4. tidur dimana semalam Nak

1007 Words
"Jadi semalam, semalam bukan mimpi, semalam benar-benar nyata, semalam bukan mimpi buruk, semalam…" Ara benar-benar tidak bisa melanjutkan kalimatnya, saat Ara benar-benar sudah memastikan bahwa kejadian semalam yang sempat Ara anggap sebagai hanyalah sebuah mimpi buruk, ternyata semuanya nyata, semuanya bukan mimpi seperti yang dipikirkan oleh Ara. Dengan perlahan Ara menoleh ke arah sampingnya, di mana Di sana masih terdapat seorang pria yang begitu sangat dewasa, yang sempat memperkenalkan dirinya sebagai Kenzhou, dan meminta agar Ara memanggilnya Om Kenz. Dengan perlahan Ara mencoba untuk membangunkan tubuh polosnya, untuk segera pergi dari tempat itu sebelum pria dewasa itu bangun dari tidurnya dan menyadari keberadaan dirinya. Setelah Ara berhasil menjauhkan tubuhnya dari dekapan Kenzhou, Ara segera memungut pakaiannya yang berceceran di lantai, yang ternyata pakaian Ara sudah tidak bisa dipakai lagi karena Kenzhou tidak membukanya dengan hati-hati, melainkan dengan cara merobeknya, hingga Ara tidak bisa memakai pakaian nya lagi. Karena Ara ingin segera pergi dari tempat itu, Ara segera memakai kemeja Kehnzo, yang ternyata itu adalah bekas pakaian Kenzhou tadi siang. Dapat Ara lihat, bahwa pakaian itu adalah bekas pakaian Kenzhou, karena Kenzhou meletakkannya di sofa panjang dekat ranjang tersebut, dan terdapat lipatan juga di bagian lengannya. Ara langsung memakai kemeja Kenzhou dengan terburu-buru dan mengambil jas Kenzhou juga, sebagai penutup bawahannya, agar paha mulusnya tak terlihat dengan jelas. Setelah dirasa penampilan Ara tidak begitu buruk menurut Ara, Ara segera memutar handle pintu hingga berulang kali, namun ternyata pintu tersebut sudah dikunci oleh Kenzhou. Ara langsung menepuk jidatnya hingga berulang kali, serta perasaan yang terlihat sangat menakutkan, dapat terlihat jelas, karena dahi Ara sudah dipenuhi oleh keringat karena paniknya. Ara kembali ke ranjang, dan memeriksa di sekitarnya, berharap Ara menemukan kunci kamar itu. Ara tidak mendapatkan apapun di ranjang itu, namun Ara tidak menyerah, Ara membuka di setiap laci yang ada di kamar itu untuk mencari keberadaan kunci kamar tersebut. Ternyata Ara masih tidak menemukan apapun yang Ara cari, membuat Ara benar-benar sudah putus asa. Tanpa Ara sadari, air mata Ara mulai membasahi wajah cantiknya, karena merasa putus asa tidak menemukan kunci untuk keluar dari kamar tersebut. Di saat Ara mulai merasa putus asa karena tidak bisa menemukan kunci kamar tersebut, Ara kembali menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang dekat ranjang di mana Kenzhou masih tidur dengan begitu kasarnya, Ara benar-benar merasa takut sampai Kenzhou bangun dan menyadari keberadaannya. Pandangan Ara tertuju pada tangan Kenzhou yang terlihat terkepal, seperti Tengah menggenggam sesuatu, membuat Ara merasa curiga bahwa kunci kamar itu ada di tangan Kenzhou. Dengan langkah pelan, Ara mendekati Kenzhou, dan menyingkap selimut hingga terlihat jelas bahwa tangan Kenzhou memang menggenggam sebuah kunci, yang Ara yakini kunci itu adalah kunci kamar yang ditempati mereka saat ini. Dengan pelan namun pasti, Ara mencoba untuk membuka genggaman tangan Kenzhou, untuk mengambil kunci tersebut. Saat Ara mulai menyentuh tangannya pada tangan Kenzhou, tiba-tiba tangan Kenzhou terangkat karena menggeliat tanpa sadar. Ara mulai memundurkan beberapa langkah, takut sampai Kenzhou menyadari dirinya yang ingin mengambil kunci tersebut. Saat dirasa Kenzhou kembali nyenyak, Ara kembali mendekati Kenzhou dan mengelus lengan Kenzhou dengan pelan, berharap Kenzhou tidak menyadari saat dirinya mengambil kunci di tangan Kenzhou. Ara langsung bernafas dengan begitu lega nya, bahkan sambil bersujud di lantai saat Ara berhasil mengambil kunci di tangan Kenzhou. "Syukurlah." Gumam Ara sebelum membuka pintu dengan kunci yang baru saja Ara ambil dari tangan Kenzhou. Ceklek Ara kembali menutup pintu kamar Kenzhou, setelah Ara keluar dari kamar Kenzhou. Ara langsung berlari hingga Ara berhasil keluar dari hotel tersebut dan memilih berjalan kaki menuju ke rumahnya, karena saat ini Ara tidak memegang uang meski sepeserpun. Ara terus membawa langkahnya meski Ara merasakan begitu sangat lelah dan bahkan sakit di telapak kakinya, namun ada tetap melanjutkan langkahnya hingga Ara berhasil sampai di rumah dengan selamat. Ara masuk ke dalam rumah dan langsung memanggil Ayah Alex, membuat Ayah Alex yang sedang makan gorengan langsung terhenti saat mendengar suara arah. "Ayah, ayah!" Panggil Ara berteriak memanggil sosok Ayah yang selalu menjadi temannya sejak sang Ibu meninggal. "Ara, ayah di belakang. "Jawab ayah Alex, membuat Ara menghela nafasnya lega saat mendengar suara ayahnya. "Ara, dari mana saja kamu, Nak? "Tanya ayah Alex dengan penuh kelegaan saat melihat Ara di depan matanya dalam keadaan baik-baik saja. "Ayah, Ara… "Kenapa baru pulang, tidur di mana kamu semalam, kenapa kamu tidak langsung pulang, dan kenapa kamu tidak mengabari Ayah kalau kamu tidak pulang? "Ayah Alex langsung memotong ucapan Ara, dan mem bondong-bondong Ara dengan beberapa kalimat tanya, membuat Ara langsung memejamkan matanya dengan begitu erat merasa bingung harus memulainya dari mana untuk menceritakannya sebenarnya pada sang ayah. "Ayah… Uhuk uhuk uhuk Ara dengan sikap mengambil air putih yang ada di dekat sang ayah, dan kembali tidak melanjutkan kalimatnya saat mendengar sang ayah terbatuk batuk. "Ayah sudah minum obat, semalam Ayah juga tidak lupa minum obat kan? "Tanya Ara dengan penuh kekhawatirannya "Ayah tidak pernah melupakan itu, Nak. Ayah selalu minum obat tepat waktu sesuai dengan arahan kamu." Jawab ayah Alex, setelah merasa sudah lebih baik setelah minum. Mendengar jawaban sang ayah, Ara langsung bernafas lega, takut sang ayah tidak meminum obatnya karena dirinya tak pulang semalam. "Nak, kamu belum menjawab pertanyaan ayah. Tidur di mana kamu semalam, dan kenapa kamu tidak pulang Nak? "Tanya ayah Alex, kembali mengulang pertanyaan yang sama seperti pertanyaan awalnya, karena Ayah Alex masih tidak mendapat jawaban dari sang Putri. Ara sendiri bingung manu jawab darimana, dan merasa takut secara bersamaan, takut untuk mengatakan yang sebenarnya pada sang ayah, dan bingung memulainya dari mana, untuk menceritakan yang sebenarnya pada sang ayah. Ara tidak bisa membayangkan Seperti apa reaksi sang ayah, dan seperti apa kekecewaan sang ayah, saat Ara menjawab pertanyaan sang ayah dengan sejujurnya, dan menceritakan semuanya dari awal sebelum kejadian hingga dirinya berakhir di ranjang pria dewasa yang tidak pernah Ara kenal sebelumnya. Ara bener-bener tidak bisa membayangkan kekecewaan sang ayah, dan juga kemarahan sang ayah, saat dirinya mengatakan yang sebenarnya bahwa dirinya berakhir di ranjang pria yang tidak dikenalnya, dan bahkan bukan pria muda yang seharusnya sepantaran dengan dirinya, melainkan pria dewasa yang tak jauh berbeda dengan usia sang ayah. "Ayah, semalam Ara…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD