Sebastian dan Valenia baru saja selesai makan, tiba-tiba ada mikrofon di atas mejanya berbunyi. Wajah Sebastian seketika berubah begitu mendengar pemberitahuan dari resepsionis melalui mikrofon telepon. Tatapannya menegang, ekspresinya ragu. Ketika dia hendak menolak kunjungan Amelia, tangan Valenia dengan cepat menahan lengannya dan memberi tanda agar Sebastian membiarkan Amelia naik dan bertemu. “Tapi…” suara Sebastian terdengar berat, jelas ia tidak nyaman. “Biarkan saja dia naik,” ujar Valenia tenang namun tegas. “Kita tunjukkan padanya kenyataan. Tunjukkan bahwa kamu sudah memilih, dan bahwa dia seharusnya tidak lagi berharap dan terus mengganggumu.” Sebastian terdiam, sorot mata penuh keraguan tampak jelas saat menatap Valenia. “Kalau kamu takut bertemu dengannya,” lanjut Valeni

