Aditya duduk di balik kemudi mobilnya, tangan kirinya mencengkeram setir erat sementara tangan kanannya memegang es krim yang mulai mencair. Matanya kosong menatap ke depan, namun pikirannya penuh dengan potongan-potongan bayangan yang membuat dadanya sesak. Wajah gadis berhijab itu muncul samar-samar. Senyumnya. Tawanya. Cara dia memandang dengan tatapan marah tapi penuh cinta. Sekejap muncul, lalu menghilang kembali seperti kabut. “Siapa kamu sebenarnya...?” gumamnya lirih. Ia membuka laci dashboard, mengeluarkan dompetnya. Di sana, foto identitas dirinya sebagai Aditya Rahman, posisi kepala manajer operasional. Tapi kini, nama itu pun terasa asing. Ia merasa seperti mengenakan identitas yang bukan miliknya. Pikirannya kembali ke momen pelukan Azka. “Papa…” suara anak itu, tangisnya

