melotot tajam sambil berteriak lantang menyebut Shaka dengan sebutan menjijikan. "Nah, cowok ini dari semalem udah disini. Sekarang datang lagi mau buat zina!" Shaka yang mendengar itu kaget pastinya, tetapi suara pria tersebut disambut sorakan dari arah luar dan sangat berisik. Apa-apaan? Zina apa coba? Dirinya saja baru pertama kali ke tempat ini. "Udah, bawa aja ke rumah pak RT. Rania sekalian mana tuh? Jangan-jangan masih bugil di dalem?" ucap salah satu warga yang memicu asumsi buruk warga kian menjadi-jadi. "Buruan cek! Dari jendela samping coba cek juga!" Beberapa warga mencoba masuk ke kamar. Shaka yang melihat itu segera menghadang. "Jangan semena-mena ya kalian! Ini fitnah bisa gua perkarain ke polisi!" maki Shaka tak terima. "Wah nyolot nih anak!" Tak tahu dari mana asalnya tiba-tiba ada seorang pemuda yang memukul Shaka hingga pria itu terhuyung ke belakang masuk ke dalam kamar. Rania yang mencoba menidurkan Najwa sejak tadi sudah sangat ketakutan mendengar suara-suara dari warga. Ia mencoba menutup telinga Najwa dengan wajah yang sudah penuh air mata. "Anjing! Maksud lu apaan main hajar orang?" Shaka yang tak terima mencoba membalas tetapi tubuhnya tiba-tiba ditarik oleh warga lain. "Bawa, bawa aja ke rumah pak RT atau arak sekalian. Tukang zina nggak pantes dimaafin!" Para manusia sok suci itu seolah tidak ingin mendengar apa pun yang keluar dari mulut Shaka. Kaos Shaka langsung ditarik ke luar rumah lalu didorong di hadapan warga yang sudah berkumpul. Shaka benar-benar tidak mengerti, bagaimana bisa ada warga sebanyak itu? Dan apa maksudnya mereka bertindak anarki. Shaka mencoba tenang, jika ia berontak bisa jadi ia yang akan menjadi bulan-bulanan warga nanti. Saat tubuhnya hendak diseret warga terdengar suara tangisan Najwa yang masih di dalam gendongan Rania. Para wanita di sana juga seolah tak ingin mendengar alasan hingga Rania pun ikut diseret tanpa peduli Najwa menangis. "Najwa." Shaka mencoba mendekat bermaksud menenangkan Najwa, sungguh ia tidak tega melihat anak perempuan cantik itu menangis. Namun, warga langsung menyeret tubuhnya menjauh dan dibawa ke rumah Pak RT dengan dikawal ketat seolah Shaka seorang buronan. Rania memandang Shaka sendu dengan wajah berderai air mata. Tak tahu kemalangan apa yang sebenarnya sedang menimpa dirinya. "Mama, Mama!" Najwa menjerit histeris, memeluk leher Rania kuat seolah meminta perlindungan. "Emang dasarnya perempuan gatel, udah sukanya godain suami orang sekarang main masukin cowok ke rumah," cibir salah satu ibu-ibu. "Luarnya ketutup, tapi kalau di dalem kebuka. Amit-amit." "Nikahin saja biar nggak buat zina terus!" Ujaran kebencian terus terlontar dari bibir warga yang mengarak Shaka dan Rania menunju rumah pak RT. Mereka berdua didudukkan dan diminati pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. "Mereka ketangkap basah di kamar pak RT. Sama-sama nggak pakai baju," adu seorang yang pertama kali mendobrak rumah Rania tadi. Tangan pria itu penuh tato dengan wajah menyebalkan. Shaka mengeram kesal. "Bohong! Kami berdua bahkan tidak melakukan apa pun," bantah Shaka. "Mana ada orang berbuat dosa ngaku? Hujan-hujanan di rumah cewek tanpa ikatan ngapain?" ujar warga lain mengompori. "Anaknya sakit, gua datang cuma mau nganter—" "Kalau nganter ngapain ke kamar? Ngga usah belaga bener, palingan mau lari dari tanggungjawab itu." "Gua bakalan tanggungjawab kalau beneran salah. Stop jadi manusia paling bener, gua dan Rania nggak ngapa-ngapain!" teriak Shaka mulai kepancing emosi. Suara Shaka menggelegar membuat Najwa kian menangis. Rania pun hanya bisa tertunduk pasrah, mereka berdua dihakimi tanpa diberikan celah untuk membela diri sama sekali. Tubuh Rania sudah gemetar mendengar suara orang yang saling memaki dengan kasar. Sebisa mungkin menutup telinga Najwa agar anak itu tidak melihat kekejian manusia di sekelilingnya. "Alah banyak bacod! Kalau lu nggak mau kita viralin buruan telponan orang tua lu buat tanggungjawab!" Tiba-tiba kepala Shaka di pukul dari belakang membuat pria itu semakin kesal. Anjing apa-apaan sih ini? Kenapa gua malah ketiban apes kayak gini? "Sudah-sudah, karena disini banyak warga yang sudah melihat. Kalian berdua tidak bisa mengelak, jika memang tidak ingin masalah ini dibawa ke publik dan menjadi viral. Akan lebih baik kalian menikah saja," ujar Ketua RT setempat mengambil keputusan. "Eh kalian ngomong deh, ini siapa yang bayar kalian? Gua bayar 5 kali lipat, nggak usah fitnah kayak gini," kata Shaka sangat yakin jika semua ini jelas bukan kebetulan. Beberapa wajah terkejut mendengar ucapan Shaka tetapi pria bertato tadi kembali menempeleng kepala Shaka seraya melayangkan tatapan tajam. "Makin lama mulut lu makin kurang ajar. Kalau gitu kira viralin aja nih pasangan m***m," ucap pria bertato. Posisi Shaka dan Rania benar-benar terjepit, Shaka yakin sekali ada konspirasi besar dibalik semua ini tetapi apa mau dikata yang diucapkan saja seolah hanya menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Meski berat akhirnya Shaka menghubungi Papanya daripada dirinya kembali diamuk warga. "Pa, dateng ke daerah pasar Minggu. Aku lagi kena masalah." *** Rania masih menangis meski tanpa suara, tangannya yang gemetaran terus memeluk Najwa yang mulai sedikit tenang setelah beberapa jam dibuat menangis oleh kekejaman warga di sekitar rumahnya. Jika biasanya mereka hanya gemar mencaci karena statusnya yang mempunyai anak tanpa ikatan pernikahan, kini mereka telah dengan sangat kejam merusak masa depannya hingga harus ... "Bawa istri kamu ke rumah besok. Buat kenalan sama Mama kamu. Nggak usah ngomong semua kejadiannya, cukup ngomong kalian sudah menikah." Suara bariton dari arah kursi kemudi di depan Rania membuat wanita itu mengangkat pandang. Terlihat sosok pria paruh baya yang duduk di samping Shaka yang tengah menyetir. Pria itu yang baru beberapa menit lalu menikahkannya dengan Shaka—pria yang ia kenal namanya tapi tidak pernah tahu bagaimana kehidupan aslinya. "Aku bakalan nyari tahu siapa biang kerok masalah ini. Ini fitnah, Pa!" Shaka memaki geram, rasanya masih tak percaya jika beberapa menit yang lalu ia sudah melantunkan kalimat keramat yang membuat statusnya berubah dalam sekejap. Menjadi seorang suami dari wanita berjilbab yang kini duduk murung di kursi belakang, Rania Azzahra. Mungkin jika tidak terjadi kesalahpahaman seperti ini pernikahan mereka bisa diterima oleh Shaka, tetapi mereka diadili layaknya seorang pendosa tanpa diberikan kesempatan untuk membela diri sama sekali. Selain itu ia pun tidak mengenal Rania dengan baik dan anak wanita itu ... Shit! Nikah sih nikah, tapi nggak harus dapat bonus anak juga. Gimana masa depan gua nanti? "Percuma juga, nanti malah nyeret nama Papa segala. Itu tadi tetangganya ada yang wartawan, kamu pikir bungkam mereka gampang?" sergah Arya—Papanya Shaka yang siang itu harus turun tangan demi mengatasi masalah putra kesayangannya itu. "Udah nggak usah macem-macem lagi, cukup urus istri dan anak kamu. Besok ajak ke rumah," titah Arya lagi. Shaka hanya menyahut dengan gumaman rendah. Jika biasanya ia berani membantah sekarang mana berani, kartu AS-nya ada di Papanya. Jika sampai Papanya mengadu kepada Nyonya besar di rumah, yang ada Shaka bisa kena omel 7 hari 7 malam. Mata Shaka melirik ke arah belakang lagi di mana Rania diam seribu bahasa. Tiba-tiba ia mencibir karena tak menyangka akan menikah dengan wanita alim seperti itu. Kalem banget lagi, susah ngarahinnya nanti. Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD