Bab 5. Salah paham

1136 Words
“Kalian saling mengenal?” tanya Oma dengan tatapan sinis ke arah Davina. “Tidak,” “Iya,” Keduanya kompak menjawab, yang membuat Oma menoleh ke arah Noah dan Davina secara bergantian. “Aku tidak mengenalnya, Oma. Sungguh.” Davina berusaha menjelaskan, agar Oma tidak mencurigainya apalagi sampai menuduh yang tidak-tidak padanya. Berbanding terbalik dengan Davina yang berusaha menyangkal, Noah justru terkesan menunjuk bahwa keduanya sudah saling mengenal, sebelum acara pertemuan malam ini. “Dia calon tunangan adikmu!” ucap Oma, dengan suara pelan namun penuh penekanan. “Aku tahu, Oma. Dan kami memang tidak saling mengenal, sungguh.” Davina masih berusaha meyakinkan Oma, walaupun sangat mustahil wanita tua itu akan mempercayainya. “Kami bertemu di rumah sakit, dia menolong saya.” balas Noah pada akhirnya, setelah melihat situasi yang tidak menyenangkan terjadi. Seharusnya hal tersebut tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, karena pada akhirnya mereka akan saling mengenal satu sama lain. Tapi Noah merasakan kejanggalan yang terjadi diantara hubungan cucu dan neneknya itu. “Oh,, begitu.” balas Oma, dengan senyum. “Syukurlah kalian sudah saling mengenal baik, itu yang Oma harapan.” “Benar, pada akhirnya kami akan saling mengenal juga kan? Tidak penting dimana dan kapan kami bertemu yang terpenting saat ini dia,,” “Laura, ini cucu Oma.” Oma memotong ucapan Noah, menarik Laura ke sampingnya. “Kamu pasti sudah mengenal Laura, kan?” dengan bangga Oma memperkenalkan Laura pada Noah, tapi ekspresi Noah justru tidak sesuai harapan Oma dimana lelaki itu hanya mengerut keningnya saja. “Laura Amalia, artis ternama.” Oma menambahkan, berharap Noah mengingatnya. “Oh, iya.” jawabnya sangat singkat bahkan tidak terkesan antusias. “Lebih baik kita makan malam dulu, nanti lanjut ngobrol-ngobrol.” Ajak Edo, karena kedua belah pihak keluarga masih berada di ruang tamu, belum memasuki sesi inti dari pertemuan malam ini. Davina kehilangan antusias, selain karena sikap Oma yang selalu menyudutkannya juga karena lelaki yang hendak dikenalkan pada Laura adalah salah satu orang yang tidak ingin ditemuinya lagi. Dari sekian banyak lelaki di dunia ini yang memiliki garis keturunan pengusaha kaya raya, kenapa Oma justru memilih Noah? Penampilannya memang sangat berbeda dengan saat pertama kali mereka bertemu. Balutan jas hitam dan tatanan rambut yang disisir rapi membuat Noah terlihat berbeda, berbanding terbalik saat bertemu malam itu, Noah dalam keadaan mengenaskan juga dengan pakaian khas geng motor. Walau begitu lelaki itu masih terlihat tampan, Davina tidak bisa menyangkalnya lagi. “Sayang,,” Edo menggenggam tangan Davina, tersenyum ke arahnya memberikan semangat. Davina hanya menghela lemah, “Aku baik-baik saja, Ayah.” balasnya dengan senyum. Acara makan malam berjalan lancar, kedua belah pihak keluarga mulai terlihat akrab. Mungkin karena selama ini Oma memang sudah mengenal baik keluarga Rahadi, mereka terlihat seperti teman baik, bukan hanya relasi bisnis. Sementara itu, Davina berusaha menahan diri untuk tidak meninggalkan ruangan, walaupun sejak tadi ingin rasanya meninggalkan tempat itu, apalagi menyadari saat Noah sering menoleh ke arahnya dan tersenyum jahil. Davina tetap memasang wajah datar tanpa datar, tidak merespon Noah sedikitpun jangankan membalas senyumnya, bersikap ramah pun tidak. “Karena kita sudah berteman lama, aku ingin membuat hubungan ini semakin erat dengan menjodohkan cucu kita.” Oma memulai obrolan serius. “Cucuku sudah dewasa, begitu juga dengan cucumu. Aku yakin, mereka akan menjadi pasangan yang sangat serasi.” Lanjutnya. Johan tersenyum, “Benar, untuk membuat hubungan dua keluarga semakin baik, aku setuju dengan perjodohan ini. Cucuku menyetujuinya, bagaimana dengan cucumu?” “Tentu saja rencana ini harus disertai dengan persetujuan kedua cucu kita, jangan hanya sebelah pihak antara aku dan kamu saja.” Oma tertawa. Akting yang begitu sempurna, pantas saja Laura sangat berbakat di dunia entertainment, ternyata keahlian berakting merupakan genetik turunan dari Oma Retno. Davina hanya tersenyum samar. “Benar. Kita hanya sebagai jembatan untuk mereka berdua. Pada akhirnya keputusan ada di tangan mereka.” balas Johan. “Iya. Untuk saat ini aku tidak bisa memastikan apapun, mengingat bagaimana sibuknya Laura di dunia entertainment. Tapi, tidak ada salahnya untuk mereka berdua saling mengenal dulu, iya kan Noah?” Noah yang sejak tadi hanya memperhatikan wanita judes di depannya tidak begitu menyimak obrolan kedua orang tua, tapi saat mamanya disebut, ia langsung menoleh. “Iya?” “Kamu setuju kan?” Takut ketahuan tidak menyimak obrolan, Noah pun langsung mengiyakan. “Tentu, aku setuju.” jawabnya. “Setuju apa?” tanya Johan. “Setuju dengan perjodohan ini, kan. Antara aku dan Da,,,” “Syukurlah Noah setuju, jadi mulai hari ini kalian bisa saling mengenal lebih jauh lagi. Noah dan Laura.” “Apa?! Laura?!” Noah terkejut saat nama calon kekasihnya. “Iya, kami berencana menjodohkan kamu dan Laura.” “Tunggu,” Noah mengangkat satu tangannya, merasa keberatan dengan keputusan yang dianggap tidak sesuai dengan harapannya. “Aku masih belum setuju, kenapa Oma nggak tanya aku?” akhirnya Laura pun angkat bicara, setelah beberapa saat terdiam. “Oma merasa kamu pun akan setuju, jadi,,” “Benar, Laura pun masih belum memutuskan jadi perjodohan ini belum sampai pada titik kesepakatan,,” Noah ikut membantu, berharap bisa merubah keputusan. “Memang belum sampai tahap bertunangan atau menikah, kalian berdua masih bisa saling mengenal satu sama lain. Tidak perlu tergesa-gesa, nikmati dulu proses pendekatannya.” jelas Oma. “Aku setuju,” balas laura. “Dan jika pada akhirnya kami merasa tidak cocok, aku harap kedua pihak keluarga tetap berhubungan baik.” “Setuju!” Noah buru-buru menjawab. Memang tidak mudah untuk memaksa dia manusia dewasa yang sudah bisa menentukan jalan hidup, baik Oma maupun Johan tahu resiko yang akan mereka hadapi nantinya jika kedua belah pihak merasa tidak cocok. Bukan hanya akan menghancurkan masa depan, tapi bisa juga menghancurkan hubungan baik untuk kedua belah pihak keluarga. Mereka harus lebih hati-hati, agar tidak salah menentukan keputusan. “Aku pulang duluan, ya? Acaranya sudah selesai dan akhirnya kamu punya pacar juga.” Davina berbisik, di telinga Laura. “Belum pasti Kak, lihat saja bentuknya seperti itu aku takut penggemarku kecewa karena aku menghancurkan standar yang pas untuk menjadi calon suamiku.” Davina terkekeh. “Penggemar memang menjadi salah satu suport terbesar di hidupmu, tapi ingat, kehidupan pribadi jangan sampai diatur oleh mereka.” Davina mengingatkan. “Mereka itu donatur terbesar dalam hidup aku, mana mungkin aku mengabaikan keinginan mereka.” “Ya sudah, jalani saja dulu, siapa tahu kalian jodoh. Nggak jelek-jelek amat kok, tapi wajahnya sedikit menyebalkan sih.” Davina terkekeh, begitu juga dengan Laura. Akhirnya Davina pamit sebelum acara pertemuan selesai, tugasnya hanya sebagai saksi saja, ia pun menganggap kehadirannya hanya sebagai pelengkap saja, tidak lebih. “Aku pulang dulu, Ayah.” pamitnya pada sang ayah. “Iya, nanti ayah nyusul setelah acara ini selesai.” “Oke.” Diam-diam Davina pun pergi tanpa diketahui oleh Noah, namun saat menyadari bahwa wanita yang sejak tadi menjadi perhatiannya itu tidak ada di tempatnya, Noah pun merasa kehilangan. Kemana perginya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD