Seperti biasa, pagi ini dunia persekolahan kembali di buka. Azra nampak malas untuk sekolah karena kelelahan dengan jalan-jalannya kemarin. Hal itu terbukti saat ia terlihat masih berleha-leha di atas kasur.
"Hm, capek." ujarnya dengan mata yang masih tertutup. Padahal jam sudah menunjukkan pukul enam tetapi anak itu belum mempersiapkan dirinya menuju sekolah. Jangankan mempersiapkan dirinya, menata buku, mandi, atau sarapan saja ia belum melakukannya. Azra terlalu malas untuk bangun.
Fathan sudah berulang kali masuk ke kamar Azra memintanya untuk bangun namun anak itu masih saja tidur layaknya kerbau betina yang susah diajak kompromi. Memang dasarnya sudah pemalas ya seperti itu.
"Oi, bangun udah pagi! Sekolah!" Fathan membangunkan Azra untuk yang kesekian kalinya. Dan seperti biasa anak itu belum bangun.
Akhirnya Fathan memutuskan untuk pergi ke ruang makan saja.
"Fathan, Azra mana?" kata Farid kepada putranya itu. Baik Fani, Farid, dan Fathan mereka kini sedang sarapan pagi di dapur. Wajar jika Farid menanyakan kehadiran Azra yang tak muncul-muncul sejak tadi. Biasanya anak itu yang paling rajin ke dapur untuk makan.
"Masih tidur, Yah. Tadi Fathan udah berusaha untuk bangunin Azra tapi dia nggak bangun-bangun masih aja tidur." ujar Fathan dan dibalas anggukan oleh Fani dan Farid.
"Mungkin dia capek abis jalan-jalan kemarin. Kasihan juga anak itu." Fani beropini.
"Nanti juga bangun sendiri dia kan memang gitu." kata Farid.
"Mungkin begitu, Bun."
"Oh, ya, Fathan. Apa kamu sudah memikirkan prospek jurusan kuliah yang akan kamu pilih setelah lulus SMA nanti?" tanya Farid kepada sang putra.
"Belum, Yah. Fathan masih bingung untuk memilih jurusan apa."
"Gimana kamu ini, Than. Masa belum menemukan jurusan kuliah yang cocok untuk kamu. Mulai dari sekarang kamu harus menentukan minat dan bakat kamu agar lebih mudah menentukan jurusan kuliah yang sesuai dengan hobi kamu." Farid menasihati Fathan.
"Iya, Yah."
"Rencananya kamu mau kuliah dimana? Luar negeri atau dalam negeri?"
"Kalau Fathan lebih milih untuk kuliah di dalam negeri. Fathan pengin kuliah di ITB biar nggak jauh-jauh juga dari keluarga."
"Bagus tuh ITB, kampus impian Ayah dulu! Ya, meskipun Ayah nggak lolos masuk sana tapi kamu harus berusaha ya untuk masuk ke sana. Ingat, tidak ada usaha yang mengkhianati suatu hasil. Kalau kamu rajin belajar kamu pasti bisa masuk sana."
"Aamiin. Siap, Ayah."
"Kamu nanti daftar kuliah pakai jalur SNMPTN kan?"
"InsyaAllah Yah, Fathan akan berusaha."
"Kalau pacar? Kamu udah memikirkan untuk memiliki pacar?" cengir Farid membuat Fathan langsung tegang dengan topik pembicaraan ini.
"Eh?"
"Astaga Mas, kamu nggak tahu apa kalau Fathan itu lagi dekat dengan teman sekelasnya!" cerocos Fani tiba-tiba.
"Wah, siapa? Kok saya nggak tahu?"
"Aduh, makanya Mas, kamu itu jangan kudet-kudet amat! Ketinggalan berita kan jadinya!"
"Nggak kok, Yah, Fathan nggak lagi dekat sama siapa-siapa kok. Bunda kata siapa?" elak Fathan.
"Masa sih? Yang benar ah, ngaku aja nggak apa-apa kali, Than. Ayah sama Bunda dulu juga pernah menikmati masa muda kita kali." kata Farid.
"Serius, Yah."
"Udah jangan playing victim gitu kamu, Than. Santai aja sama Bunda dan Ayah. Anggap kami teman untuk mendengarkan keluh kisah kamu, kamu juga bisa curhat kalau ada masalah ke Ayah atau Bunda kok."
"Jadi, Fathan lagi dekat sama siapa Bun sekarang? Sama Azra ya? Aduh, cinta sama sahabat sendiri ini mah namanya." Farid menyeringai.
"Bukan, Yah! Bukan sama Azra. Fathan nggak su—"
"Iya bukan sama Azra, tapi sama Jessie." Fani memotong pembicaraan Fathan.
"Jessie?" Farid memastikan.
"Iya, namanya Jessie."
"Mirip orang luar namanya. Tapi keren juga sih."
"Jessie pernah main ke rumah kita juga loh, Yah. Waktu itu dia pernah kerja kelompok di rumah ini, Fathan juga pernah jemput si Jessie itu ke rumahnya. Udah kayak orang pacaran belum sih itu namanya?"
"Mirip lah itu, Bun! Ayah nggak nyangka sama kamu kalau kamu itu ternyata laku juga ya, Than." Farid menepuk pundak anaknya bangga. Ternyata anaknya yang terbilang kaku itu bisa juga mendapatkan hati wanita. Farid yang mengira kalau Fathan nantinya akan jadi perjaka tua ternyata salah besar.
Fathan nampak bingung dengan apa yang Fani katakan. Dari mana Fani bisa tahu kalau waktu itu ia pernah menjemput Jessie ke rumahnya. Ah, Fathan sudah mengira pasti Fani mendapatkan info tersebut dari Azra. Azra memang sumber gosip!
"Bunda kok bisa tahu kalau Fathan pernah ke rumah Jessie?"
"Dari Azra. Dia yang ngomong sama Bunda waktu lalu."
Nah, kan. Sesuai dugaan Fathan bahwa Azra lah pelakunya. Anak itu memang suka mengadu domba.
"Kamu mau nikah kapan jadinya?" Fani bercanda.
"Ya Allah, enggak, Bun. Fathan nggak pacaran sama Jessie. Jessie cuma teman dekat Fathan aja." kata Fathan pusing dan akhirnya memilih untuk menyudahkan saja makan paginya lalu pergi entah kemana.
Farid dan Fani yang melihat wajah kesal Fathan malah tertawa karena itu. Ternyata begitu wajah sang anak kalau sudah kesal. Bukannya seram tapi malah menggemaskan.
***
"Zra, bangun."
"Azra."
"Oi, bangun!"
"Azra bangun!"
"Heh, kunyuk! Bangun udah sampai di sekolah ini!"
Fathan berusaha membangunkan Azra yang sedang tertidur pulas di mobil. Kerjaaan Azra pagi ini hanya tidur tidak ada yang lain. Ini saja kalau tidak dibangunkan Fani dan Farid mungkin Azra tidak berada di sekolah melainkan masih berleha-leha di kasur. Azra merasa tidak enak badan namun ia tetap paksakan. Ia tidak mau mengatakannya kepada Fathan karena takut merepotkan.
Karena melihat Azra yang sejak tadi tidak bergeming saat dipanggil. Fathan mempunyai trik baru untuk membangunkan Azra dan benar saja Azra langsung bangun karena itu.
"Duit lo jatuh."
"Hah, mana?" kata Azra yang langsung bangun dari tidurnya.
"Giliran dengar kata duit langsung bangun. Dasar mata duitan!" cibir Fathan, "ayo sekolah. Udah sampai! Malah tidur aja kerjaannya!"
"Oh, udah sampai ya?"
"Dari tadi."
"Yaudah yuk."
Fathan dan Azra pun keluar dari mobil yang dikemudikan sopir Farid.
"Fathan, anterin Azra ke kelas." kata Azra meminta bantuan kepada Fathan. Azra pun langsung memeluk lengan Fathan. Bukan karena apa, Azra melakukannya karena merasa kepalanya pening saat berjalan. Ia hanya takut jika nanti terjatuh atau terjadi hal lain yang tidak diinginkannya.
"Kenapa nggak sendiri aja?"
"Azra lagi sak—" hampir saja Azra berkata yang sebenarnya, ia langsung mengambil alasan lain, "eh, maksudnya biar Azra aman. Azra takut ada anak kelas 11 yang gangguin Azra kalau Azra jalan ke kelas sendirian."
"Siapa?"
"Hah?"
"Siapa yang gangguin lo? Perasaan nggak ada tuh."
"Eh? A-Ada tahu tapi Azra lupa namanya siapa. Jadi tolong Fathan anterin Azra ke kelas ya, please." Azra memohon dengan memasang puppy eyes-nya. Karena tak tega melihat sahabatnya meminta bantuan akhirnya Fathan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Azra.
"Belajar yang benar, jangan malas-malas. Semangat buat cari nilai untuk masuk ke kampus pilihan nanti." kata Fathan saat dirinya sudah sampai di depan kelas Azra.
"Masih lama."
"Maka dari itu lo harus belajar selagi masih ada waktu."
"Hm, oke." setelah mengatakan itu Azra langsung masuk ke kelasnya dan menenggelamkan kepalanya di atas meja. Tak lupa juga ia kembali memejamkan matanya. Ia benar-benar sangat lelah.
"Kenapa anak itu? Tumben nggak punya semangat hidup." Fathan membatin.
***