"Rupanya disini kau?" Tanya seseorang yang berhasil membuat Ara langsung menghentikan kalimatnya, bersamaan dengan jantung yang hampir saja berhenti berdetak karena terkejut mendengar suara seseorang yang tak asing bagi Ara.
Deg
"Suara itu!!!" Lirih Ara dengan hati yang benar-benar hampir saja berhenti berdetak karena mendengar suara yang begitu sangat ingin Ara hindari.
"Ra, kenapa sih Lo?" Tanya Difa dengan dahi berkerut saat melihat Ara langsung terdiam kaku secara tiba-tiba.
"Dif, Lo liat siapa orang yang ada di belakang gue?" Ara menjawab pertanyaan Difa dengan kalimat tanya, dengan posisi yang masih membeku.
"Iya gue liat. Ngeri gue liatnya, mukanya nyeremin." Jawab Difa yang membuat Ara langsung menarik tangan Difa pergi dari taman tanpa melihat kebelakang.
"Kenapa sih, Ra? Bukannya Lo bawa gue kesana karena mau ngomong sesuatu sama gue, terus kenapa sekarang balik lagi kesini?" Tanya Difa yang tidak mengerti dengan maksud Ara.
"Gue lagi ada masalah besar Dif, dan masalah besar ini gue malah bawa-bawa buat terikat masalah gue." Ujar Ara yang membuat dahi Difa berkerut
"Masalah apa?" Tanya Difa penasaran
"Kayaknya kita ke belakang kampus aja yuk. Ini masalah aib Dif, gue takut ada yang denger pembicaraan kita." Jawab Ara yang tak ingin menceritakan masalahnya pada Difa di tempat ramai.
"Ya sudah, ayo." Ajak Difa yang Difa sendiri juga penasaran dengan masalah Ara, karena melihat wajah Ara terlihat sangat jelas bahwa masalah kali ini cukup serius. Akhirnya mereka pun membawa langkah mereka masing-masing kebelakang kampus, untuk membicarakan masalah yang dimaksud air oleh Ara.
"Ayo, katakan!" Pinta Difa saat melihat Ara hanya diam saja, meski mereka sudah sampai di belakang kampus.
"Dif, gue udah kehilangan mahkota berharga gue, wanita yang seharusnya dimiliki kehormatan yang tinggi karena mahkota itu, tapi aku justru sudah kehilangan mahkota itu, hiks hiks." Ujar Ara dengan wajah penuh kesedihan, membuat Difa langsung mengerti, namun tetap bertanya karena merasa tidak percaya.
"Apa maksud Lo, Ra? Lo tetap jadi wanita terhormat." Tanya Difa dengan wajah seriusnya
"Itu kalau gue masih bisa menjaga mahkota gue, Dif." Ujar Ara sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, merasa tidak sanggup mengingat kejadian semalam.
"Ceritakan yang sebenarnya Ra, gue tahu Lo ngelakuin semua ini juga ada alasannya. Sekarang, ceritakan kejadian yang sebenarnya." Pinta Difa dengan penuh ketegasan
"Semalam kan gue menuruti perintah ayah, saat ayah memintaku untuk untuk mengantar uang yang dipinjam dari tuan Baskoro. Tapi siapa sangka, ternyata uang itu kurang, dan tuan Baskoro marah besar, hingga tuan Baskoro memintaku bermalam disana sebagai penebus hutang ayah. Karena aku menolak, akhirnya aku putuskan untuk melarikan diri, karena tuan Baskoro juga memaksaku. Dan kamu tahu apa yang terjadi saat aku memilih keluar dan lari dari tuan Baskoro, rupanya gue berhasil keluar dari tuan Baskoro, aku malam masuk ke kandang harimau. Yang artinya gue salah masuk kamar Dif. Niatnya gue ngetuk pintu kamar dengan sembarangan, itu karena aku ingin bantuan, tapi siapa sangka, aku malah masuk ke kamar pria dewasa yang umurnya mungkin sepantaran dengan ayah. Akhirnya aku bermalam di kamar itu dengan pria yang sudah dalam keadaan tidak baik-baik saja, karena dia sedang dalam pengaruh obat perangsang. Dia memintaku bermalam dengan dia, dan menjanjikan sebuah keselamatan untuk gue dan ayah, karena dia berjanji akan membayar semua dan bahkan menjamin kehidupan ku, kalau aku mau menurutinya. Akhirnya dengan terpaksa aku menuruti keinginan dia, karena kalau aku menolak, aku akan dilempar ke ranjang tuan Baskoro. Aku tidak mau jadi b***k s*x tuan Baskoro yang sudah beristri banyak. Dan sekarang, aku sudah tidak membanggakan diri karena sudah tidak ada lagi yang bisa aku banggakan." Ara menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya pada sang sahabat, yang membuat reaksi sang sahabat sangatlah diluar kepala.
"Apah! Jadi, jadi sekarang Lo tidak perawan lagi? Gimana rasanya kalau ngelakuin untuk yang pertama kalinya, orang bilang rasanya tuh…
"Difa!!!" Teriak Ara memotong ucapan Difa, karena bukan itu yang ingin Ara dengar, tapi Difa malah mempertanyakan soal itu.
"Ya terus gimana dong, Ra. Mau menyesal pun juga percuma. Lagi pula, menurut gue keputusan Lo itu sudah tepat, setidaknya Ra, setidaknya Lo masih ada bayaran dari pria itu, dengan menjamin kehidupan Lo. Daripada kamu bermalam dengan Baskoro, buntung tahu gak hasilnya. Denger ya Ra, mau Lo salah kamar atau gak, Lo harusnya masih bisa sedikit beruntung, karena pada malam itu, sebenarnya mau menolak atau menerima tawaran pria itu, Lo bakal tetap kehilangan keperawanan Lo, jadi menurut gue, Lo masih bisa sedikit beruntung setidak Lo masih dapat hadiah dari lepasnya keperawanan Lo." Ujar Difa panjang lebar, namun tidak membuat Ara merasa tenang. Kalau saja Ara bisa milih, Ara memilih tidak datang ke hotel itu. Kalau saja dirinya tidak datang ke hotel itu, Ara yakin Sampai saat ini dirinya masih perawan.
"Sudahlah. Untuk masalah itu, kamu tidak perlu memikirkan nya, yang harus Lo pikirkan sekarang, gimana caranya agar Lo bisa menjaga rahasia Lo dari bokap Lo." Ujar Difa yang langsung teringat akan tujuan dirinya menceritakan tentang kejadian semalam pada Difa.
"Oh, iya. Hampir saja aku melupakan nya." Ujar Ara tiba-tiba
"Ada apa lagi?" Tanya Difa
"Gue terpaksa mengarang cerita sama ayah, bahwa sebenarnya aku tidak pulang karena aku menginap di hotel yang kebetulan kamu juga berada di hotel yang sama dengan tuan Baskoro. Jadi ayah tidak tahu kejadian yang sebenarnya, karena aku bilang, tadi malam aku mendapat bantuan dari kamu, dan bahkan aku juga mendapat bantuan dari kamu sampai pagi ini, aku bisa sarapan di hotel bareng kamu. Intinya aku tidak mengatakan pada ayah, bahwa aku sudah menjual keperawanan ku demi menjamin hidup gue. Jadi aku butuh bantuan lo, agar Lo bisa mengatakan pada ayah, bahwa yang aku ceritakan sama ayah itulah kebenarannya." Ujar Ara menjawab pertanyaan Difa, membuat mata Difa hampir saja mau loncat dari tempatnya, karena Ara melibatkan dirinya dalam masalahnya.
"Is is is. Kau ini ya. Jadi aku harus ikut-ikutan bohong dong sama ayah Alex?" Tanya Difa yang langsung dijawab anggukan cepat oleh Ara.
"Plis!!!" Mohon Ara dengan wajah sedih nya, membuat Difa mau tidak mau menganggukkan kepalanya pelan.
"Makasih ya, Dif. Oh iya Dif, nanti sepulang dari kampus, mampir kerumah ya, soalnya ayah bilang, ayah ingin mengucapkan terimakasih karena kamu sudah menolongku, tolong jangan…
"Tidak perlu!!!" Ujar seorang pria yang suara tersebut membuat jantung Ara berhenti berdetak.