Arga menghentikan mobilnya di salah satu toko pakaian. Arga hanya melihat plang bertuliskan menjual pakaian wanita termasuk pakaian dalam makanya ia berhenti tepat di depan toko pakaian tersebut.
Arga melepaskan sabuk pengaman di tubuhnya dan sabuk pengaman di tubuh Shila lalu melepas jaket yang ia pakai agar dipakai oleh Shila.
"Ini ... Pakai saja untuk menutupi bagian depan ... eum anu, maksudku menutupi punya kamu itu," ucap Arga terbata. Ia bingung harus menyebut apa di depan Shila. Padahal kalau jadi dokter bicara d**a, p******a, atau organ tubuh lain itu tidak masalah. Bukan m***m tapi memang sebuah profesi. Berbeda kalau sedang berdua begini. Mau menjelaskan atau menunjuk jadi akut salah paham dan malah salah sasaran karena salah satunya terlalu sensitif.
Shila sempat bingung. Ia tertegun dengan sikap Arga yang seperti bunglon. Kadang baik, kadang cuek, kadang dingin dan datar, tapi kadang terlihat peduli. Ini baru dua hari. Entah selanjutnya ia akan menemukan fakta apa tentang Arga.
"Terima kasih Om," ucap Shila dengan suara yang terdengar manja.
Arga hanya memutar kedua matanya dengan malas. Ia paling sebal dipanggil dengan sebutan Om. Sungguh menyebalkan. Tapi ya sudahlah ini semua tidak akan belangsung lama.
Shila menerima pinjaman jaket Arga yang diberikan pada Shila. Arga segera turun dari mobil dan membukakan pintu mobil di sisi dimana Shila duduk. Shila pun turun dengan kepala tertunduk. Ia benar -benar tidak enak soal ini. Tapi, Shila berusaha untuk sedikit cuek. Toh, Shla hanya membutuhkan ini karena Shila belum bekerja. Kalau Shila sudah bekerja, tentu ia akan membayar semuanya pada Arga.
Arga sudah membuka pintu toko pakaian itu dan Shila juga masuk tepat di belakang Arga. Keduanya disambut dengan ramah oleh penjual toko yang langsung menanyakan apa kebuuhan mereka. Arga menjawab ingin membeli beberapa pakaian untuk Shila termasuk pakaian dalamnya juga.
Penjual toko pun tersenyum geli. Jarang -jarang seorang laki -laki ikut bersama perempuan dan bicara tentang pakaian dalam.
"Masnya bisa tunggu saja di ruang tunggu yang ada disana sekalian ngopi atau baca -baca koran. Ini istrinya biar pilih -pilih dulu bajunya yang mana," jelas penjual toko itu dengan ramah.
"Ehh ... Bukan -bukan. Shila bukan istri dari Om ini," ucap Shila menyela ucapan penjual pakaian itu dengan tegas. Masa masih imut gini sudah dikatakan istri orang. Ini orang matanya jereng atau gimana?
"Oh bukan .. Habis kaya suami istri baru gitu. Eum ... maksudnya pengantin baru," jelas penjual pakaian itu dengan candaan.
"Tolong bantu dia," titah Arga dingin pada penjual pakaian.
"Pasti Mas eh Pak," jawab penjual itu malah bingung sendiri.
Arga tak menanggapi. Terserah mau dipanggil dengan sebutan apa. Selama ini ia juga di panggil Pak Dokter walaupun usianya masih muda. Arga berjalan ke arah ruang tunggu yang ada di dalam toko pakaian itu. Desainnya memang sangat unik. Tempat itu memang dikhususkan untuk para lelaki yang lelah mengantar para perempuan dalam memilih pakaian.
Penjual pakaian itu langsung mengajak Shila berkeliling di toko baik di bagian atas dan bawah. Ia bertanya apa kebutuhan Shila. Penjual pakaian itu akan membantu Shila dalam memilih beberapa pakaian yang dibutuhkan Shila.
"Kira -kira butuh pakaian untuk apa saja? Pesta atau acara tertentu?" tanya penjual pakaian itu pada Shila.
"Eum ... Baju santai atau tidur? Terus baju utuk kerja? Itu saja, cukup."
"Satu lagi, Pakaian dalam," imbuh Shila mengingat ada yang tertinggal dalam list belanjanya.
Penjual paaian itu langsung menunjukkan beberapa tempat yang sejenis sesuai permintaan Shila. Shila mulai sibuk memilih dan menunjuk beberapa pakaian santai. Seperti biasa Shila memilih kaos ketat dengan celana pendek serta daster untuk tidur. Ia ingat pesan Mamanya, kalau tidur pakai daster dan lepas beha kamu, biar aliran darahnya bebas di tubuh. Entah mitos atau fakta. Namanya juga nasihat.
Shila memilih pakaian kerja lalu menggelengkan kepalanya. Baju -baju ini tidak sesuai dengan pekerjaannya.
"Bukan begini. Shila hanay butuh celana panjang dan kemeja saja. Celana hitam dan jeasns, lalu kemeja putih dan bermotif," jelas Shila.
"Ohh ... Ada kok. Iu di sebelah sana. Memang kerja apa?" tanya penjual pakaian itu ingin tahu.
"Hanya pelayan kafe. Itu juga kalau diterima," jelas Shila ragu.
"Oh, Pelayan Kafe, kirain kerja di Perusahaan bonafit," ucap penjual pakaian itu sedikit mengejek.
"Iya pelayan kafe. Memang salah dengan pekerjaan pelayan kafe?" tanya Shila melihat raut wajah penjual pakaian itu seperti berbeda.
"Tidak. Tidak ada yang salah. Terus pria tadi siapa? Pacar? Tunangan? Calon suami?" tanya penjual pakaian itu dengan sangat ingin tahu sekali.
"Cuma temen. Baru kenal juga," jawab Shila jujurdan emnagmbil beberapa kemeja pilihannya dan celana panjang secukupnya saja. Shila taut pakaian -pakaian ini mahal dan Shla tida bisa membayar engan gaji bulan depan yang bakal diterimanya.
"Oh. Ini apa lagi? pakaian dalam? Jadi?" tanya penjual pakaian itu masih bingung dengan Shila. Cuma teman tapi mau membayar semua pakaian yang dibeli Shila. Mungkin saja simpanan.
"Jadi," jawab Shila singkat.
Shila melepas jaket dan mulai mencoba beberapa beha dengan menempelkan cup pada dadanya yang terlihat menonjol karena tak emmakai pakaian dalam. Shila mengukurtali yang pas di pakai atau tidak di luar kaos yang dipakaianya.
"Ka -kamu tida pakai pakaian dalam?" tanay penjual pakaian itu kaget.
"Enggak ..." jawab Shila tertawa. "Duh ... Kelihatan banget ya?" Shila jadi malu sendiri dan menutup sebagian tubuhnya dengan jaket milik Arga tadi.
"Dikit. apa mau langsung dipakai aja, sama bajunya juga. Kalau begini jadi kelihatan gimana," tawar penjual itu.
"Memang boleh?" tanya Shila.
"Boleh kok. Ayo ..." Penjual itu langusng mengajakShila menuju kamarpas dan membiarkan Shila memakai satu paket pakaian dalam dan pakaian santainya.
ak lama, Shila keluar dari kamar pas. Ia memakai kaos ketat dan celana jeans dengan model hipster. Rambut Shila dibiarkan panjang di belakang bahunya dan diberi aksesoris bandana. Shila sangat cantik walaupun tidak menggunakan make up.
Shila mendekati Arga dan duduk di smaping Arga.
"Om, shila sudah selesai," ucap shila dengan senyum lucunya di depan Arga.
Arga yang sdeang menikmati pemandangan di luar pun menoleh dan tertegun melihat Shila yang terlihat sangat berbeda sekali. Shla memang sangat cantik sekali.
"Cantik," jawab Arga spontan.
"Oh ya? Makasih Om. Tingga bayar aja Om. Ini uang yang tadi? Apa buat bayar aja?" tanya Shila memberikan uang yang diberikan pada Shila tadi.
"Simpan uang itu buat kamu jajan nanti. Biar saya bayar semua belanjaan kamu," titah Arga datar.
"Eits ... Janagn dong Om. Shila pakai uang ini aja. Ini cukup kok, bentar ya," jelas Shila menghadang Arga yang sudah berdiri dan akan berjalan menuju meja kasir.
Shila lebih dulu berdiri lalu berlari menuju meja kasir dan membayar smeua pakaian yang ia pilih. Semuanya hanya lima ratus ribu saja. Uang yang ada di tanagn Shila masih tersisa dua ratus ribu.
"Kurang?" Arga bertanya pelan. ia sudah berdiri di belakang Shila.
"Hah? Enggak kok. Maish sisa ini," jelas Shila pada Arga.
"Oke. Sudah selesai kan?" Arga menatap satu paper bag yang berisi penuh pakaian.
Shila mengangguk pelan, "Sudah."
"Ayo ..." Arga segera mengambil paper bag itu dan spontan menggandeng tangan Shila menuju keluar dari toko pakaian itu.