Eps. 13 Rawat Aku Dengan Sepenuh Hati!

1234 Words
Awan melaju motor membelah jalanan di pekatnya malam. Ia berharap akan bertemu dengan Aluna di sana bila memang berjodoh. Entah pikirannya dangkal atau bagaimana, mengasumsikannya dengan pernyataan se-simpel ini. Di jalanan dia melihat mobil putih melintas di depan sana. Entah, itu mobil Aluna atau bukan, yang jelas ia mulai mengejar untuk melihat plat nomor. Mungkin saja itu mobil Aluna. Siapa yang tahu? Awan berhasil mengejar mobil tadi. "Benar, ini mobil Aluna. Beruntung sekali aku menemukannya di sini." Plat nomor mobil itu cantik, angka berulang satu sebanyak empat kali. Awan putar otak dengan cepat bagaimana caranya dia bisa mengalihkan perhatian Aluna padanya. Tak mungkin dia akan membunyikan klakson lalu wanita itu akan datang padanya. Sepersekian detik, Awan kemudian melaju motor, menambah kecepatannya, menyalip mobil Aluna. Di depan sana banyak kendaraan besar lewat. Awan melintasi sebuah truk dengan cepat, kemudian memutari truk tersebut sampai kembali di depan mobil Aluna, memotong jalan. Ini adalah salah satu keahliannya. "Sial, apa barusan?" Auto refleks Aluna menginjak rem dalam. Padahal mobil sudah berhenti, namun dia mendengar suara motor yang baru saja melintas di depannya jatuh menimpa beton besi. Sembari berdesis, dia membuka pintu mobil keluar dari sana untuk melihat korban yang jatuh. Motor ini ... kenapa mirip dengan motor Awan? Helm teropong yang dipakai juga mirip dengan miliknya. Apa mungkin ini dia? Aluna tak hafal dengan nomor plat motor Awan. Yang dia hafal hanya motor dan helm teropongnya saja. Sayang posisinya tengkurap, sehingga tidak jelas pengendaranya. Apakah kejadian ini berulang seperti sebelumnya? Tidak! Mirip tapi beda! "Halo, kamu baik-baik saja?" Awan tak merespons. Bergerak juga tidak. Apakah kondisinya serius? Tidak! Dia sudah merencanakan ini dengan baik. Dia hanya ingin tahu reaksi Aluna. Setidaknya kali ini Aluna tak marah padanya seperti pertama kali mereka bertemu. Astaga! Dia tak bergerak juga tak merespons perkataanku. Bagaimana ini, apa dia terluka serius? Padahal aku sudah mengerem. Sudahlah, entah siapa yang salah kalau dia terluka aku akan bawa dia ke rumah sakit. "Halo, tolong jawab aku jika kamu baik-baik saja." Awan tak menyangka saja reaksi Aluna kali ini berbeda. Karena tak ada jawaban, maka Aluna memegang bahu Awan. Ia menariknya pelan sampai tubuhnya berdiri tegak, juga melepas helm. "Awan? Kamu? Astaga! Bagaimana ini bisa kamu? Dua kali sudah kamu menabrak ku. Tidak bukan itu maksudku." Entah, apa maksud Aluna yang mencoba untuk memperbaiki kata. Awan masih tak merespons dan terlihat meringis. "Apa ada yang sakit?" "Entah, kedua tanganku rasanya berat. Apa mungkin itu patah tulang?" Sontak, Aluna auto panik mendengar kata tersebut. Parahkah tadi dia menabrak? Jelas, Aluna terlihat panik sendiri sekarang. Awan tersenyum dalam hati melihat reaksi ini. Ia telah berhasil membuat Aluna mengkhawatirkan dirinya. "Coba biar ku periksa tanganmu." Aluna memegang lembut lengan kanan Awan, lalu mengangkatnya perlahan ke atas. "Bagaimana, sakit tidak?" "Nyeri dan berat sekali ketika diangkat." Membuat Aluna semakin panik saja. Aluna kemudian beralih memegang lengan kiri Awan. Dia mengangkat lengan itu perlahan ke atas, sembari menanyakan bagaimana kondisinya. "Hiss! Rasanya berat dan nyeri sama seperti yang tadi. Aku tidak tahu entah patah atau keseleo. Yang jelas aku tak bisa menyetir motor sekarang." "Baiklah, kamu masuk ke mobil dulu. Aku akan bawa kamu ke rumah sakit setelah ini. Sekarang, aku akan urus motormu ini dulu." Aluna meninggalkan Awan begitu saja. Ia lantas memanggil siapa saja yang ada di jalan meminta bantuan untuk menepikan motor Awan. Tak lama setelahnya, ia kembali dengan seorang pria yang kemudian menepikan motor Awan. "Terima kasih, Pak." Aluna tak lupa berterima kasih pada pria yang sudah membantunya. "Ya, sama-sama." Setelah kepergian pria tadi Aluna kembali ke mobil. Terlihat di depan mobil Awan masih diam mematung di sana. "Kenapa kamu belum masuk ke mobil juga? Apa kamu menungguku?" "Tidak, bukan begitu maksudku. Kedua tanganku cedera lalu bagaimana aku bisa membuka mobil?" Aluna segera menepuk dahinya dengan bagian belakang pergelangan tangan. Kenapa dia bisa sampai lupa? Aluna pun membukakan pintu untuk Awan. Terlihat Awan berjalan dengan sebelah kaki menyeret, membuat Aluna semakin merasa bersalah. Ia pun membantunya duduk di kursi belakang, lantas segera melaju mobil. "Kita ke rumah sakit terdekat sini." "Tidak, Aluna. Aku tak ingin dirawat di rumah sakit. Aku ingin pulang saja." "Lantas?" "Biar aku dirawat seseorang saja di rumah. Menurutku ini cedera parah, keseleo bukan patah tulang." Aluna diam sejenak. Bingung! Tadi Awan bilang tulangnya patah sekarang jadi keseleo, mana yang benar? "Tapi Awan, di rumah mungkin tak ada yang tahu apa yang seharusnya dilakukan padamu? Jadi baiknya tetap ke rumah sakit." "Tidak! Aku tak mau ke rumah sakit. Aku maunya dirawat di rumah. Bila di rumah sakit kamu pasti akan sibuk menjagaku nanti di sana. Bukankah kamu sendiri sibuk dengan kerjaan kantor?" Awan berkeras menolak di sana karena memang dia hanya pura-pura, bisa ketahuan nanti. Aluna diam sejenak untuk berpikir. Ucapan Awan ada benarnya. Dia tak bisa bila harus menunggu Awan di rumah sakit. Maka, ia pun melaju mobil menuju ke rumah. "Kamu bisa jalan?" Awan menggeleng. Aluna terpaksa kembali membantu Awan turun dari mobil. Ia memapah Awan berjalan masuk ke rumah. Aluna, dengan begini aku bisa memelukmu. Anggap saja ini hukuman dariku karena kamu memanfaatkan aku. Sebelah tangan Awan memeluk punggung Aluna kala tangan Aluna berada di pinggangnya untuk membantunya berjalan. Nyaman sekali! Di dalam sana Elga datang menyambut. "Awan, ada apa denganmu?" "Aku jatuh kecelakaan, Bu." "Tolong panggilkan pelayan untuk membantuku, Bu," pinta Aluna menatap Elga yang masih bingung. Elga sampai setengah berlari untuk memanggil pelayan. "Ya, Nyonya? Ada yang bisa dibantu?" Pelayan wanita datang. "Bantu Aluna dan Awan." "Siap, Nyonya." Pelayan lantas bergeser ke sisi Aluna. Pelayan kemudian mengambil alih peran Aluna, dengan membawa Awan masuk ke kamar, lalu mendudukkan di kasur. "Bi, bantu rawat Awan." Tak mungkin Aluna bisa merawat Awan. "Siap, Nona." "Permisi, Pak Awan, saya mau lepas baju Anda." Tepat di saat pelayan menyentuh kemeja Awan, pria itu menajamkan tatapan pada pelayan, membuat pelayan yang mau membuka kancing baju Awan, meremang. Takut! Tatapan itu seolah akan menguliti dirinya! "Nona ... maaf, saya tak berani membuka baju Pak Awan, sebaiknya Anda saja selaku istri yang melakukannya." Aluna tak paham kenapa pelayan tiba-tiba begini? Dengan terpaksa dia menggeser posisinya di depan Awan, lalu membuka kancing baju satu per satu sampai baju itu kemudian tanggal di tangannya, memperlihatkan d**a polosnya. "Awan, tak ada yang lebam di bagian tubuhmu." Aluna mulai memeriksa. Bahkan luka gores di sana pun juga tak ada. "Hiss! Tapi ini sakit, Aluna. Bahu belakang bagian kiri dan kanan. Coba sentuh." "Di sini?" Aluna menyentuh bagian yang disebut Awan. "Bukan di situ. Kurang ke bawah." Aluna menurunkan tangannya lebih ke bawah, membuat tubuhnya semakin condong pada Awan. Saat itu Awan tersenyum, dan pelayan melihatnya. Auto refleks, dia tahu apa rencana Awan. Namun pelayan hanya senyum dalam hati melihat. "Benar, itu sakit sekali. Seluruh tubuhku terasa remuk." Awan kembali berdesis. "Bi, ambilkan sesuatu untuk merawat Awan." "Minyak apa air hangat, Nona?" "Apa saja, aku tidak tahu." "Baik, Nona." Pelayan pergi untuk mengambilkan yang diminta Aluna. "Sekarang kamu rawat Awan." Pelayan membeku karena tahu bila Awan kali ini pasti akan menolak perawatannya. "Hiss, kenapa sekarang bagian d**a dan bahu juga nyeri?" keluh Awan kala pelayan akan menyentuh punggungnya. Tentu, dia tak mau pelayan di rumah ini menyentuhnya. Ia hanya ingin sentuhan dari Aluna saja. "Ada lagi yang sakit? Bagian mana?" Aluna kembali bereaksi panik. Lalu bergeser ke depan Awan. "Bagian d**a kiri." Sontak, Aluna pun meraba d**a kiri Awan. Bisa dilihat sekarang, tubuh Awan bereaksi dengan usapan lembut Aluna. Terlihat bagian p****g mengeras sekarang. Astaga! Pelayan sampai malu melihat kejadian ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD