Lorong rumah sakit itu mendadak terasa dingin. Leo berdiri tegak di depan Serena, sorot matanya tajam, seolah menembus segala kepura-puraan yang selama ini Serena bangun. “Serena, kamu pikir aku nggak tahu permainan kamu?” ucap Leo, suaranya pelan tapi mengandung tekanan. “Kamu sembunyikan identitas Athar. Kamu manfaatkan kondisinya. Kamu buat dia jauh dari keluarganya, dari Zaozah, dari anak-anaknya.” Serena menahan napas. “Aku menyelamatkannya, Leo. Saat semua orang menganggap dia mati, aku yang merawatnya! Aku yang temani dia setiap hari, saat dia bahkan tak tahu siapa dirinya.” Leo menyipitkan mata. “Kamu rawat dia atau kamu cuci otaknya? Kamu buat dia percaya kalau kamu satu-satunya yang dia punya. Dan kamu biarkan Ardi menguasai perusahaan. Itu bukan cinta, Serena. Itu ambisi.” S

