Bab 12. Bertemu Pengacara

1051 Words
"Iya, Pak. Ada yang salah kalau saya ngekos?" "Enggak apa-apa kok." "Ya sudah, saya masuk dulu ya, Pak. Sudah malam. Terima kasih sudah nganter saya pulang. Bapak hati-hati di jalan." Kirana membuka pintu mobil, tetapi lengannya ditahan oleh pria itu. "Kalau ada apa-apa, telepon saya, ok?" Kirana hanya menganggukkan kepala. "Saya masuk ya, Pak." Dia pamit lagi pada Ryan. Kirana turun dari mobil Ryan, dia berjalan terus masuk kos-kosan tanpa menoleh pada pria itu. Sementara Ryan menunggu Kirana masuk sampai dia tidak melihat sosok perempuan itu lagi, baru kemudian dia melajukan mobil meninggalkan kos-kosan Kirana. *** Pada hari Sabtu pagi, Kirana baru selesai mandi. Ponselnya berdering. Kirana yang sedang duduk di tepi ranjang sambil mengeringkan rambutnya melirik ponsel di atas nakas. Segera dia ambil ponsel itu dan menerima panggilan dari Dimas. "Halo, Pak Dimas." "Iya, Kirana, hari ini kamu sibuk enggak?" "Hmm ... enggak kayaknya, ada apa ya, Pak?" Kirana mulai penasaran pada Dimas. "Kamu masih inget kan pas makan siang di restoran kemarin? Kamu tanya saya soal perceraian karena saya enggak bisa jawab, jadi saya akan kenalin kamu sama seseorang yang bisa jawab pertanyaan itu. Saya mau ngajak ketemuan siang ini, bisa?" "Oh yang waktu itu? Bisa kok, Pak. Janjian di mana, ya?" "Gini aja deh, kamu siap-siap dari sekarang, nanti jam 10-an saya jemput kamu ke kosan." "Waduh, jangan deh, Pak. Saya enggak mau ngerepotin Bapak, gini aja deh, mending Bapak kasih tahu alamatnya di mana, nanti saya ke sana deh pake motor." Sepertinya Kirana lupa kalau motornya ada di kantor. "Jalan ke tempat ketemuan itu agak ribet. Mending kamu ikut saya aja deh biar enggak bingung nanti di jalan, gimana?" "Gimana ya, Pak? Pokoknya saya enggak mau ngerepotin Bapak sih." "Sudah kamu nurut aja pergi ke sana bareng saya, tinggal duduk manis di mobil." Kirana baru ingat jika motornya masih ada di kantor. "Baik, Pak, kayaknya lebih baik gitu." Dia tidak mengatakan pada Dimas jika motornya tertinggal di kantor. "Ya sudah kamu siap-siap aja mulai dari sekarang, nanti saya jemput." "Baik, Pak." Setelah panggilan telepon terputus, Kirana meletakkan ponsel di nakas, dia bangkit dari ranjang berjalan menuju lemari. Dia membuka pintu lemari dan mencari pakaian yang akan dia kenakan untuk bertemu Dimas dan kenalannya. Perempuan itu menjatuhkan pilihan pada dress biru muda yang panjangnya di bawah lutut. Segera dia ambil dress itu dan meletakkan di atas ranjang. Dia pun mulai bersiap untuk pergi bersama Dimas. *** Tepat jam sepuluh pagi, Dimas datang menjemput. Kirana sudah siap mengenakan dress biru muda dengan riasan tipis di wajahnya agar tidak terlihat pucat saja. Dia keluar dari kamar kos menuju mobil Dimas yang telah menunggu di depan kosan Kirana. Saat Kirana tiba di dekat mobil Dimas, pria itu turun dari mobil untuk menyapanya. Dimas melihat Kirana dengan tampilan sederhananya, tetapi tetap terlihat cantik sehingga dia ingin memujinya, tetapi dia urungkan dengan hanya memuji kecantikan Kirana dalam hati saja. "Sudah siap? Kita jalan sekarang, ya." Kirana menganggukkan kepala lalu bergerak ke sisi lain mobil Dimas kemudian masuk mobil itu. Dimas menjalankan mobilnya setelah itu menuju lokasi di mana mereka ada janji temu. "Kalau weekend, kamu suka kemana, Kirana?" "Enggak ke mana-mana sih, Pak. Kalau enggak ada lembur atau tugas ke luar kota, saya di diam di kosan, banyak istirahat atau nyoba masak-masak gitu." "Loh, ternyata kita sama, saya juga kalau lagi libur kerja, biasanya suka masak. Senin sampai jumat kadang saya suka makan sembarangan, akhir pekan saya masak makanan sehat gitu sambil olahraga sedikit gitu lah." Kirana memperhatikan otot lengan Dimas yang terbentuk karena seringnya latihan di tempat fitness. "Pantes aja badan Bapak kekar gitu, ya. Emang Bapak enggak punya pacar?" "Sampai saat ini ya, belum." "Hah? Enggak mungkin kalau pria seperti Bapak enggak punya pacar." Kirana merasa aneh jika manajernya itu tidak memiliki pacar karena tidak ada yang salah dengan pria itu. "Buktinya begitu. Para perempuan itu selalu minta waktu lebih, pulang kerja minta jalan, makan bareng, weekend pun mintanya gitu. Kata mereka saya enggak bisa diajak jalan karena lebih suka menikmati waktu liburan di rumah, pergi itu hanya sesekali aja." "Oh, terus di kantor juga enggak ada cewek yang Bapak suka?" "Enggak tuh, mereka cuma sibuk merhatiin Ryan aja. Enggak melirik pria lain. Kamu tahu kan kayak gimana staf HRD lain kalau lihat Ryan?" Kirana menganggukkan kepala, tetapi ada yang aneh dengan Dimas, mengapa dia bisa menyebut nama Ryan tanpa embel-embel panggilan 'pak'. Dengan santainya pria itu menyebut Ryan. Namun, Kirana tidak berani menanyakan ini. Dia yakin suatu hari akan tahu tentang hal ini. "Iya sih, Pak, staf HRD lain sering banget ngomongin Pak Ryan, di jam kerja, jam istirahat bahkan pulang kantor." "Iya, kamu tahu sendiri kan gimana mereka, perempuan lain enggak jauh beda, kayaknya cuma kamu yang enggak seantusias itu ngomongin Ryan walaupun saya tahu kamu sudah kenal Ryan sebelumnya." Kirana membenarkan ucapan Dimas. Obrolan seru keduanya membuat perjalanan menuju lokasi bertemu membuat perjalanan selama satu jam tidak terasa lama. Kini mobil Dimas sudah tiba di tempat mereka bertemu, di sebuah kafe. Kirana tidak tahu mengapa mereka harus bertemu di tempat seperti itu. Dimas mengajak Kirana turun dan masuk kafe itu. Dimas juga memilih meja untuk mereka duduk sambil menunggu kedatangan seseorang yang dia maksud. "Kamu pilih dulu mau makan apa, nanti saya yang pesan." Dimas meminta Kirana membaca buku menu. Perempuan itu membuka buku menu. Yang pertama dia lihat adalah harga makanan di sana. "Mahal-mahal banget harga makanan di sini. Pak Dimas kok senengnya ngajak makan di tempat mahal, ya? Dia ini siapa sih sebenarnya? Atau gaji manajer memang banyak? Tapi masa iya dia mau bayarin staf baru makan di tempat mahal begini." Kirana bukannya memilih makanan, dia hanya fokus memikirkan siapa sosok pria yang ada di hadapannya sekarang. "Jadi, mau makan apa?" tanya Dimas yang cukup mengagetkan Kirana. "Eh? Oh ya, Pak. Saya pesannya menu yang sama dengan Bapak saja. Saya bingung bacain menu sebanyak ini." Kirana hanya beralasan. "Ok, nanti saya pesankan makan siang yang enak buat kamu." Dimas tersenyum pada Kirana. "Nah, itu orang yang kita tunggu sudah datang. Kirana membalikkan badan karena posisi dia duduk membelakangi pintu masuk. Dia melihat seorang perempuan berpakaian rapi. Kemeja dan celana panjang kain berjalan menuju meja tempat mereka duduk sekarang. Perempuan itu terlihat cantik saat Kirana berhadapan dengannya. "Kenalin, Kirana ini Mbak Soraya. Mbak Soraya ini seorang pengacara. Kamu bisa tanya-tanya soal perceraian temen kamu sama dia."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD