3

1437 Words
Malam ini giliranku tidur di hotel. Aku merebahkan tubuh di kasur yang sebenarnya empuk. Disudut kulihat barang pribadi milik Bragy yang sudah dikirim kemari. Perlahan aku meraih dan membuka tas pinggang yang biasa digunakannya. Ketiga buah ponselnya masih berada di dalam. Namun dalam kondisi mati. Mungkin habis baterai. Aku segera mencharge salah satunya. Aku menemukan dompetnya. Kubuka. Ada beberapa lembar uang tunai. Dan kartu kartu seperti biasa. Juga foto pernikahan kami masih ada disitu. Aku meletakkan semua kembali ketempatnya. Kami memang tidak pernah punya privacy dari dulu. Aku bebas membuka ponselnya. Demikian pula sebaliknya. Demikian juga barang barang pribadi lain. Entah itu pin kartu ATM atau kartu kredit juga dompet. Dari dulu Bragy bebas membuka dompetku ketika sedang butuh uang atau apapun. Kulihat ponselnya sudah bisa dinyalakan. Kubuka seluruh fitur sosmed dan kameranya. Tidak ada yang aneh. Kucari charger lain di tas ranselnya. Ketemu! Akhirnya ketiga ponselnya kucharge sekaligus. Semuanya berjalan normal sampai kemudian aku membuka beberapa pesan masuk yang belum dibuka melalu WA. Tercantum nama D3l14 Sayang gimana? Sayang gimana keadaan kamu sekarang? Sayang aku lihat mobil kamu kebakar Sayang kemana aku harus mencari kabar kamu? Aku khawatir Sayang, seandainya aku ada disitu Sayang aku aku lagi urus visa ke Spain, tunggu aku ya Chat terakhir dilakukan seminggu yang lalu. Satu hari sebelum aku tiba disini. Perlahan jemariku  membuka chat sebelumnya. Sangat panjang! Kemudian  berhenti pada satu titik Sayang, kamu udah makan? Udah Aku baru pulang kantor, kerjaan numpuk dari kemarin. Gimana latihan hari ini? Baik sih, waktunya juga lebih baik dari kemarin Syukur deh, aku boleh nggak ikut pertandingan kamu di sepang? Jangan, ada keluargaku disana. Nggak enak sama mereka. Nggak enak gimana? Aku kan nggak macem macem? Cuma lihat kamu dari jauh? Jangan ah Del, nanti keluargaku salah menilai kamu. Makanya selesaiin dong masalah kamu sama  Sidney. Nggak semudah itu Del, tidak ada perceraian dalam keluargaku. Nanti lah Kapan lagi, kita udah dua tahun lho begini. Apa aku harus menemui istri kamu itu supaya kalian bercerai aja? Jangan menambah masalah Del. Kita sudah sepakat kan? Tapi aku bosen, berasa jadi simpenan tahu nggak. Nggak ada yang nyimpan kamu. Semua akan baik baik saja. Oh iya, kemarin aku ketemu mama kamu waktu di mal. Aku senyum eh dia senyum juga. Mamaku memang ramah. Aku suka lihat mama kamu, kayaknya baik banget. Aku jadi kangen sama mama Sama aku enggak? Emoc love kiss, kiss kiss I love you my star I love you too my little cattish Aku hanya berani menarik nafas panjang.  Tidak tahu mau diapakan chat tersebut. Memblokir nomor perempuan itu jelas bukan solusi. Walau darahku terasa mendidih. Namun aku tetap berusaha menahan diri. Kedekatan mereka juga terjadi akibat kesalahanku. Karena membiarkan hubunganku dengan Bragy memburuk selama ini. Setelah menarik nafas panjang,  kembali kurebahkan tubuh di kasur. Banyak hal terjadi akhir akhir ini. Aku memang terlalu keras kepala. Tapi siapa perempuan itu?  Kembali aku  melihat beberapa foto yang pernah dikirimnya. Tiba tiba aku merasa mual. Foto foto itu tampak sangat v****r. Ada saat ia di kamar mandi, saat hanya menggunakan pakaian dalam. Juga beberapa memakai bikini. Cantik memang, Bragy pasti memilih perempuan cantik untuk menjadi kekasihnya. Seketika dadaku sesak, aku merasa kalah. *** Sidney melangkah menuju ruang rawat suaminya. Dari luar ia mendengar ibu mertuanya sedang berbicara. Dengan siapa? Pikir Sidney penasaran. Tanpa mengetuk pintu ia melangkah masuk Seketika sekujur tubuhnya bagai tersiram es. Perempuan dalam WA itu. Namun bukan Sidney namanya bila tidak mampu bersandiwara. "Sore ma" ia segera menghampiri ibu mertuanya dan mencium pipinya. "Sore sayang, ini kenalkan Delia fans berat Bragy. Delia kenalkan ini Sidney istri Bragy" terdengar nada tegas dalam suara mertuanya. Seolah olah ingin menyampaikan sesuatu. Sidney mengulurkan tangannya. Jemari perempuan di depannya ini terasa sangat dingin. "Ne, itu barang barang pribadi masmu sudah dikirim ke hotel ya kata pihak Mc Laren?" "Udah ma, tadi kayaknya udah dikemas ulang sama Senja" jawab Sidney. Seolah ia tidak tahu menahu tentang chat diponsel suaminya. "Oh ya udah, tadi mama nggak sempat lihat lihat. Langsung mama suruh mereka masukin ke kamar kamu" "Nggak apa apa ma" jawab Sidney sambil melangkah menghampiri Bragy. Disana ia mencium punggung tangan suaminya. Sekaligus mengecup kening. Kemudian ia berbisik sesuatu "Ada seseorang yang mencintaimu datang. Entah kamu sadar atau enggak mas. Tapi matanya terluka melihatku. Jangan biarkan permainan kalian tak berujung. Karena aku tidak akan membiarkan itu" Sidney kemudian menggenggam jemari Bragy. Mengelus punggung tangan itu dengan ibu jarinya. Seolah tidak melihat Delia disana. Tak lama didengarnya perempuan saingannya itu pamit. Ia hanya menoleh dan memberi senyum termanis. Begitu Delua keluar mama mertuanya segera menghampiri "Bisa kita bicara Ne?" "Ada apa ma?" Tanya Sidney "Kamu lihat perempuan tadi? Yakin dia hanya fans masmu?" "Nggak tahu ma" jawab Sidney sambil menggelengkan kepala. "Kamu hati hati, mama yakin dia lebih dari itu. Mama akan kirim seorang bodyguard untuk menjaga ruangan ini. Semoga tidak akan terjadi apa apa" "Mama, nggak usah berlebihan. Dia cuma fans" "Matanya berbeda ketika menatap Bragy Ne. Dan mama yakin, itu adalah mata perempuan yang sedang jatuh cinta. Mama pernah lihat dia dan masmu makan siang bersama waktu bertanding di Jepang. Mereka kelihatan akrab sekali" Sidney memandang mama mertuanya dengan tatapan kosong. "Saya belum tahu sejauh apa hubungan mereka ma. Kita lihat aja nanti" *** Sidney menatap Senja sambil menyeruput  kopinya. Sore ini mereka sedang berada disebuah kedai kopi dekat rumah sakit "Barang barangnya mas Bragy dah disimpen mbak?" Tanya Senja "Udah, besok rencana mbak packing" "Semoga mas baik baik saja. Kadar obat tidurnya udah diturunin terus kan?" "Udah Nja. Semoga kalau sudah sadar nanti  semua baik baik saja" "Ya sih mbak. Nanti kalau diijinkan mas mau dibawa ke Jakarta atau singapura dulu?" "Singapura aja kali ya. Jakarta terlalu ribet. Banyak wartawan" "Mama juga bilang gitu sih kemarin. Mbak" "Tante Saras bilang apa?" "Singapura lebih aman buat mas. Karena rumah sakit tempat mas bakal dirawat kan punya anak perusahaan mama" "Iya sih" "Fans mas Bragy itu masih suka dateng?" "Ya, kenapa?" "Mbak nggak curiga?" "Kamu lebih pinter dari mbak urusan begituan Nja. Kamu lebih kenal masmu" Senja tertawa lebar "akhirnya mbak mengakui. Tapi percayalah mbak, itu cuma sekedar flirting. Hatinya mas tetap di mbak kok" "Bagaimana kalau sebenarnya masmu menanggapi perhatian perempuan itu?" Sidney mencoba mengorek informasinlebih dalam. "Sekali lagi, paling cuma buat hiburan. Abisan mbak nggak mau menghibur mas Gy" "Menurut kamu mbak harus gimana?" "Terserah mbak, tergantung perasaan mbak ke mas" "Berapa persen kesempatan perempuan itu?" "25 paling besar. Mbak punya 75. Gimana?" "Angka itu cukup besar untuk sebuah hubungan tanpa status" jawab Sidney sambil tersenyum "Tapi ingat, mbak harus jaga mas terus. Perempuan kayak Delia itu pasti gak mau kalah. Angka itu bisa segera melonjak kalau disaat mas butuh perhatian  trus mbak nggak ada disampingnya. Atau mbak mau aku minta bantuan mama?" "Nggak usah mbak coba dulu lihat gimana perasaan masmu ke mbak" "Kalau itu sih aman mbak" "Tahu darimana kamu?" "Sehari sebelum kecelakaan mas masih galau karena mbak ulang tahun. Mas masih kirim bunga dan minta tolong supaya tante Cel buatkan kue ultah. Dan pagi itu waktu mau sarapan dia masih nanya apa aku udah telfon mbak ngucapin selamat ulang tahun" "Tapi aku nemu chat dia dengan Delia di ponselnya Nja" Sidney membuka sesikit rahasianya. "Mbak, mas Bragy itu manusia biasa. Dia juga bisa kesepian dan butuh teman bicara. Paling cuma buat pelampiasan aja" "Tapi dia bilang I love you sama perempuan itu" "Kalau begitu jangan pernah beranjak dari sisi mas Gy. Tunjukkan kalau mbak yang terbaik" "Apa tante Celia tahu?" "Kayaknya tahu. Tapi tante Cel kan gak pernah ikut campur urusan asmara anak anaknya. Kecuali yang aneh aneh kayak waktu mbak minta cerai dulu" Sidney kembali menghela nafas. Ia tidak sanggup kehilangan Bragy. Apalagi kalau harus berbagi. *** Hari ini terasa cerah, seperti biasa Sidney melangkah mendekati tempat tidur Bragy untuk melihat kondisinya. Dan ia terkejut melihat suaminya sudah bangun. "Mas udah sadar?" Bragy menangis menatapnya. "Udah, tapi badanku nggak bisa digerakin. Leherku juga" "Bukan nggak bisa mas, tapi otot otot mas harus dilatih. Karena sudah lama nggak digerakkan" sidney mencoba tersenyum menenangkan suaminya. "Berapa lama aku nggak sadar?" "Mas bukan nggak sadar. Tapi sengaja ditidurkan. Dua bulan" "Dan kamu?" "Aku disini nungguin mas. Bertiga sama mama dan Senja" "Apa aku akan tetap disini?" "Enggak, mungkin minggu depan kita sudah harus ke singapura. Tergantung pemeriksaan dokter nanti" "Kamu udah maafin aku Ne?" Sidney mengangguk dan memeluk suaminya. "Aku maafin mas, dengan syarat mas juga mau maafin aku" "Kalau aku cacat?" "Perasaanku nggak akan berubah" "Kamu lakukan ini karena kasihan sama aku?" "Bukan kasihan, tapi cinta. Aku merasa nggak bisa kehilangan mas. Aku nggak sanggup" Bragy menatap tak percaya pada. Sidney yang ditunggunya sembilan tahun bisa secepat ini berubah? Ada apa sebenarnya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD