BAB 17

875 Words
Ismail dan Asep nampak terlihat mengobrol dan bercanda. Kimmy yang memang ada di lantai 4, melihat mereka dan ikut bergabung. Mumpung suaminya sedang sibuk di ruangannya hehehe. "Hallo, abang-abang cogan?" Sapa Kimmy. Ismail dan Asep langsung tersenyum ke arah Kimmy. "Mbak Kimmy, bisa aja." Asep tersenyum malu. Ismail hanya geleng-geleng kepala karena temannya ini kepedean. Pastilah yang di bilang ganteng itu Ismail. Hehehe "Mbak Kimmy, nggak sibuk apa?" Tanya Ismail. "Udah selesai dong, sekarang waktunya gosip hehehe." "Jangan gosip, mbak, nggak boleh." "Eh, masa? Kenapa?" Tanya Kimmy kepo "Kata ustad di tv yang saya tonton di w*****d Channel. Dosa itu namanya gosip," jelas Asep. Kimmy mengangguk-angguk. "Kaya itu mbak, si A. Masa kemaren dia gosipin temen sekamarnya sendiri. Kasihan kan, makanya saya nggak suka sama si A." Kimmy dan Ismail saling pandang. "Em, bang Asep." "Ya, mbak?" "Bukannya, bang Asep lagi gosip ya?" "Hah saya gosip? Yang bener aja mbak, masa saya gosip? Saya laki-laki anti gosip mbak." "Barusan ngomongin si, A?" "Itu bukan gosip mbak, saya cuma mau kasih contoh jangan sampai kaya dia yang tukang gosip, makanya saya nggak suka sama dia mbak, sifatnya jelek, mulutnya apa lagi, ihhh." Ismail langsung menarik Kimmy menjauh dari Asep. Membuat Asep melongo. Ismail dan Ob lainnya di perintahkan untuk membersihkan dan merapihkan ruang meeting. Karena semua karyawan akan mengadakan meeting dadakan. Ismail nampak sibuk menata kursi dan mengelapnya. Asep sibuk mengatur proyektor dan alat-alat lainnya. Sementara ob dan Og lainya sibuk mengatur ruangan. Dan ada yang menyapu juga. Hingga ruang meeting nampak sangat rapih dan bersih. Tak lama semua karyawan mulai memasuki ruang meeting. Termasuk Sasha, Rio dan Ijong yang menuntun Kimmy berjalan. Karena perutnya yang semakin besar. Sasha melirik Ismail sekilas sebelum mengambil tempat duduknya. Ismail dan para Ob lainnya langsung pergi dari sana. Ismail nampak termenung melihat pintu ruang meeting. Asep menepuk pundak Ismail. "Terkadang, apa yang sedang kita lakukan belum tentu buruk, lupakan orang yang membicarakan mu, mereka tidak tahu apapun tentang mu dan Bu Sasha. Aku yakin, kalian berdua bisa berbahagia seperti pasangan pengantin lainnya." Ismail menatap Asep. Tanpa sadar air matanya menetes dan memeluk Asep. Asep hanya bisa menepuk pundak teman mantan sekamar kos. Ismail nampak sibuk merapihkan ruang meeting yang telah selesai di gunakan. Mail berdiri berdekatan dengan salah satu Og baru yang lumayan manis. Og bernama Septi itu, nampak mengambil botol bekas ke dalam plastik sampah. "Bang Mail?" "Iya?" Jawab mail. Septi nampak ragu melanjutkan pertanyaannya. "Kenapa? Kamu mau tanya kalau saya ini benar suami dari Bu Sasha?" Tanya Ismail. Septi mengangguk malu. "Nama kamu Septi kan?" Septi mengangguk lagi. "Apa yang mau Septi tanyakan, sini tanya. Biar nggak dengar gosip murahan." Septi tersentak dan menunduk malu. "Nggak apa-apa, Septi. Saya lebih suka kalau kamu bertanya langsung dari pada denger gosip, karena gosip itu tidak pernah benar." "Ja... Jadi, gosip kalau bang Mail, nikah sama Bu Sasha karena uang itu bohong?" Mail tersenyum. "Sep, logikanya ya, kalau aku nikahin Bu Sasha buat harta, ngapain aku mau jadi Ob. Harusnya aku naik pangkat dong. Malu dong kalau masih jadi Ob. Tapi, kamu lihat. Apa aku pernah merasa malu kerja sebagai Ob?" "Nggak," jawab Septi lirih. "Saya harap, jawaban saya cukup ya." Septi mengangguk semangat dan melanjutkan pekerjaannya. "Ismail!!" Teriak Sasha tiba-tiba. Membuat jantung Ismail dan Septi terlonjak kaget. Mereka menoleh secara bersamaan. "Bang, kita salah apa?" Tanya Septi gemetar. Ismail tanpa sadar mengusap lengan septi. Mencoba menenangkan. "Kamu tunggu di sini ya, saya ke Bu Sasha dulu." Septi mengangguk. Begitu Ismail sampai di depan Sasha. Tiba-tiba saja, Sasha menampar bibir Ismail. Membuat Septi dan Ob lainnya kaget. Ismail menghela nafas dan menatap Sasha. "Kali ini apa lagi, Bu?" Tanya Ismail menahan diri. "Ikut ke ruangan saya!" Bentaknya. Ismail hanya mampu mengikuti langkah Sasha dari belakang dengan Sayup-sayup telinga Mail menangkap bisikan-bisikan. Yang mengatakan bahwa Mail hanyalah b***k Sasha. Ismail seperti kerbau yang di cucuk hidungnya. Dan Ismail tak tahu malu! Sasha membuka ruang kerjanya dan menarik Ismail untuk masuk ke dalam. Ia mengunci pintu dan menatap Ismail tajam. "Salah saya apa, Bu?" Tanya Ismail. Nampak sekali ia lelah. "Ada hubungan apa kamu dengan OG baru itu?" Ismail terkejut. OG? Septi maksudnya? "Maksud, ibu, Septi?" "Siapalah itu namanya, kamu ada hubungan dengan dia?" "Nggak ada Bu, kami hanya rekan kerja." "Lalu apa maksud kamu dekat-dekat dengan dia?" Ismail mengerutkan dahinya bingung. "Dekat? Saya tidak dekat dengan Septi, kami bahkan baru saling sapa tadi, ada apa ya sebenarnya?" Sasha menghela nafas berat. Ia mendekat dan mencengkram seragam Ismail. "Dengarkan saya, saya tidak suka kalau milik saja, dekat-dekat dengan orang lain, apalagi tadi saya lihat kamu mengusap lengannya! Saya benci itu, paham!" Desis Sasha. Ismail dengan cepat mengangguk. "Berjanjilah Ismail, kalau kamu tidak akan pernah dekat dengan wanita manapun kecuali saya." "Walau kita telah bercerai?" Tanya Ismail. Sasha tersentak. Cerai? "Kamu mau cerai dari saya?" Tanya Sasha. "Tapi dalam surat perjanjian ibu bilang?" "Ia, memang ada, tapi kan setelah saya hamil dan melahirkan." "Artinya saya berjanji untuk tidak mendekati perempuan sampai kita resmi bercerai? Ya, saya berjanji." Sasha terhuyung. Hatinya mendadak sakit. Ia menatap Ismail kesal dan benci. Sasha kembali menarik kerah seragam Ismail dan langsung melumat bibirnya. "Yang artinya selama itu belum terjadi, kamu adalah budakku!!" Sasha menarik tubuh Ismail hingga jatuh ke lantai. Mereka bercinta dengan panas di ruang kerja Sasha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD