"Ayah, semalam Ara tidur di hotel yang sama dengan hotelnya tuan Baskoro. Karena semalam…
"Apa!!!"
Uhuk uhuk uhuk
Pekik ayah Alex sambil menekan dadanya, sakit yang teramat sakit yang bersamaan dengan batuk yang selalu mengganggu tenggorokan nya. Ara yang melihat sang ayah merasa kesakitan, langsung memeluk tubuh sang ayah, dan membantu mengelus d**a ayah Alex, namun langsung ditepis oleh sang ayah.
"Jadi kamu pulang dengan pakaian seperti ini, itu karena kamu sudah bermalam di hotel, yang ayah yakini kamu Tidak bermalam sendirian, kalau dilihat dari pakaian yang kamu pakai, kamu pasti bermalam dengan seorang pria. Kalau memang itu kebenarannya, Jangan hiraukan kesakitan ayah, jangan hiraukan ayah, dan biarkan Ayah seperti ini sampai ayah dijemput oleh ajal ayah." Ujar Ayah Alex yang membuat wajah Ara Langsung dibanjiri oleh air mata, sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak, Ayah! Ara memang bermalam di hotel, dan Ara juga Memang bermalam di hotel tidak sendirian, tapi Ara bermalam di hotel sama Difa. Yah, Ara bermalam dengan Difa, karena kebetulan tadi malam Ara dipaksa oleh Tuan Baskoro untuk menukar hutang Ayah dengan tubuh Ara. Dari situlah Ara melarikan diri, hingga Ara tidak sengaja bertemu dengan Difa yang ternyata Difa kebetulan bermalam di hotel yang sama dengan Tuan Baskoro. Dan dari situlah aku meminta bantuan Difa, agar aku diberi tumpangan untuk bersembunyi di hotel itu. Karena aku takut Tuan Baskoro mengenaliku, makanya aku sengaja meminjam pakaian Ayah Difa. Begitulah kejadian yang sebenarnya, Ayah. "Ara, menjelaskan kejadian tadi malam panjang lebar pada ayah Alex, namun penjelasan Ara kali ini mengandung kebohongan, tidak sepenuhnya cerita Yang sejujurnya. Ara sengaja melakukan semua ini karena Ara melihat sang ayah kesakitan. Sebenarnya bisa saja Ara mengatakan yang sebenarnya pada sang ayah, namun saat melihat sang ayah yang menahan sakit, Ara jadi mengurungkan niatnya untuk mengatakan yang sebenarnya, dan memilih berbohong kepada sang ayah demi melihat sang ayah tetap baik-baik saja. Sebenarnya sebelumnya Ara tidak pernah berbohong pada ayah Alex, mengenai masalah apapun Ara pasti selalu jujur pada ayah Alex. Tapi tidak dengan kali ini, karena menurut Ara berbohong jauh lebih baik demi kesehatan sang ayah daripada berkata dengan jujur namun nanti akan memperburuk keadaan sang ayah. Ayah Alex yang mendengar penjelasan dari Ara, segera memutar-mutar tubuh Ara hingga berulang kali, sambil bertanya apakah Ara baik-baik saja, dengan raut wajah penuh kekhawatiran.
Tepat pada saat Ara memberikan penjelasan pada ayah Alex, bersamaan itu juga dengan Kenzhou yang baru saja terbangun dari tidur nyenyak nya, dan menyadari kepergian Ara.
"Sial. Dia masih berhasil kabur!" Umpat Kenz dengan kasar, saat mendapati kunci sudah tergantung di pintu kamarnya.
"Mau kau lari dan bahkan bersembunyi di lubang semut pun, aku pasti akan menemukanmu gadis kecil." Gumam Kenz sambil mengepalkan tangan nya kuat.
Dirumah ayah Alex
"Dia tidak ngapa-ngapain kamu kan, dia tidak sampai melukai atau menyakiti kamu kan?" Tanya ayah Alex hingga berulang kali, membuat Ara langsung menangis merasa bersalah pada sang ayah, saat melihat wajah panik sang ayah.
"Ara tidak apa-apa, Ayah." Ujar Ara menenangkan sang ayah, yang langsung membuat ayah Alex bernafas lega. Yah, ayah Alex langsung percaya saat mendengar penjelasan Ara, apalagi Ara bilang kalau Ara mendapat bantuan dari Difa, teman kampus Ara, ayah Alex langsung percaya karena ayah Alex tahu dan sangat mengenal dengan sosok Difa.
"Syukurlah kalau kamu tidak apa-apa. Ayah benar-benar sangat berhutang Budi pada nak Difa, dia memang anak yang baik." Ujar ayah Alex dengan penuh kelegaan, dan tak lupa juga ayah Alex memuji kebaikan Difa, yang memang sudah sangat dikenal baik sosok Difa Di Mata ayah Alex. Ara hanya mengangguk saja tanpa membuka suara lagi, merasa sangat sesak di dadanya saat melihat sang ayah yang begitu sangat mempercayai cerita palsunya. Ara tidak tahu bagaimana jadinya kalau sampai ayah Alex mengetahui fakta yang sebenarnya, bahwa semua yang menjadi ketakutan ayah Alex, itulah kejadian yang sebenarnya. Ara benar-benar tidak bisa membayangkan itu semua.
