“Apa yang kamu dapatkan?” Sergei bertanya saat sedang makan malam bersama putri semata wayangnya. “Igor menggendongku, Papa.” Ana bercerita dengan antusias. Matanya berbinar-binar setiap kali ia menceritakan hal itu. Sergei menghela nafas pelan. “Kamu sudah menceritakannya berkali-kali, Nak. Selain itu, ada lagi yang kamu dapatkan?” “Igor punya pengetahuan tentang seni yang baik. Ah, aku tidak boleh melepaskannya, Papa.” Ana masih bicara dengan nada sedikit berapi-api. Binar di matanya sama sekali tidak redup. Helaan nafas berat kembali lolos dari mulut Sergei. Ia tak habis pikir mengapa Ana begitu tertarik dengan musuh bebuyutannya itu. Meski ia tak memungkiri bahwa Igor memang memiliki paras rupawan dengan tubuh memikat. Tapi… kenapa harus Igor? “Selain itu, Ana.” Sergei bicara lagi