7

881 Words
Begitu masuk ke ruang utama Gabriella disambut pelayan yang biasa melayaninya. Mereka mengambil alih tas ransel dan blazer sekolah Gabriella. Gabriella digiring masuk ke ruang makan utama di mana Damian sudah duduk menunggu sambil membaca sebuah majalah bisnis masih mengenakan kemeja kerjanya yang dua kancing teratasnya dibuka. Seperti bapak-bapak. Batin Gabriella mencibir. "Hai," sapa Damian begitu menyadari kehadiran Gabriella. Gabriella hanya memutar bola matanya tidak berselera untuk menjawab. Damian tersenyum miris. Terbiasa dengan balasan Gabriella yang unik. "Bagaimana harimu?" tanya Damian lembut. Gabriella menarik kursi di sebrang kursi Damian. "Joss dan Brandon sudah bertanya tentang itu tadi, kau bisa menanyakan pada mereka apa jawabanku," jawab Gabriella ketus. Damian menghela napas. Ujian kesabaran pertamanya hari ini. "Aku harap itu baik," ucapnya dengan nada yang tidak terlalu bersemangat lagi. Gabriella melirik Damian dengan ekor matanya. Berhasil! Batinnya. "Ya, tentu saja. Aku selalu menjadi baik jika tidak bersamamu," lanjut Gabriella santai. Bahkan ucapannya seperti sengaja untuk membuat Damian kesal. Damian berusaha menahan kekesalannya. Ia sudah memutuskan untuk menjadi sabar. Tidak emosi, tidak terlalu mengontrol Gabriella. Alasannya hanya satu, agar Gabriella tidak terus-terusan mencoba pergi. "Mrs. Anna baru saja memasak pasta dan sup daging, aku tahu kau suka cream pasta jadi aku memintanya membuatkan itu untukmu." Damian mencoba mengalihkan pembicaraan dan semoga topik makanan dapat menarik perhatiannya. Gabriella berdecak. Damian belum marah! "Wah sayang sekali, aku baru saja makan bersama Anthony tadi," ucapnya dibuat-buat. Damian yang tengah memegang sendoknya merasa dihantam. "Apa? Anthorny? Bagaimana bisa?" Gabriella menyeringai dalam hati. Kena! "Bisa tentu saja. Kami janjian sepulang sekolah. Dan aku sudah makan dengannya." Damian mencengkram kuat garpu di tangannya. Mencoba mengontrol emosinya namun napasnya sudah mulai tidak stabil akibat darahnya yang mulai menggelegak naik hingga ke atas kepala, siap meledak. Damian memejamkan matanya. "Makan apa?" Gabriella merinding mendengarnya. Ia menatap Damian takut, namun ia memilih melanjutkan apa yang direncanakannya. Membuat Damian marah! "Ramen." Tentu saja Gabriella berbohong. Dia memang sudah makan sup jamur di kedai Anthony tapi itu sama sekali tidak mengenyangkan perutnya dan soal janjian sepulang sekolah itu jelas murni karangan Gabriella untuk memancing amarah Damian saja. Damian mendengus tidak senang. Ia menatap tajam Gabriella lalu membanting garpunya. "Gabriella! Kau tidak akan pernah bisa mengganti makan malam dengan semangkuk ramen murahan! Dan lagi, kau tidak tahu apakah makanan itu higienis atau tidak. Makan apa yang ada di hadapanmu, sekarang!" Batin Gabriella bersorak. Damian terpancing. "Siapa bilang tidak bisa? Tentu saja aku bisa! Aku sudah makan bersama kekasihku, jadi aku merasa kenyang saat ini." Oh ya Gabriella? Perutmu menggerutu minta diisi, itukah yang kau katakan dengan kenyang? Dan liurmu hampir menetes ketika kau menatap cream pasta di depanmu itu, bodoh. Ledek batinnya. Gabriella bertahan untuk tidak memakan makan malamnya hanya demi membuat Damian marah. Damian menggeram. "Gabriella! Jangan membatah. Ma-kan. Ini bukan permintaan, tapi ini perintah!" Gabriella tertawa meremehkan. "Apa? Memangnya kau siapa memberiku perintah? Apa karena kau mengadopsiku lantas kini kau majikanku, hah?" Damian memukul meja, membuat gelas bertubrukan dan berdenting. "Aku kakakmu sekaligus calon suamimu, Gabriella Alexander, jangan berdebat denganku. Makan!" Gabriella menggeram, ia melotot menatap Damian yang menatapnya tajam. "Oho. Bagaimana bisa aku tidak ingin pergi dari neraka ini? Siapa yang akan betah tinggal dengan laki-laki tempramen sepertimu? Bye!" Gabriella menggebrak meja dan memundurkan kursinya, melenggang meninggalkan Damian yang terengah di tempatnya. Beginikah susahnya menjadi orang sabar? Gabriella menguji emosinya dan menyalahkannya. Menjadikan emosi Damian sebagai alasannya untuk pergi padahal ia sendiri yang memancingnya naik. Damian mengusap wajahnya kasar. "Tarik napas Damian, kau harus bersabar demi nona muda itu. Bersabarlah agar segala yang kau perjuangkan tidak berakhir sia-sia." Gabriella kembali ke kamar, melompat ke kasurnya mengguling kegirangan berhasil menguji Damian lagi. Namun tidak dapat ditepis jika ia menyesal menyia-nyiakan cream pasta buatan Mrs. Anna. Gabriella namun tersenyum. Mrs. Anna pasti akan menyimpan pasta itu di kulkas dan akan memanaskannya ketika Gabriella turun untuk meminta makan nanti. Ya. Tinggal tunggu Damian masuk kamar, lalu Gabriella akan turun dan makan cream pasta. Maka harga dirinya tidak akan terasa dijatuhkan dan ia bisa menyantap cream pastanya dengan nikmat. Gabriella mengelus perut ratanya. "Sabar ya perut..." *** Gabriella memekik kecil. "DIBUANG?" Matanya membesar begitu mendengar fakta bahwa semua makanan yang tadi dihidangkan untuk makan malam telah dibuang. "Apakah Damian sudah gila?! Makanan-makanan enak itu disia-siakan? Dasar orang kaya tidak tahu bersyukur!" Mrs. Anna menggelengkan kepalanya. "Tuan bilang, nona tidak ingin makan jadi ia menyuruhku membuangnya." Gabriella mengerucutkan bibirnya. Makan harga dirimu, Abby! Sindir batin Gabriella. Gabriella mengehela napasnya. "Yasudah aku akan pergi tidur, maaf sudah menganggumu Mrs. Anna." Mrs. Anna tersenyum dan mengangguk. Ia memperhatikan Gabriella yang berlalu lesu menuju kamarnya. Merasa tidak tega juga melihat Gabriella namun itulah perintah Damian. Tidak lama setelah itu, telepon di dapur berdering. "Ya, Tuan?" "Antarkan makanan itu ke kamarnya. Aku tidak ingin dia sakit karena perutnya belum diisi." Mrs. Anna tersenyum. Ia tahu Damian tidak akan tega pada Gabriella. Laki-laki itu akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan Gabriella dan membuat Gabriella kelaparan tentu saja tidak masuk ke dalam daftarnya. "Baik, tuan." Mrs. Anna segera membuka lemari makanan dan mengeluarkan piring berisi pasta yang ia sisihkan untuk Gabriella. Tentu saja ia hanya berbohong pada Gabriella. Damian bukanlah tipe orang kaya yang suka menghamburkan uang atau makanan. Itu hanyalah triknya untuk memberikan Gabriella sedikit hukuman atas sikapnya. "Semoga nona Gabriella cepat-cepat membuka mata hatinya, Tuan Damian sudah cukup lama bersabar untuk dirinya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD