“Say—” Mulut Evan langsung dibungkam oleh tangan Sherly. “Ngapain sih ke sini?” omel Sherly dengan mata mendelik marah. Evan menunjuk mulutnya yang tertutup tangan, meminta Sherly untuk membukanya agar ia bisa bicara. Sherly pun menurut, melepaskan tangannya dari mulut Evan namun sambil menarik pria itu menjauh dari pintu apartemennya. Mereka berdiri berhadapan di depan lift yang letaknya sedikit tersembunyi. “Kenapa sih? Ada siapa di dalam apartemenmu?” tanya Evan tak terima. “Ada tamu. Kamu jangan muncul dulu,” desis Sherly tajam. “Kenapa? Emang siapa tamunya?” “Kanina.” Kedua netra Evan membulat seketika. “Ngapain dia di sana? Kamu nggak diapa-apain kan? Dia barbar banget lo, Sayang. Kamu harus hati-hati.” “Udah udah, sekarang mending kamu pulang dulu. Nanti kita ketemu lagi.”