Langit sore terasa indah dan memanjakan mata. Langit yang nampak jingga, terlihat sangat mempesona. Ismail terus menatapnya, tidak ada bosannya. Ia bersandar di body mobil Sasha. Kedua tangannya ia lipat di d**a dan kepalanya tengadah ke atas. Ismail tersenyum melihat sekelompok burung terbang di atas awan. Ismail rindu kampung. Kampung halamannya.
"Minggir! Ngapain sih berdiri di pintu mobil?" Bentak Sasha yang telah selesai belanja di minimarket. Ismail langsung buru-buru menyingkir dan membantu membawa belanjaan Sasha. Nggak banyak, hanya keperluan pribadinya saja.
"Besok libur kan?" Tanya Sasha. Ismail langsung mengangguk. "Besok kita belajar menyetir mobil, saya capek kalau harus membawa mobil sendiri. Punya suami kok nggak ada gunanya." Ismail terdiam .
"Tapi...."
"Nggak ada bantahan, Ismail!" Ismail langsung bungkam. Sasha langsung naik ke dalam mobil di susul Ismail.
********
Tiba di rumah, mereka terkejut karena sudah ada orang tua Sasha dan Emak. Sasha menghela nafas lelah. Lalu pura-pura tersenyum.
"Pa, ma dan Emak? Kapan datang?" Sapa Sasha. Ismail yang baru keluar dari mobil langsung buru-buru menyalami ke tiganya. Sasha yang lihat itu mau nggak mau jadi ikutan salam.
"Baru saja kok, kok kalian tumben baru datang jam segini?" Tanya mama.
"Iya, kita habis dari minimarket depan. Mampir bentar," Jawab Sasha. "Mari masuk, maaf sudah menunggu lama." Sasha langsung membuka pintu rumah. Karena pelayan memang masih di liburkan jadi tidak ada yang menjaga rumah.
Mereka semua masuk dan duduk di ruang tamu. Ismail buru-buru ke belakang dan membuatkan teh untuk semuanya. Sasha langsung kesal. Dasar penjilat. Pikir Sasha.
"Silahkan diminum," ucap Ismail sembari duduk di samping emak. Sasha semakin kesal, karena Ismail memilih duduk samping emak ketimbang dirinya. Ismail tahu itu, tapi ia tak peduli. Ismail ingin duduk dekat emak. Karena itu membuatnya nyaman. Rasanya Ismail ingin memeluk emak dengan erat dan tidur bareng emak. Di puk-puk , di ninabobokan, tanpa sadar air mata Mail menetes. Buru-buru ia seka.
"Emak, kapan emak pulang?" Tanya Mail. Karena Mail tahu emak tidak mungkin bisa lama di kota. Karena adiknya pasti butuh bantuan emak di kebun.
"Hari ini, setelah dari rumah kalian, emak langsung pergi ke bandara." Ismail tersentak. Sasha tersenyum samar.
"Ya, benar. Untuk itu kami datang kemari. Dari cerita emak kemarin yang tidak bisa naik pesawat seorang diri dan mabuk perjalanan. Papa menyarankan kalian untuk mengantar emak sampai di kampung dengan selamat. Toh kalian libur besok kan? Di tambah hari Senin tanggal merah. Jadi, kenapa tidak sekalian saja kalian liburan di kampung emak?" Saran papa.
Sasha tersentak dan melongo. Ismail girang bukan main dan langsung memeluk emak.
"Mail, mau, Mak." Ismail menjawab dengan girang. Sasha bernafas dengan cepat. Jantungnya seperti mau meledak menahan amarah. Kurang ajar sekali Ismail, beraninya mengambil keputusan sepihak.
"Sha, kamu kan belum pernah pergi ke kampung. Cobalah ikut, di sana pasti seru sekali."
"Iya Bu, kampung saya itu asri banget. Belum terlalu di jamah sama gaya modern. Ibu pasti suka deh," ucap Mail menggebu-gebu.
Semua orang diam. Mail sampai bingung. Apa yang salah?
"Ismail, kenapa kamu masih memanggil Sasha, ibu?" Ismail tersentak. Lebih tersentak lagi saat melihat wajah Sasha yang sangat menyeramkan.
"Sayang, ikut aku sebentar." Sasha langsung menarik lengan Ismail ke dalam kamar. Mampus!
*******
Sasha mendorong tubuh Ismail hingga jatuh ke lantai. Ia tendang p****t Ismail hingga Ismail harus membungkam mulutnya. Sasha berdiri di antara tubuh Ismail. Ia mencengkram kerah bajunya dan menamparnya sekali.
Tamparan yang begitu keras hingga membuat sudut bibir Ismail nampak sobek dan mengeluarkan darah. Ismail menggigit bibir bawahnya menahan perih. Sasha justru b*******h melihat darah segar di sudut bibir Mail.Ia tekan kepala Mail dan menyedot darah itu hingga tak keluar lagi. Ismail shock. Tapi, Sasha tak peduli sama sekali. Ia justru melumat dan menggigit bibir Ismail lagi. Sasha dengan cepat melepas sabuk dan resleting Mail. Ia sendiri melepas celana dalamnya dan langsung menyatukan milik mereka.
Ismail panik karena di bawah masih ada orang tuanya. Tapi, bagi Sasha hal itu tidaklah penting. Yang penting adalah bercinta dengan budaknya. Taufik Ismail.