Saran Nolla

1373 Words
Sejak kejadian malam itu, di mana Ibra menepis tangan istrinya, hubungan keduanya tampak semakin jauh. Sepasang suami istri itu seakan hidup dengan dunianya sendiri-sendiri meskipun mereka tinggal dalam satu atap. Meskipun begitu, Bella masih menjalankan perannya sebagai seorang istri dengan baik. Dia tidak pernah berbicara atau pun bertanya sesuatu yang bisa memancing emosi suaminya. Setiap hari suaminya malah selalu pulang larut malam. Seakan waktu pria itu telah habis hanya untuk bekerja. Meskipun begitu, Bella tidak berani bertanya apa lagi protes. Wanita itu tidak ingin membuat suaminya kesal lagi padanya seperti waktu itu. Bahkan, suaminya belakangan ini juga sering melakukan perjalanan bisnis ke luar. Seperti sekarang, suaminya memberitahunya jika dia akan pergi ke luar kota selama tiga hari, karena ada yang harus dia urus di kantor cabang. “Mas pergi berapa hari? Supaya Bella bisa siapin keperluan Mas,” tanya Bella. “Hanya tiga hari,” jawab Ibra singkat. Bahkan, pria itu menjawab pertanyaan istrinya tanpa menoleh. Sejak tadi suaminya memang sibuk dengan ponselnya. Padahal dulu, jika sedang di rumah suaminya jarang pegang ponsel. Hanya sesekali lelaki itu memeriksa pesan masuk. Jika ada pesan dari Seno, dia pasti langsung menelepon asistennya tersebut. Namun, akhir-akhir ini pria itu seakan tidak bisa terpisahkan dengan ponselnya. Bella melihat suaminya seperti itu hanya bisa menghela napas panjangnya. Pemandangan seperti sekarang sudah biasa dia lihat setiap harinya. Daripada dirinya dibuat kesal dengan sikap suaminya, lebih baik dia segera menyiapkan keperluan suaminya selama untuk tiga hari. Setelah semuanya siap, wanita itu langsung menatanya ke dalam koper kecil yang sudah ia siapkan terlebih dahulu. Tak perlu menunggu lama, akhirnya semua selesai. Kemudian Bella meletakkan koper yang akan dibawa suaminya di dekat sofa kamar. Keesokan harinya Ibra berangkat pagi-pagi sekali. Tepat pukul enam Seno datang menjemputnya. Seperti biasanya, Bella selalu mengantar hingga ke teras rumah. Kebiasaan mencium punggung tangan suaminya tidak pernah ia lewatkan. Setelah mobil yang membawa suaminya meluncur keluar pagar, Bella kembali masuk ke dalam rumah. Sekarang dirinya akan bersiap untuk pergi ke kantor. Setibanya di kantor, perempuan cantik itu langsung menuju lantai tiga puluh tiga, di mana ruangannya berada. Tak lupa wanita itu juga membalas sapaan karyawan yang ditujukan padanya. Sambil menunggu pintu lift terbuka, Bella melihat pesan di ponselnya. Dari deretan pesan yang masuk tidak ada satu pun nama suaminya. Perempuan itu pun langsung menghembuskan napas panjangnya sambil meletakkan ponselnya ke dalam tas-nya kembali. “Pagi, Bu Bella,” sapa Nolla. Bella langsung menolehkan kepalanya ke arah asistennya. Karena mood-nya sedang buruk, wanita itu pun tidak membalas sapaan tersebut. Malah wanita itu tampak mengerucutkan bibirnya. Melihat atasannya sedang dalam mood yang tidak baik, Nolla pun memicingkan matanya. Gadis itu seolah-olah bertanya melalui tatapan matanya. “Yah … begitulah,” jawab Bella sambil mengedikkan bahunya. Wanita itu seakan mengerti maksud dari tatapan mata sahabatnya. Dia sangat bersyukur dengan kesibukan yang menguras tenaga dan pikirannya. Karena dengan begitu, dia bisa melupakan permasalahan dalam rumah tangganya meskipun hanya sejenak. Mungkin jika tidak ada orang lain, Nolla pasti akan langsung memberikan pelukan untuk sahabatnya. Dia tahu jika rumah tangga sahabat baiknya itu belakangan ini sedang tidak baik-baik saja. Di samping perubahan sikap Bella, dia juga melihat sendiri bagaimana Ibra memandang teman makan siangnya waktu itu. Bahkan, terkadang Bella juga mencurahkan isi hatinya tentang perubahan sikap Ibra padanya. Gadis itu hanya bisa menatap sahabatnya yang berdiri di sebelahnya dengan tatapan iba. Jika Bella sedang mencurahkan isi hatinya, dirinya hanya bisa menghibur sahabatnya tersebut. Akhirnya pintu lift terbuka. Kedua sahabat itu pun langsung masuk bersama dengan karyawan yang lainnya. “Bu, untuk jadwal hari Kamis kemungkinan besar di-pending hingga minggu depan, karena pihak panitia masih menyelesaikan masalah booking tempat yang katanya ada kesalahpahaman dari pihak hotel,” ucap Nolla menjelaskan. Bella tampak terdiam sejenak. Wanita itu selalu memikirkan dulu apa yang akan dia putuskan, karena dirinya tidak ingin salah dengan keputusan yang gegabah. “Kalau benturan dengan jadwal yang lain, kamu atur lagi, tapi kalau pihak panitianya keberatan kamu cancel aja,” jawab Bella. “Baik, Bu,” ucap Nolla. Biarpun mereka berdua bersahabat baik, tapi Nolla tetap bersikap profesional. Dia akan memperlakukan Bella sebagai atasannya jika berada di lingkungan kerja. Namun, terkadang Bella sendiri yang meminta Nolla agar tidak bersikap terlalu kaku padanya. Akhirnya keduanya sepakat akan bersikap profesional jika ada karyawan lain. Mereka akhirnya sampai juga di lantai tiga puluh tiga. Setelah pintu lift terbuka, mereka pun bergegas keluar dan diikuti dengan karyawan lain yang memang satu lantai dengannya. Atasan dan asisten itu berjalan menuju ke ruangannya masing-masing untuk mulai bekerja. Tak terasa waktu cepat berlalu. Sekarang sudah waktunya pulang. Seperti biasanya, sebelum pulang kerja Nolla selalu masuk ke ruangan atasannya. Gadis itu mengetuk ruangan Bella sebelum masuk. Namun, sudah beberapa kali dirinya mengetuk pintu, tapi belum juga mendapat jawaban dari dalam. Akhirnya ia pun memutuskan langsung membuka pintu dengan perlahan. Setelah pintu terbuka, tampak Bella sedang berdiri dengan melipat kedua tangan di depan dadanya. Wanita cantik itu tampak menatap pemandangan kota yang terhampar di depannya melalui jendela kaca besar yang ada di ruangannya. Sepertinya wanita itu sedang melamun, karena tidak mendengar suara ketukan pintu. Matanya memang seakan menatap hiruk pikuk kota yang terhampar di depannya, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Melihat atasannya lagi-lagi melamun, seketika membuat Nolla mendengus. Gadis itu merasa kasihan dengan sahabatnya. Sepertinya sang sahabat selalu mendapat ujian di dalam rumah tangganya. Dengan langkah pelan, Nolla mendekati sahabatnya yang masih berdiri. Sepertinya Bella sedang larut dalam lamunannya. Setelah tiba di sebelah sahabatnya, Nolla ikut melihat pemandangan kota dengan kedua tangan juga terlipat di depan dadanya. Sekarang posisi kedua sahabat itu sama persis. “Apa masih kepikiran suami kamu?” tanya Nolla. Mendengar ucapan sahabatnya, seketika membuat Bella tersadar dari lamunannya dan langsung menolehkan kepalanya. Wanita cantik itu menatap sahabatnya sekilas sebelum kembali menatap pemandangan yang ada di luar jendela. “Kalau aku bilang tidak, pasti kamu nggak akan percaya,” jawab Bella. “Pasti soal wanita itu lagi?” tanya Nolla kembali. Memang Bella akui senyum suaminya ketika sedang bersama dengan wanita asing itu selalui menghantuinya. Terlebih akhir-akhir ini dia tidak pernah lagi melihat senyum itu. Di dalam sudut hatinya yang paling dalam, sebenarnya ada perasaan tidak rela jika suaminya tersenyum seperti itu pada wanita lain. Namun, dirinya tidak berani mengungkapkannya pada sang suami. Dia takut suaminya akan marah padanya dan membuat hubungannya dengan Ibra malah semakin jauh. Melihat sahabat baiknya diam tak membuka mulutnya, Nolla pun sudah bisa memastikan. Tak lain dan tak bukan jawabannya pasti memang karena wanita itu yang mengganggu pikiran sahabatnya. “Boleh aku memberikan saran?” tanya Nolla kembali. Mendengar pertanyaan dari sahabatnya, seketika membuat Bella menganggukkan kepala. Kedua sahabat itu berbincang tanpa saling menatap. Keduanya sama-sama melihat pemandangan kota yang dapat mereka lihat dengan jelas dari kaca besar yang ada di ruangan Bella. “Jangan terlalu terbawa dengan pemikiran negatif, karena itu akan merusak hati dan pikiran kamu. Bisa aja wanita itu salah satu temannya atau rekan bisnisnya. Kalau kamu masih ragu, kamu langsung tanya sama suami kamu. Intinya jangan sampai pemikiran negatif bisa menguasai kamu,” ucap Nolla dengan panjang lebar. Sebagai seorang sahabat, dirinya tidak ingin melihat Bella terus-terusan larut dalam prasangkanya. Dia tidak ingin sahabat yang sudah bisa tertawa lepas itu pun kembali murung. Meskipun pada waktu itu dia melihat tatapan yang berbeda dari Ibra, dia tidak berani menyimpulkannya. Bisa saja pengelihatannya waktu itu keliru. Mendengar penuturan dari sahabatnya, seketika Bella terdiam. Wanita cantik itu meresapi setiap kata yang keluar dari mulut sahabatnya. Sudah berulang kali dirinya mencoba mengenyahkan prasangka buruknya. Bahkan, dia juga pernah menganggap wanita yang bersama suaminya sama dengan yang dikatakan oleh sahabatnya. Namun, bayangan suaminya yang tersenyum kala itu seperti hantu yang sering muncul untuk menghantuinya. Sekarang Bella merasa lebih lega setelah mendengar penuturan dari sahabatnya. Pemikirannya seolah-olah mendapatkan sebuah dukungan dari orang yang dia percaya. Wanita itu pun seketika tersenyum dan langsung memeluk sahabatnya. “Makasih, La. Selama ini aku udah berusaha ngilangin prasangka itu tapi selalu muncul lagi,” ucap Bella sambil memeluk sahabat baiknya. “Karena kamu nggak mau buang semuanya, masih ada yang kamu sisakan sedikit, makanya muncul lagi,” ucap Nolla sambil membalas pelukan sahabatnya. Akhirnya wanita itu memutuskan untuk tidak mau lagi memikirkan wanita yang sedang makan siang bersama dengan suaminya. Dia tidak mau ambil pusing lagi. Biarlah itu menjadi urusan suaminya. Dia akan fokus mengembangkan karirnya saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD