Pagi itu udara masih lembut, matahari baru saja naik dan menembus tirai ruang tamu apartemen Valenia. Suasana terasa tenang; hanya terdengar suara piring beradu dari dapur, tempat Bi Anik sedang menyiapkan sarapan seperti biasa. Tiba-tiba, terdengar ketukan pelan di pintu. Tok… tok… tok… Bi Anik menyeka tangannya dengan lap, lalu berjalan ke arah pintu. Begitu dibuka, tampak sosok Celine berdiri di depan. Penampilannya rapi, tapi wajahnya tampak sedikit letih. “Lho, Celine? Tumben pagi-pagi ke sini. Nona Valen belum keluar dari kamar. Kamu nggak kerja?” tanya Bi Anik heran. Celine tersenyum kaku, menunduk sopan. “Saya sudah tidak bekerja di perusahaan Tuan Boby lagi, Bi.” Bi Anik spontan terkejut. “Hah? Kenapa, Nak? Padahal kamu kan disayang Tuan Boby. Saya sering dengar Nona Valen b