"Ya sudah. Sekarang kamu mau sarapan apa untuk berangkat ke kampus, ayah cuma beli gorengan untuk mengganjal perut ayah, mau masak pun kamu sudah kesiangan pasti nanti akan telat ke kampus?" Tanya ayah Alex yang langsung disambut dengan gelengan pelan oleh Ara.
"Ayah tidak perlu khawatirkan Ara, sebelum Ara pulang, Ara ikut sarapan sama Difa tadi. Maaf, gara-gara Ara, ayah jadi hanya sarapan gorengan saja." Ujar Ara mencoba menenangkan sang ayah, walau sebenarnya perut Ara sejak tadi berteriak minta di isi, tapi Ara lebih baik mengatakan bahwa dirinya sudah sarapan agar tidak membuat sang ayah terus mengkhawatirkan dirinya. Benar saja, lagi-lagi ayah bersyukur dan bernafas lega, saat mendengar bahwa Difa kembali membantu sang putri.
"Baiklah. Ajak Difa makan malam bersama kita nanti sepulang dari kampus, itu pun kalau Difa tidak keberatan dan tidak sibuk." Ujar sang ayah yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Ara.
"Nanti Ara sampaikan. Sekarang Ara antar ke kamar ya Ayah." Jawab Ara lembut, lalu membantu sang ayah untuk ke kamar nya.
"Ayah istirahat ya. Ara mau siap-siap dulu baru setelah itu berangkat ke kampus." Ujar Ara pada sang ayah, sebelum Ara keluar dari kamar ayah Alex. Ayah Alex hanya menanggapi nya dengan anggukan kecil, dan menuruti perkataan sang anak untuk istirahat.
Setelah Ara sudah rapi dengan pakaian sederhana nya untuk ke kampus, Ara mulai keluar dari kamarnya dan menuju kamar ayah Alex untuk berpamitan.
Ceklek
Ara masuk ke dalam kamar sang ayah, dan melihat ternyata sang ayah tengah masih belum tidur, dan memandangnya dengan senyuman penuh kasih sayang.
"Ayah, Ara berangkat ke kampus dulu ya." Pamit Ara lembut, lalu mengecup kening ayah Alex dengan penuh sayang.
"Hati-hati, Sayang. Pulang tepat waktu, kabari ayah kalau pulang telat." Ujar ayah Alex, seperti biasa itulah yang menjadi pesan ayah Alex setiap Ara akan pergi ke kampus.
"Iya, Ayah. Ara selalu ingat pesan Ayah." Jawab Ara lembut, lalu keluar dari kamar ayah Alex untuk segera berangkat ke kampus. Seperti biasa setiap harinya, Ara berangkat ke kampus dengan menaiki bus umum.
Sesampainya di kampus, sudah menjadi sarapan di kampus Ara setiap Ara masuk ke kampus pasti tidak pernah lepas dari yang namanya bully.
"Ehhh, anak beasiswa datang. Udah mandi belum, itu baju rongsokan udah dicuci belum?" Berbagai macam pertanyaan penuh penghinaan mereka lontarkan pada Ara, namun tidak membuat Ara merasa sakit hati, karena Ara sudah kebal dengan yang namanya penghinaan, atau bully an. Ara terus membawa langkahnya masuk dan duduk di kursi belajar nah seperti biasa. Baru saja Ara duduk, teman yang menjadi sasaran utama sebagai pelengkap kebohongan nya dari cerita Ara pada sang ayah datang dan langsung mendaratkan bokongnya di samping Ara.
"Dif, aku butuh bantuan lo, butuh banget. Bantuin gue ya." Ujar Ara cepat saat melihat Difa sudah duduk di samping Ara.
"Bilang aja apa yang bisa gue bantu." Ujar Difa santai
"Ikut gue. Ini penting." Ajak Ara yang langsung menarik tangan Difa keluar dari kelasnya, dan membawa Difa ke taman kampus.
"Kenapa harus kesini sih Ra?" Tanya Difa penasaran
"Karena ini penting Dif." Jawab Ara cepat dan penuh ketegasan, membuat Difa mau tidak mau menuruti keinginan Ara.
"Ya udah, apa yang bisa gue bantu?" Tanya Difa mengalah
"Tadi malam gue…
"Rupanya disini kau?" Tanya seseorang yang berhasil membuat Ara langsung menghentikan kalimatnya, bersamaan dengan jantung yang hampir saja berhenti berdetak karena terkejut mendengar suara seseorang yang tak asing bagi Ara