Langit sore memudar keabu-abuan ketika mobil Tedi berhenti di depan rumah bercat krem tua itu. Aya menggenggam tangan Pras yang duduk diam di kursi penumpang belakang. Namun pria itu tetap menatap keluar jendela, seolah rumah itu tak memiliki makna apa pun baginya. “Ini ... rumah kita,” lirih Aya. Pras hanya mengangguk pelan. Tatapannya kosong. Tak ada kehangatan. Tak ada senyum seperti dulu. Ia hanya menuruti langkah Aya dengan ragu ketika diajak turun. Saat memasuki rumah, Pras memandangi interior ruang tamu dengan alis mengerut. Foto -foto pernikahan mereka tergantung di dinding, namun itu tak memberi dampak apa pun pada ingatannya. Ia hanya mengangguk datar setiap kali Aya mencoba menjelaskan ... “Ini kita waktu honeymoon di Bali ... Ini waktu kamu lulus S2, aku peluk kamu di podiu