Bab 11. Diselamatkan Ryan

1057 Words
Selesai makan di kafe, Ryan mengajak Kirana pulang. Dia melirik jam yang melingkar di lengannya. "Sudah jam sepuluh malam, mau saya antar pulang?" Pria itu serius akan mengantar Kirana pulang karena dia juga penasaran di mana Kirana tinggal sekarang. "Enggak usah deh, Pak. Saya bisa pulang sendiri. Saya enggak mau merepotkan Bapak," ucap Kirana datar tanpa senyum ramah pada Ryan. "Kenapa? Saya ikhlas nganter kamu pulang. Lagian enggak baik buat perempuan kayak kamu pulang sendirian malam-malam." "Saya bisa naik taksi." "Simpan saja ongkos taksimu, pulang bareng saya saja." "Pak, lebih baik saya ngeluarin uang buat bayar taksi." "Ya sudah kamu naik mobil saja aja, anggap saja itu taksi. Kamu bisa bayar ke saya." Kirana menatap heran pada Ryan. "Bapak tuh enggak gampang nyerah, ya?" "Iya, kamu baru tahu? Kalau saya cepat menyerah saya enggak bisa meneruskan perusahaan kakek saya. Terus saya juga enggak akan bisa punya anak ... dari kamu." "Anak? Ngomong-ngomong anak itu di mana? Apa kabar dia sekarang? Sehat?" "Dia? Sehat-sehat, baik-baik saja, dia hidup dengan layak sebagai anak saya. Mendapat banyak perhatian dari saya, materi dan semua yang dia mau. Yang jelas saya enggak akan mengizinkan dia ketemu sama kamu." "Dasar pria aneh, baru ditanya soal anak aja jawabannya begitu. Biar nanti aku cari tahu sendiri keberadaan anak itu," ucap Kirana dalam hati sambil terus menatap tajam pada Ryan. "Ya, ya, terserah Bapak aja. Kata bapak anak itu kan anak Bapak, bukan anak saya jadi saya enggak perlu penasaran tentang anak itu, betul?" Ryan menganggukkan kepala. "Jadi, kamu mau pulang sendiri atau pulang bareng saya?" "Pulang sendiri, Pak." "Ok kalau begitu, semoga aja di depan sana enggak ada yang gangguin kamu, ya. Saya pulang duluan." Ryan Lantas berjalan masuk mobil. Dia lajukan mobil ke jalanan meninggalkan Kirana. Sementara Kirana terpikir untuk kembali ke kantor menuju parkiran dan pulang dengan motornya. Kirana berjalan pelan, baru jam segitu dia pikir tidak ada orang yang akan menganggu di jalan. Namun, pikiran Kirana salah. Ketika dia sedang berjalan, lengannya ditarik oleh seseorang yang tidak dia kenal. Dia ditarik ke sebuah jalan kecil yang lebih mirip sebuah gang. Sudah ada dua orang yang menunggu di sana. Tiga pria itu terlihat mabuk. Mereka tidak bisa berdiri dengan sempurna, salah satu dari mereka memegang botol minuman keras. "Lepasin, lepas, lepasin tangan saya," teriak Kirana pada pria yang menarik lengannya, dia juga terus melawan dan menarik lengannya dari cengkraman pria itu. "Hebat sekali, masih sore sudah dapat barang bagus." Salah satu dari pria itu tersenyum menatap Kirana. Dia menatap perempuan penuh gairah. Sudah tidak sabar untuk menyentuh Kirana. "Kalian mabuk? Kenapa saya dibawa ke sini? Lepaskan tangan saya." Pria yang mencengkram lengan Kirana masih terus memeganginya. Kirana berusaha melepaskan cengkraman tangan itu, tetapi usahanya gagal. Walaupun mabuk pria itu tetap bisa mencengkram lengan Kirana dengan erat. "Sabar ya, Sayang. Sekarang masih siang, kita tunggu agak malam sedikit supaya sepi, jadi kamu juga bisa menikmati bersenang-senang dengan kami." Pria yang mencengkram lengan Kirana tertawa. Dia menyentuh pipi Kirana yang lembut, membuatnya semakin menginginkan Kirana. "To–" Baru saja akan berteriak, mulut Kirana sudah dibekap pria yang mencengkram tangannya, pria itu mengubah posisi memegangi Kirana dari belakang. Kirana mulai merasa ketakutan. Dia berharap ada seseorang yang akan menyelamatkannya. "Ya Allah tolong saya," doa Kirana dalam hati. Sebuah suara berat terdengar membuat kaget Kirana dan tiga pria itu. "Kalian mau pesta bareng cewek cantik tapi kok enggak ngajak saya?" "Pak Ryan?" ucap Kirana dalam hati. Matanya melebar melihat sosok pria itu. "Kenapa dia ada di sini? Jangan-jangan dia yang nyuruh orang-orang ini?" tuduh Kirana pada pria itu. "Kamu siapa?" tanya pria yang memegang botol. Dia berjalan mendekati Ryan yang tampak tidak takut dengan ketiga pria itu. "Saya? Cuma kebetulan lewat. Oh ya yang kamu pegang itu istri saya tuh. Sekarang kalian enggak takut sama saya?" "Mbak istrinya mas itu?" tanya pria yang menutup mulutnya. Kirana terpaksa menganggukkan kepala agar Ryan mau menyelamatkannya. Jika dia tidak mengaku, dia takut Ryan akan pergi. Saat ini Kirana tahu kalau tiga pria itu tidak kenal dengan Ryan. Ryan tersenyum lebar melihat Kirana mengakui jika dia adalah istrinya Ryan. Namun, tiga pria itu tidak percaya. "Apa buktinya kalau dia adalah istrinya kamu?" "Saya sama istri habis makan malam, terus dia mau balik ke kantor dulu, ada yang ketinggalan. Bener kan, Sayang?" Kirana hanya menjawab dengan anggukan. Dia hanya bisa menunggu Ryan bertindak. "Itu dia setuju dengan ucapan saya? Jadi, lepaskan istri saya sekarang!" perintah Ryan pada tiga pria itu. Pria pertama yang memegang botol menyerang Ryan lebih dulu. Dia mengarahkan botol yang dia pegang ke arah kepala pria itu, belum sempat menyerang Ryan, sirine polisi terdengar. Ketiga pria yang mendengar suara sirine polisi lari meninggalkan tempat itu dan melepaskan Kirana. Kirana merapikan pakaiannya. Tak lama kemudian polisi datang ke tempat itu. Ryan mengatakan pada polisi ke arah mana tiga pria itu melarikan diri. Dengan cepat polisi bergerak mengejar ketiganya ke arah yang ditunjukkan Ryan. "Kamu enggak apa-apa?" tanya Ryan khawatir pada Kirana. Tubuh perempuan itu luruh di atas tanah. Perasaan syok dan takut masih menyelimutinya. Kirana menangis. Dia merasa beruntung karena Ryan tidak benar-benar pergi meninggalkannya. Pria itu sempat menyelamatkan Kirana dan dia bersyukur karena Ryan mau membantunya. "Terima kasih, Pak." Hanya itu yang bisa Kirana ucapan pada Ryan. Pria itu mendekati Kirana. Dengan kedua tangannya dia berusaha membantu perempuan itu berdiri. "Saya antar pulang?" Kirana hanya menganggukkan kepala. Ryan menuntun langkah Kirana menuju mobilnya yang diparkirkan tidak jauh dari lokasi itu. Tiba di mobil, Ryan membantu Kirana masuk mobil. Setelah perempuan itu duduk, Ryan bantu memakaikan sabuk pengaman. Kemudian Ryan juga masuk mobil. "Di mana alamat rumahmu?" tanya Ryan karena dia akan mengantarkan Kirana pulang. Kirana menyebutkan alamat kos-nya pada Ryan. Pria itu melajukan mobilnya ke alamat yang disebutkan oleh Kirana. Perempuan itu menoleh ke arah luar mobil melalui jendela kaca. Dia sudah tidak menangis lagi. Lama-kelamaan Kirana tertidur sampai dia tidak menyadari jika mobil Ryan telah sampai depan rumah kos-nya. Pria itu melihat rumah kos itu. "Oh, dia masih kos," batin Ryan melihat kos-kosan yang terlihat biasa saja itu. "Bangun, Kirana!" Kirana terkejut dan menepis lengan Ryan yang baru saja dia tarik setelah menyentuh bahu Kirana. Sepertinya dia masih trauma dengan kejadian tadi. Namun, dia segera sadar jika masih berada di mobil milik Ryan. "Eh, sudah sampai?" tanya Kirana setelah mengenali lingkungan sekitar tempat dia berada sekarang. "Kamu ngekos?" tanya Ryan pada perempuan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD